Modifikasi
Cerita Sangkuriang dengan gaya Kilas-Balik
Oleh : Ika susilarini
Oleh : Ika susilarini
Kini
aku , Tumang suamiku, dan sangkuriang anakku hidup bersama disebuah hutan
belantara, jauh dari daerah keraton kerajaan ayahku dulu. Sudah lama aku
meninggalkan kerajaan, dan memilih hidup bersama suamiku Tumang dihutan ini.
Tak ada yang mengetahui keberadaanku sekarang, begitu pula ayahku Raja Sungging
Perbangka yang mengusirku dari kerajaan. Satu tahun silam aku memutuskan pergi
meninggalkan istana karena ayahku tak merestui hubunganku dengan Tumang
suamiku. Ayahku merasa kecewa pada ku karena aku lebih memilih Tumang
dibandingkan dengan calon suami yang sudah dipilihkan oleh ayahku.
Aku masih ingat saat ayahku mengusirku
dari keraton kerajaan karena aku lebih memilih seekor anjing untuk menjadi
suamiku dibanding dengan calon suami yang sudah ayah siapkan untukku yang
rata-rata adalah seorang keturuan bangsawan. Waktu itu banyak para raja yang
meminangku, tetapi seorang pun tidak ada yang aku terima. Akhirnya para raja
saling berperang di antara sesamanya. Aku pun merasa jadi bahan pertaruhan para
raja-raja itu, dan aku memutuskan untuk mengasingkan diri di sebuah bukit
ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik bertenun,
toropong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah sampai
berulang-ulang kali. Aku merasa lelah dan merasa malas untuk mengambil teropong
yang jatuh kelantai, karena merasa
malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu,
“ Aku berjanji
siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin
laki-laki, akan dijadikan suamiku, dan bila berjenis kelamin perempuan akan
kujadikan saudraku“ Si Tumang
mengambilkan torak dan diberikan kepada ku. Karena aku telah berjanji seucap
kata, maka aku harus memenuhi janjiku. Dan akhrinya aku menikah dengan Tumang,
seeokor anjing yang kini menjadi suamiku.
Dan setelah satu
tahun pernikahan ku dengan Tumang, aku memepnyai seorang anak laki-laki yang
kuberi nama Sangkuriang.
Suatu hari aku rasa perutku terasa perih
dan entah mengapa lidahku mendambakan daging rusa. Tanpa pikir panjang aku
menyurh Sangkuriang pergi berburu rusa di hutan.
“ Sangkuriang,
pergilah kau berburu ke hutan, ibu ingin makan daging rusa yang sepertinya
lezat untuk santapan makan malam nanti “
tanpa banyak kata
lagi, sangkuriang langsung berkata “ Iya bu, aku pergi dengan Tumang ke Hutan
berbru rusa. Ibu tunggu saja di rumah nanti aku pulang bawa daging rusa “,,
sangkuriangpun pergi menuju hutan dan tak lama sosok sangkuriang tak terlihat
oleh aku seperti dimakan dedaunan yang rindang.
“ Daging rusanya
terasa beda, baunya juga kurang sedap. Kau tangkap rusa di hutan mana
sangkuriang”
“ Di hutan keramat
bu..” ( jawab sangkuriang pendek)
Aku baru sadar
ternyata saking senangnya mendapat buruan rusa yang didapat oleh Sangkuriang,
Tumang suamiku terlupakan. Aku beranjak dari kursi tempat makan, aku melihat
disekitar rumah tak kulihat keberadaan suamiku.
“ Mana Tumang ,
Sangkuriang ???? “
“ aa aaa aaa
annu... anuu buu, Tumang,, tumang,,tumang “
“Apa maksud mu
Sangkuriang, ibu tak paham”
“ Tumang aku bunuh
di hutan, karena aku tadi tak mendapatkan rusa saat berburu. Aku takut ibu
marah padaku karena aku tak mendapatkan rusa. Dan daging ini bukan daging rusa,
melainkan daging si Tumang bu, anjing kita yang aku bunuh di hutan. “
Mataku terbelakak
kaget mendengar apa yang diceritakan oleh anakku Sangkuriang. Aku marah dan
sangat murka kepada Sangkuriang. Ku lemparkan sebatang kayu ke arah wajah
Sangkuriang, tapi Sangkuriang langsung menutupi wajahnya dengan tangannya.
Seketika aku berkata “ Pergi kau dari sini, aku tak sudi mempunyai anak seorang
pembunuh seperti kau. Tumang adalah ayah mu... “
Sangkuriang pergi
mengembara mengelilingi dunia. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur
akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di
tempat Dayang Sumbi, tempat ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenal bahwa
putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Terminological
kisah kasih di antara kedua insan itu.
Tanpa sengaja aku mengetahui bahwa Sangkuriang adalah puteraku,
dengan tanda luka di tangannya, yang dulu pernah aku pukul dengan sebatang
kayu. Aku pun langsung meberitahu Sangkuriang bahwa aku adalah ibunya. “ Aku
ibu mu nak,,yang dulu mengusirmu dari rumah” .
Walau demikian
Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahiku. Aku meminta agar Sangkuriang
membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung
sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.
“ Buatkan aku
perahu dan telaga dalam waktu satu malam, kalau samapai terbit fajar kau tak
bisa memenuhi persyaratanku, aku anggap kau gagal, dan tak bisa meminangku “
“Akan ku lakukan
untuk mu permaysuriku”
Maka dibuatlah
perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul/pokok pohon itu
berubah menjadi gunung ukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat
dan menjadi Gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang, bendungan pun
hampir selesai dikerjakan. Aku bermohon kepada Sang Hyang Tunggal agar maksud
Sangkuriang tidak terwujud. Lalu aku menebarkan irisan boeh rarang (kain putih
hasil tenunannya), ketika itu pula fajar pun merekah di ufuk timur. Sangkuriang
menjadi gusar, dipuncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro
dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan
menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut
kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah
utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Lalu Sangkuriang
terus mengejar aku, aku pun berlari kearah Gunung Putri.Sangkuriang pun
kehilangan jejakku, dan di gunung itu aku bersembunyi dari kejaran Sangkuriang
dan Sang Hyang Tunggal mengutukku menjadi setangkai bunga jaksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar