2013/05/20

DESKRIPSI DENGAN PENGEMBANGAN OBSERVASI MENURUT SPASI DAN WAKTU



SENJA DI RUMAH
Hendri Adinata

            Pukul lima, suatu senja yang damai di rumah. Matahari yang sudah condong jauh ke barat masih memancarkan sisa cahaya melalui daun rambutan dan pepohonan tepat di hadapanku. Pancaran sinar yang biasanya tajam dan menyengat di siang hari bulan Mei ini, sekarang terasa sejuk dan sepoi, rasanya seperti sedang berada di ruangan dengan jendela  terbuka.
            Pada saat sekarang ini, kebanyakan masyarakat sudah pulang ke rumah masing-masing. Yang masih tersisa adalah tukang steam motor dan beberapa orang yang sibuk dengan tanaman kembang hiasnya. Masih terdengar suara kebisingan motor yang berada di depan hadapan rumahku. Beberapa orang menunggu kendaraan yang duduk sembari meneguk minuman teh botol.
            Di sebelah kiri rumahku, ada rumah kerabat dan di dalam rumahnya terdapat pekarangan yang luas di dalam pekarangan ada pohon rambutan yang baru saja berkembang. Pemilik rumah ini sedang membetulkan beberapa buah sound sistem dan beberapa alat musik yang masih berserakandi lantai. Di hisapnya sebuah batang  rokok yang masih menyala dan secangkir kopi tepat di sampingnya.
            Ketika pandanganku arahkan ke samping ada pedagang warung kopi yang sedang melayani beberapa pembeli. Pembelinya mulai dari anak sampai orang tua.  Di sampingnya ada sebuah gubuk kecil. Di sekelilingku yang terdengar jelas gemerisik sapu lidi Ibu Dadang, seorang  Ibu rumah tangga, menyapu halaman depan dengan tidak leluasa, terhalang lalu-lalang seenakknya anak-anak bermain seolah-olah mereka tidak menghiraukannya.
            Seseorang anak membawa beberapa burung, dilepasnya burung  ke atas. Dengan leluasa burung itu terbang dan di bentangkan kedua sayap, kiri dan kanan. Beberapa waktu, terdengar suara cicit kedua burung kembali dari udara dan menghampiri majikannya.Di ujung jalan, ada beberapa anak yang riang bermain sepeda. Mereka saling bergantian dan saling mendahului sepeda temannya, mereka masih duduk di sekolah dasar. Sebelum azan magrib mereka pulang, karena malamnya mereka harus belajar dan mengerjakan tugas sekolahnya.
            Ibu dadang baru saja telah selesai membersihkan pekarangan di hadapan rumahnya. Mataharipun sudah mulai hampir hilang dari pandanganku. Seseorang Bapak tua menggunakan sarung, baju koko, dan peci berjalan ke gang menuju masjid. Karena sebentar lagi seseorang akan mengumandangkan azan magrib, sayapun bergegas kembali ke rumah menuju ke kamar mandi. Sebuah handuk besar, ku sangkutkan di bahu lalu kutempatkan di gantungan kamar mandi dan ember besar yang sudah menampung air bersih.
            Pukul tujuh malam, masyarakat di sekitar mengadakan pengajian malam sabtu bersama yang bertempat di masjid Al Mujahidin. Para masyarakat yang sudah melepaskan lelah, mereka sudah mulai keluar rumah menuju masjid untuk membaca beberapa ayat-ayat Al Qur’an. Aku pun sudah akan tiba di masjid, sementara para jamaah yang belum tiba, mereka akan menyusul pengajian

