STASIUN KOTA
Aku
masuk stasiun Kota sekitar pukul sebelas siang. Tidak
begitu dipadatkan oleh pengunjung stasiun Kota Jakarta pada saat seperti ini. Orang-orang sedang bekerja, sudah
terlewat waktu masuk kerja dan belum tepat waktunya jam pulang kerja. Stasiun dipenuhi oleh
pelajar SMP dan SMA, seorang bapak tua bersama istri ketiga anaknya yang sedang menunggu di samping kanan
loket utama agaknya akan pulang ke kampung menunggu kereta yang berangkat ke
Jawa dengan beberapa buah kadrus mie dijinjingnya dan satu buah tas ransel
dipundak istrinya.
Pada Selasa
siang seperti ini, terlihat beberapa orang berjalan terburu-buru yang
sepertinya jam masuk kerja siang. Pada deretan samping kanan dan kiri rel
kereta nomor lima, orang-orang berderet memenuhi pinggiran rel kereta menunggu
kereta datang. Para pedagang siap melayani penumpang kereta yang sedang
menunggu kereta datang.
Aku duduk di ujung deretan bangku
tunggu stasiun ini, terlihat di sekeliling toilet berjajaran pedagang asongan
memenuhi pinggiran koridor stasiun sebelah barat. Pada jajaran yang paling ujung
terlihat pedagang pecel, dua pedagang kopi seduh, satu-dua pedagang rokok dan
permen. Semua pedagang ini menggunakan keranjang-keranjang kecil yang disusun
lalu diikat pada sisi-sisi ujung jinjingan keranjang, ada pula pedagang pecel
yang menggendong keranjangnya menggunakan kain batik dan keranjang lain
dijinjingnya sebagai tempat gorengan-gorengan jajakannya.
Terdengar suara klakson kereta yang
datang dari arah stasiun Bogor, makin lama makin keras. Orang-orang yang
menunggu berdesakkan semakin ke sisi rel kereta, petugas keamanan berlarian
megamankan para penumpang agar tidak melewati garis batas lintasan rel yang
sudah ada. Kelihatannya beberapa orang sudah terbiasa dengan hal seperti itu,
mereka hanya menunggu di barisan paling belakang tanpa berdesak masuk ke dalam
kereta.
Penumpang pun masuk memenuhi seluruh
isi kereta jurusan Bogor ini. Kereta terus berjalan pelan meninggalkan stasiun,
pangkal kereta menghilang dari pandanganku an kemudia suara mesin kereta pun
lenyap ditelan kebisingan obrolan gerombolan plajar di samping kiriku.
Saat siang
sepanas ini, pedagang es teh yang bekeliling ke seluruh sudut stasiun
diburu pengunjung. Terlihat seorang pedagang es yang sama sedang menghitung pendapatannya
siang ini di sudut ATM Bersama, agaknya pedagang itu sudah biasa menghitung
penghasilannya di tempat itu. Sudah ada pedagang mainan, kebanyakan wanita,
berkumpul di ujung utara. Hari mulai senja,
inilah saatnya jam pulang kerja di Jakarta. Matahari
sudah menghilang satu-dua orang memenuhi loket dengan wajah yang nampak
sangat lelah. Para pedagang yang terlihat capek sejak tadi siang berkeliling
menjajakkan dagangannya masih bersemangat menawar-nawarkan kepada setiap
penumpang.
Ketika aku melewati antrian loket
yag begitu panjang itu terlihat seorang pria setengah baya menyendak ke depan
barisan dan membuat gaduh antrian. Hari sudah senja
tetapi petugas stasiun belum menyalakan lampu loket karna disibukan oleh
banyaknya penumpang yang membeli tiket dan kerusuhan yang dibuat orang pria
itu. Terdengar teriakan bising seorang wanita yang ternyata tas yang
dijinjingnya sudah hilang dari genggamannya, orang-orang berteriak gaduh “Maling!”
Percakapan ramai terjadi, antrian terhenti sedangakan kereta sudah datang.
Ketika itu petugas keamanan langsung mengejar pria setengah baya itu.
Langit sudah
gelap,di tengah-tengah kesibukan luar biasa seperti itukelihatan dua
anak lelaki, sekitar enambelas tahun, berlari-lari berpakaian seragam SMP.
Tidak lama kemudian mereka berlari tanpa memperhatikan langkahnyake dekat pagar
tanaman di tengah rel menabrak seorang pedagang es teh keliling sampai semua
dagangannya tumpah. Pedagang lelaki itu mengamuk dan memukul kedua pelajar tadi
dan meminta uang ganti rugi. Sebentar
lagi seorang lelaki tua menghampiri keributan itu untuk mendamaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar