2013/05/18

DESKRIPSI BERBAGAI KEJADIAN DALAM WAKTU YANG LAMA


STASIUN KOTA
Aku masuk stasiun Kota sekitar pukul sebelas siang. Tidak begitu dipadatkan oleh pengunjung stasiun Kota Jakarta pada saat seperti ini. Orang-orang sedang bekerja, sudah terlewat waktu masuk kerja dan belum tepat waktunya jam pulang kerja. Stasiun dipenuhi oleh pelajar SMP dan SMA, seorang bapak tua bersama istri ketiga  anaknya yang sedang menunggu di samping kanan loket utama agaknya akan pulang ke kampung menunggu kereta yang berangkat ke Jawa dengan beberapa buah kadrus mie dijinjingnya dan satu buah tas ransel dipundak istrinya.
            Pada Selasa siang seperti ini, terlihat beberapa orang berjalan terburu-buru yang sepertinya jam masuk kerja siang. Pada deretan samping kanan dan kiri rel kereta nomor lima, orang-orang berderet memenuhi pinggiran rel kereta menunggu kereta datang. Para pedagang siap melayani penumpang kereta yang sedang menunggu kereta datang.
            Aku duduk di ujung deretan bangku tunggu stasiun ini, terlihat di sekeliling toilet berjajaran pedagang asongan memenuhi pinggiran koridor stasiun sebelah barat. Pada jajaran yang paling ujung terlihat pedagang pecel, dua pedagang kopi seduh, satu-dua pedagang rokok dan permen. Semua pedagang ini menggunakan keranjang-keranjang kecil yang disusun lalu diikat pada sisi-sisi ujung jinjingan keranjang, ada pula pedagang pecel yang menggendong keranjangnya menggunakan kain batik dan keranjang lain dijinjingnya sebagai tempat gorengan-gorengan jajakannya.
            Terdengar suara klakson kereta yang datang dari arah stasiun Bogor, makin lama makin keras. Orang-orang yang menunggu berdesakkan semakin ke sisi rel kereta, petugas keamanan berlarian megamankan para penumpang agar tidak melewati garis batas lintasan rel yang sudah ada. Kelihatannya beberapa orang sudah terbiasa dengan hal seperti itu, mereka hanya menunggu di barisan paling belakang tanpa berdesak masuk ke dalam kereta.
            Penumpang pun masuk memenuhi seluruh isi kereta jurusan Bogor ini. Kereta terus berjalan pelan meninggalkan stasiun, pangkal kereta menghilang dari pandanganku an kemudia suara mesin kereta pun lenyap ditelan kebisingan obrolan gerombolan plajar di samping kiriku.
            Saat siang sepanas ini, pedagang es teh yang bekeliling ke seluruh sudut stasiun diburu pengunjung. Terlihat seorang pedagang es yang sama sedang menghitung pendapatannya siang ini di sudut ATM Bersama, agaknya pedagang itu sudah biasa menghitung penghasilannya di tempat itu. Sudah ada pedagang mainan, kebanyakan wanita, berkumpul di ujung utara.  Hari mulai senja, inilah saatnya jam pulang kerja di Jakarta. Matahari sudah menghilang satu-dua orang memenuhi loket dengan wajah yang nampak sangat lelah. Para pedagang yang terlihat capek sejak tadi siang berkeliling menjajakkan dagangannya masih bersemangat menawar-nawarkan kepada setiap penumpang.
            Ketika aku melewati antrian loket yag begitu panjang itu terlihat seorang pria setengah baya menyendak ke depan barisan dan membuat gaduh antrian. Hari sudah senja tetapi petugas stasiun belum menyalakan lampu loket karna disibukan oleh banyaknya penumpang yang membeli tiket dan kerusuhan yang dibuat orang pria itu. Terdengar teriakan bising seorang wanita yang ternyata tas yang dijinjingnya sudah hilang dari genggamannya, orang-orang berteriak gaduh “Maling!” Percakapan ramai terjadi, antrian terhenti sedangakan kereta sudah datang. Ketika itu petugas keamanan langsung mengejar pria setengah baya itu.
            Langit sudah gelap,di tengah-tengah kesibukan luar biasa seperti itukelihatan dua anak lelaki, sekitar enambelas tahun, berlari-lari berpakaian seragam SMP. Tidak lama kemudian mereka berlari tanpa memperhatikan langkahnyake dekat pagar tanaman di tengah rel menabrak seorang pedagang es teh keliling sampai semua dagangannya tumpah. Pedagang lelaki itu mengamuk dan memukul kedua pelajar tadi dan meminta  uang ganti rugi. Sebentar lagi seorang lelaki tua menghampiri keributan itu untuk mendamaikan.

Tidak ada komentar: