Hobi Baca, Profesi : Pengajar Dan Penikmat Wayang
Sore
Itu 9 Januari 2014, udara begitu sejuk terasa. Cuaca yang kurang bersahabat
semakin membuat saya lebih berkonsentrasi memikirkan tugas membuat profil. Sejenak
saya tengok langit sore, beberapa awan bergelayut manja di langit jakarta. Sebuah
ide saya dapatkan untuk membahas kesenian wayang. Akhirnya saya mengirim sms
kepada Pak Bahtiar mengajak bertemu untuk wawancara, namun sayang jadwal beliau
sangat padat sehingga wawancara pun harus saya lakukan lewat whatsapp.
Nama lengkapnya Ahmad Bahtiar,
M.Hum. Pak Abah, begitulah sapaan akrabnya. Seorang laki-laki bertubuh tinggi
besar dan berkulit sawo matang, kelahiran Pedes, Karawang pada 18 Januari 1976.
Pendidikannya dimulai dari sekolah Dasar dan sekolah menengah di kota Karawang.
Kemudian menyelesaikan S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di FKIP
Universitas Pakuan Bogor (1998), lalu dilanjutkan
S2 Program Magister Susastra Indonesia di UI (2006). Pengalaman sebelumnya beliau pernah mengajar
di beberapa sekolah seperti SMA Al Azhar Plus Bogor (1999), SMA Dwiwarna Boarding School, Bogor
(1999-2008), dan International
Islamic Education Council,
Jakarta (2008- 2010).
Beliau diangkat sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Agama RI
sebagai dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tahun 2009. Segudang kegiatan beliau kantongi, karena selain
mengajar, membimbing skripsi di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
(PBSI), FITK dan Ilmu Hukum, FSH beliau juga sering menyunting bahasa jurnal
terakreditasi UIN Jakarta, Ahkam.
Kegiatan lainnya sebagai dosen UIN
adalah melakukan penelitian yang diantaranya
adalah “Penerapan EYD Skripsi Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” sejak tahun
2010 dan “Internalisasi Nilai-nilai Sufistik Drama Indonesia Modern” pada tahun 2013.
Kegiatan lainnya selain menulis dan menyunting di beberapa jurnal,
beliau juga menulis beberapa buku Sejarah
Sastra Indonesia (Lemlit UIN Jakarta, 2011), Kajian Puisi (Unindra Press, 2013), Metode Penelitian Sastra (Pustaka Mandiri, 2013) dan menyunting beberapa buku lainnya. Selain menjadi dosen di UIN Jakarta,
beliau juga mengajar mata kuliah Bahasa Indonesia umum dan berbagai mata kuliah
sastra Indonesia di beberapa kampus seperti Universitas Indraprasta PGRI, Universitas Pamulang, Universitas
Paramadina, dan Universitas Al Azhar Indonesia. Kegiatan di luar kampus
adalah menjadi pembicara nasional tentang bahasa dan sastra juga sebagai asesor
sertifikasi untuk guru-guru di
lingkungan Kementerian Agama RI.
Menyinggung hobinya yang suka
mengoleksi beberapa komik wayang, ceritanya dimulai sejak beliau masih kecil. Berawal
dari setiap kunjungan beliau ke rumah kakeknya, sejak saat itulah beliau tak
pernah absen membaca koleksinya dan bahkan beberapa diantaranya beliau bawa
pulang. Kesukaan beliau terhadap wayang diperkuat dengan banyaknya tayangan
wayang golek di televisi pada saat itu. Beliau dan keluarganya sangat meenyukai
wayang golek, karena salah satu kesenian orang sunda yang paling dibanggakan.
“Kakek saya juga penyuka wayang, beliau
banyak sekali koleksi wayang. Saking seringnya dikasih komik-komik wayang,
akhirnya saya jadi mengoleksinya, baik cerita-cerita pakem maupun sempalan”
ungkap beliau mengenang masa kecilnya.