2013/05/18

DESKRIPSI BERBAGAI KEJADIAN DALAM WAKTU YANG LAMA


STASIUN KOTA
Aku masuk stasiun Kota sekitar pukul sebelas siang. Tidak begitu dipadatkan oleh pengunjung stasiun Kota Jakarta pada saat seperti ini. Orang-orang sedang bekerja, sudah terlewat waktu masuk kerja dan belum tepat waktunya jam pulang kerja. Stasiun dipenuhi oleh pelajar SMP dan SMA, seorang bapak tua bersama istri ketiga  anaknya yang sedang menunggu di samping kanan loket utama agaknya akan pulang ke kampung menunggu kereta yang berangkat ke Jawa dengan beberapa buah kadrus mie dijinjingnya dan satu buah tas ransel dipundak istrinya.
            Pada Selasa siang seperti ini, terlihat beberapa orang berjalan terburu-buru yang sepertinya jam masuk kerja siang. Pada deretan samping kanan dan kiri rel kereta nomor lima, orang-orang berderet memenuhi pinggiran rel kereta menunggu kereta datang. Para pedagang siap melayani penumpang kereta yang sedang menunggu kereta datang.
            Aku duduk di ujung deretan bangku tunggu stasiun ini, terlihat di sekeliling toilet berjajaran pedagang asongan memenuhi pinggiran koridor stasiun sebelah barat. Pada jajaran yang paling ujung terlihat pedagang pecel, dua pedagang kopi seduh, satu-dua pedagang rokok dan permen. Semua pedagang ini menggunakan keranjang-keranjang kecil yang disusun lalu diikat pada sisi-sisi ujung jinjingan keranjang, ada pula pedagang pecel yang menggendong keranjangnya menggunakan kain batik dan keranjang lain dijinjingnya sebagai tempat gorengan-gorengan jajakannya.
            Terdengar suara klakson kereta yang datang dari arah stasiun Bogor, makin lama makin keras. Orang-orang yang menunggu berdesakkan semakin ke sisi rel kereta, petugas keamanan berlarian megamankan para penumpang agar tidak melewati garis batas lintasan rel yang sudah ada. Kelihatannya beberapa orang sudah terbiasa dengan hal seperti itu, mereka hanya menunggu di barisan paling belakang tanpa berdesak masuk ke dalam kereta.
            Penumpang pun masuk memenuhi seluruh isi kereta jurusan Bogor ini. Kereta terus berjalan pelan meninggalkan stasiun, pangkal kereta menghilang dari pandanganku an kemudia suara mesin kereta pun lenyap ditelan kebisingan obrolan gerombolan plajar di samping kiriku.
            Saat siang sepanas ini, pedagang es teh yang bekeliling ke seluruh sudut stasiun diburu pengunjung. Terlihat seorang pedagang es yang sama sedang menghitung pendapatannya siang ini di sudut ATM Bersama, agaknya pedagang itu sudah biasa menghitung penghasilannya di tempat itu. Sudah ada pedagang mainan, kebanyakan wanita, berkumpul di ujung utara.  Hari mulai senja, inilah saatnya jam pulang kerja di Jakarta. Matahari sudah menghilang satu-dua orang memenuhi loket dengan wajah yang nampak sangat lelah. Para pedagang yang terlihat capek sejak tadi siang berkeliling menjajakkan dagangannya masih bersemangat menawar-nawarkan kepada setiap penumpang.
            Ketika aku melewati antrian loket yag begitu panjang itu terlihat seorang pria setengah baya menyendak ke depan barisan dan membuat gaduh antrian. Hari sudah senja tetapi petugas stasiun belum menyalakan lampu loket karna disibukan oleh banyaknya penumpang yang membeli tiket dan kerusuhan yang dibuat orang pria itu. Terdengar teriakan bising seorang wanita yang ternyata tas yang dijinjingnya sudah hilang dari genggamannya, orang-orang berteriak gaduh “Maling!” Percakapan ramai terjadi, antrian terhenti sedangakan kereta sudah datang. Ketika itu petugas keamanan langsung mengejar pria setengah baya itu.
            Langit sudah gelap,di tengah-tengah kesibukan luar biasa seperti itukelihatan dua anak lelaki, sekitar enambelas tahun, berlari-lari berpakaian seragam SMP. Tidak lama kemudian mereka berlari tanpa memperhatikan langkahnyake dekat pagar tanaman di tengah rel menabrak seorang pedagang es teh keliling sampai semua dagangannya tumpah. Pedagang lelaki itu mengamuk dan memukul kedua pelajar tadi dan meminta  uang ganti rugi. Sebentar lagi seorang lelaki tua menghampiri keributan itu untuk mendamaikan.

