BULETIN
CINTA
Oleh: Ayu Safitria
K
|
ali
ini Senja tak ingin mengirimkan pesan singkat melalui telepon genggamnya
terlebih dahulu kepada Fajar, tidak seperti biasanya. Wajahnya muram
seakan-akan menggambarkan ingin melakukan sesuatu tetapi tidak bisa. Pagi ini
matahari bersinar lembut. Tadi malam hujan yang mendadak membuat orang-orang
kaget namun berlega hati. Kemarau tiba-tiba terputus sejenak seperti hati Senja
yang semenjak membaca pesan singkat itu menjadi gelisah.
Sebelum peristiwa itu terjadi,
hari-harinya tidak seperti ini. Walaupun setiap harinya air mata Senja selalu
tertetes, setidaknya banyak hal yang dibuat Fajar membuat bibir kecilnya
terseret manis. Walaupun mereka selalu berada di kelas yang sama tetapi
kedekatannya dimulai sejak mereka di semester tiga. Kedekatan itu pun tidak
sesingkat yang dibayangkan, Fajar sakit dan dirawat berbulan-bulan tanpa ada
teman satu kelasnya yang tahu hal itu. Seketika Fajar kembali masuk kuliah
layaknya mahasiswa baru. Penampilannya berbeda sekali, dulu rambutnya masih panjang,
kuku ibu jari tangan kirinya yang panjang sekitar 25cm sudah ia potong.
Senja tertegun memandangnya, hasrat
untuk menjadi kekasihnya tumbuh setiap waktu. Ia mulai berani mengirimkan BBM
kepada Fajar tanpa menyebutkan siapa dia. Suatu ketika dosen mereka
memberikan tugas berupa tugas pembuatan buletin kelas dengan berkelompok. Tak
ragu, Senja langsung mencantumkan nama Fajar ke dalam daftar nama anggota
kelompoknya. Fajar tidak menolak, karena ketika itu dirinya belum mendapatkan
kelompok. Memang, para anggota kelompok yang lain bilang kalau Fajar bisa
bertanggung jawab atas tugasnya.
Sebagai anggota kelompok yang baik,
Fajar datang ke tempat Senja dan kawan yang lain berkumpul untuk berdiskusi
secara formal.
“Maaf sebelumnya, gue belum begitu kenal sama semua mahasiswa kelas ini”
“Yaudah lu
kenalan dulu aja” Fajar tertegun sambil mengarahkan kedua matanya ke arah Senja
“Klo sama lu, gue udah kenal kok”
Mereka mulai berdiskusi dengan
anggota kelompok yang lain. Keesokan harinya mulai terlihat bahwa tugas itu
membuat mereka semakin berdekatan. Tugas itu pun menjadi alasan Fajar sesekali
mengunjungi kost milik Senja, begitu
sebaliknya. Mereka menjadi sering bertemu dan sering melakukan banyak
perbincangan setiap harinya.
Perasaan itu mulai tak tertahan oleh
Senja, awalnya ia bertahan menahan perasaan terpendamnya kepada Fajar tapi
justru keadaan mereka saat itu mendukung perasaan Senja semakin menjadi.
Suatu ketika, Fajar, Senja, Mia dan
Nisa berkumpul di kost milik Fajar,
Senja melihat-lihat seisi ruangan, mengarahkan pandangannya ke dinding yang
begitu banyak kertas-kertas yang menempel di setiap sudutnya tidak sengaja
Senja melihat secarik foto perempuan tertempel rapi di salah satu bagian
dinding yang beralaskan sterofoam.
“Siapa dia?” sambil menunjuk foto itu.
“Oh, itu mantan gue. Udah lama juga putus, dia udah nikah” jawabnya tegas.
“Kayaknya berkesan banget sampe masih
ditempel sampai sekarang..” Senja menyindir kesal.
Mia dan Nisa yang juga bagian dari
kelompok mereka juga ikut bertanya dan memancing Fajar untuk bercerita
perempuan di foto itu di tengah-tengah diskusi mereka tentang buletin yang
sedang mereka buat. Senja yang sedang asik dengan laptopnya diam menyimak seakan tidak mau tahu. Kesal ketika itu,
hal tadi siang masih difikirkannya hingga larut malam.
Suatu ketika, air mata Senja
tertetes sedih. Tidak ada yang tahu tentang perasaannya, dirinya semakin ingin
memiliki Fajar tanpa terkecuali. Dian mulai memberanikan diri mengeretik pesan
singkat kepada Fajar bertuliskan “gue
itu suka sama lo, tolong ngerti
yaa..” Dengan rasa malu dia kirimkan pesan itu. Senja menunggu telepon
genggamnya berbunyi nada pesan. Tidak berdering. Hal itu tak sesekali ia alami.