Koleksi wayang tersebut beliau
teruskan sampai duduk di bangku kuliah. Ayah satu anak ini menuturkan “Sejak duduk di bangku kuliah saya
mengoleksi komik wayang terbitan Elekmedia computindo”. Rupanya komik
terbitan Elekmedia computindo menerbitkan ulang karya RA Kosasih namun dalam
versi kecil, seperti komik manga. Manga adalah komik-komik buatan jepang,
namun sayangnya penerbit itu hanya menerbitkan cerita Ramayana dan Mahabarata
saja sedangkan cerita-cerita lain karya Ra Kosasih lainnya tidak diterbitkan
lagi.
Komik wayang karya pengarang
legendaris RA Kosasih memang sudah menjadi idola baru dalam hidup beliau,
karya-karyanya yang bagus sangat disukai banyak kalangan. Dari sebuah hobi
itulah akhirnya mengantarkan beliau menjadi dosen Sastra wayang di Universitas
Pamulang.
“ Saat belajar Sastra saya
menemukan bahwa banyak karya sastra berlatar wayang, itu membuat wawasan dan
kecintaan saya pada wayang semakin bertambah”. Jelas
dosen sastra wayang Universitas Pamulang.
Wawancara pun terpaksa saya tunda
untuk melaksanakan shalat maghrib dahulu, sejenak saya renungkan sebagian hasil
wawancara dengan beliau. Cukup menarik dan membuat saya semakin jatuh cinta
dengan kesenian wayang, khususnya wayang golek yang berasal dari tanah
Pasundan. Tepat pukul 19.30 wawancara
lewat whatsapp pun saya lanjurkan kembali.
Hingga saat ini beliau terus
menekuni hobinya mengoleksi komik-komik wayang. Untuk menambah koleksinya beliau
terus mencari komik-komik dan buku-buku wayang baik di pameran maupun di toko-toko termasuk komik-komik yang
sekarang disatukan, tidak lagi perepisode untuk menularkan wayang kepada
mahasiswa.
Apresiasi tinggi beliau tunjukan
untuk Universitas Pamulang yang telah mengadakan mata kuliah Sastra wayang,
yang diharapkan bisa menumbuhkan kecintaan mahasiswa terhadap kesenian dan
cerita wayang. Alangkah lebih baiknya jika mata kuliah Sastra wayang itu didukung
dengan mengadakan atau mengunjungi pameran tentang berbagai jenis dan cerita
wayang yang ada di seluruh Indonesia. Namun hendaknya kegiatan tersebut harus
dikemas semenarik mungkin, misalnya mengadakan Seminar Nasional atau Internasional
tentang wayang dan disesuaikann dengan perkembangan zaman tanpa mengubah ciri
khas dari wayang tersebut.
Diantara sekian banyak cerita-cerita
wayang, beliau lebih sering membahas mengenai Kisah Mahabarata, dan Ramayana.
Tak luput juga beberapa puisi karya pengarang ternama seperti Gunawan Muhamad,
dan Sapardi Djoko Damono sering di bahasnya. Kecintaan beliau kepada cerita
wayang adalah sebagai bentuk pelestarian budaya, karena beberapa tahun terakhir
peminat cerita wayang perlahan-lahan mulai memudar seiring perkembangan zaman.
Sebuah profesi bisa disebabkan dari
kecintaan terhadap sesuatu. Menurut pandangan beliau, dari sebuah cerita wayang
kita bisa menggali lebih dalam suatu pesan budaya yang bisa dijadikan contoh,
baik dalam kehidupan maupun sebagai inspirasi, kita bisa menciptakan suatu
karya dengan latar belakang cerita wayang namun disesuaikan dengan keadaan
zaman sekarang.
Tak terasa sudah di penghujung
malam, akhirnya wawancara lewat Whatsapp pun
saya sudahi, rasa lega tiba-tiba saja menjalar memenuhi tubuh. Segera ku susun
hasil wawancara ini dan mempostingnya di
blogger.
1 komentar:
Perhatikan -> "Sore Itu 9 Januari 2014, udara begitu sejuk terasa. Cuaca yang kurang bersahabat semakin membuat saya lebih berkonsentrasi memikirkan tugas membuat profil", sejuk dan kurang bersahabat dua hal yang berlawanan. Oh iya, Pak Abah anaknya dua hehehe. Harusnya bs fokus pada masalah "penikmat wayang" kalau pengajar kurang menarik.
Posting Komentar