2013/06/16

MODIFIKASI DONGENG DENGAN GAYA KILAS-BALIK


MALIN KUNDANG

Diceritakan kembali oleh
Nurkomariah



Di sore hari, seorang ibu yang sedang duduk dipelataran rumahnya terlihat yang sedang memikirkan anaknya yang durhaka dan ia kutuk menjadi batu. Ia kasihan melihat sang anak yang telah ia kutuk menjadi batu, tapi apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur. Akibat rasa sakit hati yang tidak tertahan lagi sang ibu mengutuk anak satu-satunya menjadi batu. Ia mengutuk anaknya karena kelakuan yang sangat durhaka kepada orang tuanya.
“Sedang apa kamu bu, sore-sore seperti ini duduk diteras sendirian?”. Tanya sang suami yang bernama Abdul Manaf.
“Ibu sedang memikirkan anak kita pak, ibu merasa bersalah telah mengutuk anak kita satu-satunya menjadi batu”. Jawab sang ibu dengan rasa sedih.
“Biarlah ibu, ia sudah sangat durhaka kepada kita sebagai orant tuanya sendiri. Ia sudah sangat tega menganggap kita sebagai pembantunya dan bahkan sebagai bintang. Biarkan saja ia merasakan apa yang telah ia perbuat pada kita bu”. Jawab sang suami dengan rasa kesal.
“Bagaimana pun Malin tetap anak kita pak, Malin anak kita satu-satunya”. Kata sang ibu dengan bercucuran air mata.
Malam ini tepat malam purnama. Biasanya wujud Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu akan menampakan dirinya. Walaupun tidak semua orang bisa melihat batu tersebut.
Suatu ketika ada seorang gadis cantik dari desa seberang melewati hutan sendirian, gadis itu bernama Dewi Sekar Wangi. Gadis ini tidak mengetahui  hutan yang biasa ia lewati terdapat sebongkah batu dan batu itu adalah seorang lelaki yang dikutuk oleh ibunya karena sudah berbuat durhaka kepadanya dan orang tuanya.
Ketika ia mulai masuk kedalam hutan, ia mendengar suara seorang lelaki yang meminta tolong. Karena penasaran dimana sumber suara itu berada, Sekar biasa ia dipanggil, mencari mencari sumber suara itu.
“Sepertinya aku mendengar suara lelaki yang meminta tolong, tapi dimana asal suara itu, tidak mungkin ada orang didalam hutan  karena hari sudah semakin gelap”. Gumam sang gadis dalam hati.
“Tolong, tolong, tolong saya!!!” kata batu itu.
Karena semakin penasaran Sekar tetap mencari sumber suara itu, padahal ia tahu hari sudah semakin gelap. Setelah hampir tiga jam ia mencari sumber suara itu, tapi tidak menemikan hasil Sekar tidak menemukan dimana sumber suara itu berada.
Karena Sekar sudah sangat lelah dan ia takut orang tuanya khawatir padanya karena hari sudah makin malam seperti ini, ia belum juga pulang kerumah. Sekar pun memutuskan untuk pulang meski dalam hatinya ia masih penasaran dimana asal suara itu berada.
Keesokan paginya, karena rasa penasaran yang begitu besar, Sekar pergi kehutan  untuk mencari dimana asal suara itu berada.  Sudah hampir satu bulan, Sekar keluar masuk hutan demi mencari sumber suara itu tapi usaha itu semua tidak ada hasilnya. Ia tidak mendapati dimana asal suara itu berada.
Ketika ia pergi ke pasar, tak sengaja ia mendengar sekumpulan ibu-ibu yang membicarakan seorang anak laki-laki yang dikutuk oleh ibunya sendiri karena perbuatannya yang sangat durhaka. Tetapi Sekar tidak terlalu mendengar pembicaraan ibu-ibu itu dikarenakan harus cepat pulang karena ia sedang ditunggu oleh ibunya dirumah.
Setiba dirumah, Sekar menanyakan perihal cerita yang tadi ia dengar dari pasar tentang desa seberang kepada ibunya.
“Ibu aku ingi bertanya sesuatu kepada ibu”. Tanya Sekar dengan penuh rasa penasaran.
 Dan ibunya pun langsung menjawab pertanyaan anaknya itu.