DESKRIPSI BANYAK PERISTIWA DALAM WAKTU YANG LAMA


PASAR MALAM TAHUNAN

            Senja menutup perjalananku dari Pamulang ke Bogor hari ini. Kutemui pasar malam yang letaknya tak jauh dari perkampungan tempatku tinggal, kuputuskan untuk sebentar mengunjunginya. Barisan pengunjung pasa malam terlihat membentang sedang berjalan kaki dengan panjang barisan sekitar 5 meterperlahan memenuhi pasar. Aku berada di antara barisan itu karena terhimpit oleh kendaraan yang lalu lalang di depan pedagang pakaian yang mengelilingi seluruh pasar. Orang-orang berdatangan, berdesak dan ingin menguasai tempat yang ramai di tengah-tengah kepadatan aneka ragam manusia itu.
            Pada deretan sebelah utara kelihatan pedagang sepatu, boneka barbie, tiga pedagang pakaian berderet dan pedagang tas. Semua pedagang ini menggunakan terpal. Pada deretan dekat pintu masuk utama ada dua pedagang bakso, mie ayam dan tiga pedagang soto mie yang membelakangi pedagang mie ayam. Semua pedagang ini menggunakan gerobak. Di tengah deretan para pedagang terlihat komidi putar bebentuk gajah, sangkar burung yang berputar ke atas, ombak banyu, dan rumah hantu yang berhadapan langsung dengan pertunjukkan orang kerdil.
            Para pedagang pakaian sudah siap melayani pelanggannya, setiap pengunjung yang lewat di depannya diteriakinya “Silahkan ibu, bapak, mbak, mas mau cari apa? Baju atau celananya, silahkan dilihat dulu!”
            Terlihat di samping kananku seorang perempuan bersama seorang teman sebayanya. Perempuan itu mendekatkan bibirnya pada kuping temannya itu, berbisiknya perlahan penuh perasaan, sambil jari telunjuknya menunjuk ke arah baju yang bergantung berwarna coklat muda, berbahan sifon dengan brukat di sekeliling kerahnya. Entah apa yang dibicarakan oleh mereka, agaknya sedang memutuskan untuk membeli baju yang ditunjukknya atau tidak.
            Senja sudah berpindah menjadi malam, tetapi aku masih asik dengan pandanganku memperhatikan seisi pasar malam ini. Aku memutuskan untuk masuk ke wahana rumah hantu. Ketika aku berjalan menuju wahana itu, terlihat pedagang bakso yang ramai sekali dikunjungi pembelinya. Keringat menetes setelah si pedagang bakso membuka tutup panci besar baksonya yang mengeluarkan uap panas. Percakapan yang meriah terjadi. Sesekali kualihkan terus pandanganku kepada tukang bakso yang semakin banyak pembelinya.
            Terdengar sayup-sayup bunyi alunan musik menyeramkan, gonggongan anjing dan suara serigala mengaung dari rumah hantu yang tepat di hadapanku. Orang masih berdesak-desak hendak masuk. Lagi-lagi aku masuk ke dalam rombongan orang-orang yang tidak aku kenal. Di hadapanku ada sebuah pintu kamar, tiba-tiba pintu itu di ketuk orang dengan perlahan dari dalam kamar. Kami kaget, terperanjat berlari. Di belakang kami ada satu pocong mengikuti, di pojok kiri ruangan terlihat kuntilanak berambut panjang, ia duduk memperhatikan. Ketukan kamar itu berulang terdengar mendesak, memaksa. Tiba-tiba terdengar suara yang memerintah, “Buka!” Aku berlari dan menemukan pintu keluar dengan terengah-engah.
            Pedagang bakso kelihatan masih ramai oleh pembeli.  Terlihat motor dan mobil yang senja tadi masih banyak yang melintas sekarang sudah jarang terlihat hanya satu dua yang berlalu lalang. Pada jam setengah sepuluh malam seperti ini sudah tidak ada lagi angkutan umum yang melintas, terpaksa aku menelpon paman untuk menjemputku pulang.
            Ketika aku pulang dari pasar malam, hanya terlihat satu saja gerobak pedagang soto mie di dekat pintu masuk. Tukang mie ayam masih melakukan jual beli, dan pembelinya pun ternyata cukup banyak. Orang-orang terlihat berjalan kembali ke rumahnya bergerombol, agaknya pengunjung lebih banyak di jalanan menuju pulang daripada pengunjung yang masih berada di dalam pasar.
            Matahari belum muncul, tetapi hari sudah terang. Sabtu pagi ini terdengar gemericik air hujan dari atas genteng rumahku. Aku putuskan untuk berkunjung ke rumah nenek yang jaraknya melewati pasar malam. Aku melewati lapangan sepak bola, rute yang biasa. Di saat sepagi ini anak-anak kecil terlihat bermain sepakbola. Dari sini, sudah terlihat pasar malam itu, suasana yang terlihat sungguh berbeda dengan yang kulihat semalam. Para pedagang tidak nampak, yang terlihat hanya terpal-terpal yang menutupi seluruh gerobak dan pedagang lainnya.
            Di tengah-tengah gemericik hujan ini pasar menjadi becek, terlihat pedagang mulai berdatangan menyusun papan-papan panjang di sekitar pasar membuatkan jalan setapak untuk pengunjung malam nanti. Tidak lama kemudian di sebelah kananku dua orang ibu rumah tangga berjalan sambil berbincang bahwa pasar malam itu berakhir pada malam ini dan akan diadakan lagi tahun depan seperti biasanya.
            Sore nanti pedagang akan membuka kembali dagangannya dan akan banyak lagi pengunjung datang dan bermain. Esok Hari, berakhirlah sudah pasar malam yang ramai dan pedagang akan mengemaskan semua dagangan dan komidi putarnya. Tanah kosong itu akan seperti biasa lagi dijadikan  kebun ubi oleh pemiliknya.