Senja terbiasa dengan beribu-ribu pesan yang ia kirim kepada Fajar namun tidak
pernah dibalas.
Balasan pesan yang ditunggunya kali
itu tidak membangunkannya dari tidur karna lama menunggu. Saat pagi datang,
Senja membacanya dan menangis. Tenyata isi pesannya,
“Hahahaha, jangan main-main. Semuanya teman
kok”
Jawaban itu membuat hatinya sakit,
membuat ia menangis sesekali membuang perasaannya. Cintanya tidak terbalas.
Perasaannya tertuju kepada orang yang salah. Pesan itu membuat tiap kali
pertemuannya dengan Fajar menjadi canggung. Dan Senja memutuskan untuk membuang
perasaannya dengan menggantinya dengan orang lain. Buletin yang mereka buat
bersama-sama diserahkannya kepada Fajar untuk meneruskan menyelesaikannya.
Di tangga pintu belakang kampus, tak
kurang dua belas orang berjejel. Semua perempuan. Semua mahasiswa jurusan
Sastra Indonesia. Dua diantaranya menghalangi pandangan Fajar. Tangannya meraih
jari-jari Senja yang ketika itu dia tidak ada kesempatan untuk menanyakan
alasan Senja menjauh darinya. Ketika Senja menoleh, dengan cepat Senja
melepaskan genggaman tangan Fajar.
“Lo
kenapa si? Ada yang salah sama gue?
Sikap lo gak usah kayak gini!” tegasnya kepada Senja sambil berjalan cepat.
“Gue
gak mau aja punya perasaan lebih sama lo,
gue cuma pengen ngejauh aja biar
bisa lupa tentang perasaan ini” jawab Senja dengan wajah penuh kecewa.
“Gak perlu ngejauh!” bentaknya.
Siaran televisi menjelang malam itu
kembali dengan program yang dia gemari. Malam ini, siaran itu menyajikan dua
pasang kekasih yang sedang bertengkar, melihat program acara televisi itu Fajar
teringat kejadian siang tadi yang membuatnya terheran mengapa ia melarang Senja
untuk menjauh. Fajar menyadari bahwa dirinya hanya menganggap Senja seorang
teman sekelasnya tetapi malam itu membangunkannya dari mimpi panjang mengingat
tiga tahun belakangan itu Fajar tidak mau berpacaran.
Fajar terbiasa mendapatkan pesan
singkat dari Senja yang walaupun sekedar mengingatkannya untuk beribadah dan
makan, tetapi hari itu Senja tak juga mengirimkannya kata-kata itu. Fajar
mencoba mengirim pesan terlebih dulu kepada Senja.
Dengan terheran, Senja melihat
telepon genggamnya bergetar dan bertuliskan SATU PESAN BARU DARI FAJAR. “Kemana
aja? Kok gak ada kabarnya?”
Dengan senangnya saat membaca pesan
itu. Berpikir ulang ketika Senja hendak membalasnya dengan kata yang manis. Dia
anggap bahwa Fajar tidak pernah mempunyai perasaan yang sama terhadapnya. Pesan
yang sudah ia ketik pun dihapusnya kembali.
Dari kejauhan, Fajar sedang menunggu
balasan pesan itu. Dia pun mengetik ulang pesan kepada Senja dengan isi
pesannya hanya lambang sedih “L” Senja tertawa kecil saat membacanya.
Di bawah sinar matahari, ketika
waktu perkuliahan tekah selesai. Di sebelah kanan lift naik. Fajar mendekati
Senja perlahan. Membisikkannya tentang hal yang mengingatkannya bahwa tugas
buletin mereka telah selesai dan harus dicetak. Fajar memintanya menemani saat
mencetak buletinnya.
Entah siapa yang mulai, percakapan
mereka menjadi begitu serius. Merasa dirinya tidak pantas menjadi kekasih
Fajar, Senja pun mengutarakan kekesalan dan kekecewaannya
“Yaudahlah lo jadian aja sama cewek lain biar gue benci sama lo,
daripada terus-menerus gue harus
mengagumi lo dalam diam” ucap Senja sambil menundukkan kepalanya.
“gak bisa.. aku maunya kamu tetap sama aku”
“ Tetap jadi Senja yang selalu mengagumiku
dengan timbal balik dari aku sendiri!”
Beberapa puluh menit kemudian, Fajar
memberanikan dirinya mengutarakan apa yang selama ini dia rasa. Suatu hal yang
mustahil terjadi, menurut Fajar, Sudi adalah perempuan untukterhebat yang mampu
mengalahkan egonya demi mempertahankan perasaannya walaupun Fajar sempat tidak
ada respon balik terhadapnya. Hingga akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih
yang bertemu setiap hari di dalam kelas.
Fajar dan Senja satu pasang kodrat
untuk saling mengawali dan mengakhiri harinya dengan baik.