“Kamu mau bertanya apa Sekar?”. Jawab sang ibu.
“Aku ingin bertanya apakah ibu pernah mendengar cerita dari desa seberang, tentang seorang anak laki-laki yang dikutuk oleh ibunya”. Tanya Sekar dengan penuh tanda tanya besar.
“Oh itu, oya ibu pernah mendengar tentang cerita itu tapi tidak terlalu jelas, menurut yang ibu dengar , laki-laki itu adlah seorang anak yang durhaka kepada orang tuanya sendiri dan ia dikutuk oleh ibunya menjadi batu”. Jawab sang ibu.
“Jadi seperti itu bu ceritanya”. Jawab Sekar. Seakan-akan beban yang ada dikepalanya lenyap seketika, setelah mengetahui semuanya.
Ketika Sekar tidak sengaja melewati hutan tersebut dan pada saat itu tepat malam purnama, dan hujan begitu lebat maka Sekar berhenti sebentar dibawah pohon besar untuk melindungi dirinya dari hujan dan petir yang begitu besar. Disaat itu pula ia kembali mendengar suara minta tolong dari arah belakang badannya. Setelah ia mengetahui suara  minta tolong itu dari sebongkah batu dan ia mendekati batu itu dan berkata:
“Wahai batu siapa kau sebenarnya, kenapa kau menjadi  sebongkah batu seperti ini”. Kata Sekar.
Tetapi batu itu terus meminta tolong, tanpa menjawab pertanyaan dari Sekar.
Karena ia tidak tega melihat batu itu terus meminta tolong dan menangis maka Sekar mencium batu itu. Dan saketika batu itu berubah menjadi sesosok pria yang sangat tampan, Sekar pun terkejut melihat batu itu berubah menjadi manusia. Sekar bersembunyi dibalik pohon besar, dan pada saat itu hujan menjadi begitu sangat lebat dan petir tak henti-hentinya menyambar muka bumi ini. Dan setelah batu itu berubah menjadi manusia yang tampan, pria itu berkata kepada Sekar:
“Terima kasih putri, kau telah menyelamatkan ku dari kutukan ini” kata pemuda itu dengan rasa penuh terima kasih.
“Aku tidak merasa membantumu”. Jawab Sekar dengan gemetar.
“kau telah mencium ku dengan penuh ketulusan, maka dengan seketika aku bebas dari kutukan ini”. Jawab Malin.
Malin pun menceritakan kepada Sekar  mengapa ia bisa dikutuk menjadi batu seperti ini oleh orang tuanya. Dan pada saat itu Malin menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya kembali.
Singkat cerita, setelah kejadian waktu itu Malin dan Sekar menikah, mereka mempunyai satu anak putra dan satu anak putri. Dan sikap Malin kepada orang tuanya menjadi begitu baik dan sopan, Malin pun menjadi seorang saudagar kaya dan dikenal sebagai saudagar yang baik hati.
Tapi itu semua tidak bertahan lama sikap Malin berubah  180o, Malin mulai bersikap  sombong dan angkuh. Malin pun kembali kesikap semula, Malin bersikap durhaka kepada orng tuanya dan tidak segan-segan jika orang tuanya melakukan kesalahan Malin langsung memukuli mereka tanpa ampun.
Pada saat itu sang ibu sedang shalat lalu berdo’a kepada Allah SWT sambil menangis. Ibu Malin menangisi mengapa anaknya berubah kembali menjadi anak yang durhaka kepada orang tuanya. Dan pada saat itu pula ibu Malin berdo’a agar anaknya kembali dikutuk menjdi batu, setelah ibunya mengucapkan semua keluh kesah sikap anaknya terhadap dirinya, hujan pun turun dengan sangat lebat dan pada saat itu juga Malin berubah menjadi batu untuk kedua kalinya.







3 komentar:

Friyansyah mengatakan...

Keren ci ceritanya. Tapi teragis kisanya sampai 2 kali di kutuk jadi batu. Kutukan ke dua bersambung ya.

pulpenamiami mengatakan...

wahh.. ternyata berbeda dalam cerita keahliannya,hehe

Ruang Kata-kata mengatakan...

Hehehe menarik, konflik dan klimaks cukup jelas. Semoga makin semangat menulis :-)