2013/05/16

Deskripsi Berbagai Kejadian dalam Waktu yang Lama




Gang Adam

Pagi hari yang cerah di Rawa Belong aku berniat untuk mengantarkan keponakanku yang bernama Dibah. Aku mengantarnya menggunakan sepeda. Meskipun dibah terbiasa membawa sepedanya sendiri tetapi pagi ini aku ingin sekali mengantarnya agar aku dapat melihat-lihat Gang Adam di pagi hari. Memang sangat sepi pagi ini yah waktu memang masih pukul 06.00. terdengar suara ayam beberapa kali kukuruyuk dari samping kandang belakang rumah nenek ku. “Ayo Dibah kamu sudah siap kita berangkat sekarang” aku berkata. Sepanjang jalan aku berbincang-bicang dengan Dibah kamu masuk jam berapa? Lalu Dibah berkata “jam setengah tujuh aa”, masih lama kan kita pelan-pelan saja yah goes sepeda nya”. Sepanjang jalan masih terasa nyaman tenang dan asri terlihat kanan kiri pepohonan dan taman-taman halaman rumah yang indah-indah, di gang adam ini sebagian besar halaman rumah-rumahnya di tanami dengan pepohonan yang diberi pot-pot untuk alasnya dari yang kecil sampai pot yang besar-besar memang Rawa Belong terkenal dengan tanaman hiasnya dan pasar bunga Rawa Belong. Mungkin dengan itulah rumah-rumah di sekitar sini sangat asri dan nyaman.

  Setelah sampai di sekolah Dibah dan Dibah pun langsung berbelok untuk masuk melalui gerbang utama sekolahnya, dan aku pun berhenti di depan gerbang untuk melambaikan tangan kearah Dibah. Terlihat matahari dari balik gedung bertingkat sekolahan Dibah mulai terbit dengan sepenuhnya yang sebelumnya malu-malu untuk keluar. Udara pun terasa panas tetapi tetap segar, hawa pagi begitu terasa di sini. Jalanan yang masih sepi hanya beberapa terlihat hiruk-pikuk para orang tua mengantarkan anak-anaknya untuk ke sekolah. Setelah melihat Dibah masuk ke kelasnya aku pun bergegas untuk pulang tak lama terdengar oleh ku alarm sekolah yang menandakan jam masuk, ternyata sudah jam enam tiga puluh.

Sore hari nya aku dan sepupuku berencana untuk jalan-jalan menggunakan sepeda, tepat pukul empat  kami berangkat dari rumah nenek, yah memang seminggu ini saya sedang berada di rumah nenek tepatnya di Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Sore ini sangat cerah terlihat banyak anak-anak bermain layang-layang di jalan-jalan, lapangan sudah tidak ada di sekitar rumah nenek ku jadi jalannan lah tempat bermain anak-anak. Setelah keluar gang kecil lalu aku berbelok menuju jalan utama yah nama jalan itu adalah Gang Adam, terlihat jalanan yang kira-kira lebarnya lima meter, telah ramai oleh para pedagang yang kelihatan dari kejauhan mulai sibuk merapikan kios-kios dagangan nya, meskipun kios-kios mereka sistem bongkar pasang yang menggunakan kayu dan beratapkan terpal tetapi para pedagang itu terlihat sangat cekatan untuk menata kios-kios mereka agar terlihat menarik, memang di setiap hari Jumat malam jalanan di Gang Adam berubah menjadi pasar kaget begitu orang di sekitar sini menyebutnya. 

Aku dan sepupu ku mulai mendekati keramaian para pedagang itu, ini adalah jalan utama dan kami tidak ingin memutar karena terlalu jauh, lantas kami menuruni sepeda dan menuntunnya sambil melihat kanan kiri, yang sangat menarik perhatian ku adalah di tengah-tengah gang itu terdapat bangunan besar bertingkat dan ternyata itu adalah sekolahan SDN 05 Kebon Jeruk di mana Dibah bersekolah. Ternyata ini jalan depan sekolahan Dibah, yang tadi pagi aku berhenti untuk mengantar Dibah. Pagi tadi terlihat sepi dan asri dan sekarang jalan sudah berubah menjadi pasar dan terlihat berantakan kayu-kayu dan dagangan para pedagang yang belum di rapihkan, tampaknya jalanan di Gang Adam ini tidak di sia-siakan dan sangat bermanfaat bagi masyarakat di sekitar sini itulah sepilas pikiran ku, dan setelah melewati sekolahan itu tak sengaja ku dengar seorang ibu berteriak memanggil anaknya, “Adi pulang sudah sore, lihat sudah jam lima cepat pulang mandi. Ayo Adi pulang” seperti itu kiranya ibu itu berteriak-teriak. Aku pun kaget dan terkejut mendengar perkataan ibu itu ternyata sudah semakin sore, pantas saja matahari mulai redup pencahayaannya. Aku pun mengajak sepupuku untuk segera pulang ke rumah nenek. Sesampainya di ujung gang para pedagang berjualan, ada sesuatu yang menarik perhatiaan ku pedagang lampu hias yang menyalakan lampu-lampu dagangannya, meskipun langit belum gelap, kios pedagang lampu itu sangat enak di pandang. Aku pun jadi penasaran untuk kembali lagi ke sini nanti malam. setelah melewati pasar kaget itu , aku dan sepupuku mulai menaiki sepeda lagi, menuju pulang ke rumah nenek.

Malam pun tiba dan aku bersama sepupuku beserta keponakan ku yang berumur tujuh tahun mulai keluar dari rumah nenek dengan berkendara sepeda. Memang letak pasar kaget cukup jauh dari rumah nenek ku karena di tengah jalan utama Gang Adam. Jalanan yang tadi sore terlihat anak-anak bermain layang-layang kini menjadi jalanan yang ramai oleh pejalan kaki dan pengendara sepeda motor tampaknya mereka semua ingin pergi ke pasar kaget itu. Aku beserta saudara ku tidak kalah semangatnya untuk segera pergi ke sana dengan sepeda kami, sesampainya di pasar kaget terdengar suara azan isya, dan kami pun bergegas menuju mesjid terlebih dahulu untuk menunaikan salat isya berjamaah. Yah memang sepanjang Gang Adam ini terdapat beberapa mesjid-mesjid besar, salah satunya di depan pasar kaget ini, selesai salat kami bergegas menuju pasar kaget, baru beberapa langkah keluar dari mesjid mata ku tertuju ke menara mesjid yang mempunyai jam dinding besar yang menunjukan waktu 19:25. Keponakan ku yang bernama Dibah sangat senang sekali melihat keramaian di sini, setelah masuk kedalam kerimunan pasar kaget ini Dibah menunjukan tangannya ke arah bangunan sekolah "aa lihat itu sekolahan Dibah". Aku pun tersenyum dan meledekinya "yahh jalanan depan sekolahan Dibah jadi pasar sekarang, heheheh" kami pun tertawa di dalam keramaian pasar kaget ini, sepupu ku yang bernama Kiki yang tadi sore aku jalan-jalan dengan sepeda bersamanya juga tampak senang berada di keramaian pasar kaget ini, lalu Kiki melihat-lihat kios pakaian aku pun menemani dia membeli pakaian. Memang harga-harga di sini sangat murah dan bisa di tawar. Di sebelah kios baju ada kios boneka yang cukup lengkap, si Dibah pun langsung menarik tangan ku, "aa aku mau beli yang itu" boneka beruang berwarna coklat dia menunjuknya.

Setelah semuanya mendapatkan barang-barang yang diinginkan, aku pun tertarik melihat-lihat kios jam tangan, dan ternyata ada jam besar tergantung di tengah nya yang menunjukan pukul 20:45. Aku pun terkejut dan berbisik sudah hampir jam Sembilan, apa kalian berdua ingin pulang. Mereka bersahutan “yah sudah ayo kita pulang”. Dibah berkata “aa bagaimana dengan aa tidak ada yang ingin di beli” aku pun menggelengkan kepala tidak ada, yang penting aa bisa buat kalian semua senang. Yasudah ayo kita berbalik arah dan pulang, meskipun kami tidak sampai ke ujung Gang Adam ini untuk melihat-lihat kios yang unik-unik, yang penting kami bertiga senang bisa ke pasar kaget di malam yang cerah ini. 

Malam ini memang terlihat banyak bintang, dan bulan pun sangat cerah menambah ke indahan pasar kaget Gang Adam ini. Setelah sampai di depan mesjid kami pun bergegas mangambil sepeda, yah sepeda memang kami parkir di lapangan parkir mesjid karena tempat itu yang di saran kan nenek untuk menaruh sepeda kami. Kami pun bertiga bergegas untuk pulang dengan goesan sepeda yang pelan-pelan, berbeda sekali dengan berangkat nya yang sangat semangat. Kami semua memang tampak kelelahan di tambah bawaan belanja boneka Dibah yang aku pegang di tangan kiri, sedangkan Kiki membawa belanjaannya sendiri, hanya Dibah lah yang masih semangat “ayo aa cepetan goes sepedanya” Dibah berteriak-teriak. Dengan semangat gadis cilik itulah kami pulang dengan canda senyuman bahagia di malam  sabtu yang indah ini.


Deskripsi Spasial Waktu

Dapur
( Iqbal Hikmatyar )

Pukul lima pagi sudah terdengar suara-suara yang memecah sunyinya pagi, mamah melakukan aktivitas itu di setiap pagi. Membuat donat, gorengan, piscok dan lain-lain. Mamah tak sendiri ditemani oleh Alya dan Afifa anaknya yang kembar, kalau saja sampai bangun agak siangan pasti mamah tak jualan karena sudah ditinggal oleh orang yang biasa mamah titipi dagangannya.
Setelah selesai membuat dagangan pukul tujuh mamah bersiap-siap membuat sarapan untuk ayah dan anak-anaknya. Aroma makanan sudah tercium dari dapur, membuatku dan ayah terbangun karena aromanya.
Pukul sebelas mamah sudah siap-siap memasak untuk makan siang Alya dan Afifa yang baru pulang sekolah. Mamah biasanya belanja sayuran dim amah Nina terkadang kalau uang dagangannya belum disetor mamah boleh ambil dulu sayuran di mamah Nina. Pukul dua belas makanan pun sudah siap saji, biasanya mamah membuat ada sayuran hijau, lauk-pauk, sop dan buah-buahan tak lupa minuman yang menyegarkan di siang hari yaitu es kopyor.
Pukul empat mamah bersiap-siap membuat masakan untuk makan malam. Aku dan ayah yang baru pulang kerja, mamah biasanya membuat makanannya diletakkan di meja makan yang ada di dapur, lalu mamah beristirahat di kamar. Karena aku dan ayah tak tentu sampai ke rumah terkadang sampai larut malam. Sedangkan saat malam hari mamah sudah harus di dapur dan menyiapkan untuk dagangan besok pagi.

Deskripsi Ruangan



AUDITORIUM UNPAM
Hendri Adinata”

            Pukul Delapan pagi, saya sampai di Universitas Pamulang. Nampak peserta seminar sudah mulai memadati depan Auditorium, karena hari ini diadakan Seminar Pelatihan Jurnalism Citizen Warga dan Mahasiswa. Sayapun langsung mengisi buku daftar hadir peserta yang ada di meja petugas panitia.
            Ketika pintu masuk Auditorium  kubuka, udara sejuk yang berasal dari alat pendingin ruangan, serta suara suara exhaust pan yang terdengar dari alat yang sama, serta bau pendingin dan aroma yang menyejukan hidungku. ketika kuarahkan pandanganku ke depan, terlihat seseorang moderator menyampaikan agenda acara pelatihan Jurnalism Citizen Warga dan Mahasiswa. Terlihat sebuah kertas di tangan kirinya dan sebuah Miq yang di genggam  tangan kanannya. Orang itu berpakaian rapih dengan memakai sebuah jas hitam dan celana bahan hitam serta memakai sepatu pantopel hitam. Sepertinya sepatu tersebut baru saja disemir
            Ketika pandanganku melihat ke atas, ada beberapa lampu neon yang besar yang mengelilingi langit atas dan exhaust pan kecil. Ruangan ini kira-kira panjang empat puluh dan lebar tiga puluh meter persegi. Dan kursi pun sudah memenuhi ruangan ini, kecuali kursi di bagian belakang yang tidak terisi. Di bagian depan ada beberapa sofa, meja, dan kembang yang berada di masing-masing meja.
            Sofa sebelah kiri terisi oleh pihak Metro tv, di bagian tengah ada  Ketua Yayasan Sasmita Jaya,  Dekan,  dan Rector.  Di sebelah kiri ujung depan ada sebuah sound system dan beberapa orang kameramen yang mengambil gambar seluruh acara ini. Dinding sebelah kanan menggunakan bahan furnitur dan dinding yang sebelah kiri memakai kaca. Pintu masuk dan pintu keluar masing-masing berbeda dan menggunakan kaca. Untuk pegangan pintu memakai bahan stanlist, serta kaca ini ditutupi oleh tirai bewarna merah maron.
            Di ujung depan dan ujung belakang, ada blower besar yang berbentuk segi empat, dan di bagian ujung ada tumpukan kursi yang tidak terpakai. Ruangan ini digunakan jika ada pelatihan, seminar, dan lainnya.