BAB I
PENDAHULUAN
1. Pengarang Tidak Puas
Ernest
Hemingway, pengarang Amerika sebagai orang yang sering kecewa jika novelnya
diangkat ke layar putih. Motinggo Busye adalah orang yang terdorong untuk
terjun ke dunia film karena merasa kecewa dengan scenario (malam jahanam).
Armijn Pane pun pernah mengalami kekecewaan
serupa pada dramanya yuang berjudul antara
bumi dan langit. Tidak saja nilai sastranya yang tidak terungkap bahkan
jadi rusak sama sekali, Armijn pun tidak bersedia namanya dicantumkan sebagai
penulis cerita.
Begitupun
dengan Achdiat K. Mihardja, ia menganggap bahwa novel Atheis belum sepenuhnya
terungkap dalam film Atheis yang di sutradarai oelh Sjuman Djaya(1975). Nama-nama
pengarangyang sudah disebut tadi sudah menunjukan adanya persoalan jika sebuah
novel di pindahkan ke fim.
2. Penonton kecewa
ketidakpuasan
dan kekecewaan tadi tidak hanya datang dari pihak pengarang. Penonton film juga
sering kecewa menonton film yang didasarkan pada novel-novel tertentu.
Film
Doctor Zhivago yang di sutradarai David Lean. Ketika penulis tanyakan ‘mengapa
kecewa’ dan orang itu menjawab Filmnya tidak seindah Docter Zhivago-nya Boris
Pasternak. Dalam novel kita temukan bagian-bagian yang halus tetapi dalam film
tidak menemukanya.
Begitu
pula ketika cerita lupus (karya Hilman Hariwijaya) difilmkan oleh Achiel
Nasrun (1987), sebagian penonton film
lupus kecewa karena tokoh poppi menjadi agresif dalam film, sedangkan dalam
buku asli tidaklah demikian.
3. Tentang Buku Ini
unsur-unsur
yang menjadi tulang punggung sebuah novel, seperti: cerita, alur, penokohan,
latar, suasana, gaya, dan tema/amanat. bab III mencoba membicarakan hal-hal
yang menyangkut pemindahan novel ke film, yang dalam buku ini disebut
ekranisasi.
4. Istilah dan Ejaan
Istilah-istilah
asing yang lazim dijumpai di dunia film sedapat mungkin penulis alihkan ke
bahasa indonesia. Bila sulit ditemukan padanannya, akan dipakai bentuk aslinya.
Kutipan-kutipan dari
novel akan ditulis menurut ejaan bahasa indonesia yang disempurnakan (1972),
termasuk kutipan dan novel yang terbit sebelum tahun 1972.
BAB II
NOVEL DAN FILM
1. Cerita
Menurut
Forster, cerita adalah pengisahan kejadian dalam waktu dan cerita adalah basis
sebuah novel. Tanpa kehadiran cerita, sia-sialah usaha seorang pengarang untuk
berkomunikasi dengan orang lain (pembaca), sebab orang tidak akan menemukan
apa-apa dalam novel bersangkutan. Lebih jauh lagi, seseorang tak mungkin
menulis novel dengan mengabaikan unsur cerita.
Novel
menyampaikan cerita, ide, amanat atau maksudnya dengan pertolongan kata-kata.
Oleh sebab itu, kata-kata menempati kedudukan penting dalam novel.
Pada
hakikatnya film juga merupakan pengisahan kejadian dalam waktu, tetapi kejadian
dalam film tidak berkonotasi pada kelampauan melainkan berkonotasi pada
kekinian, pada sesuatu yang sedang terjadi.
2. Alur
Pada
permulaan, biasanya pengarang memperkenalkan tokoh-tokohnya. Tokoh yang satu
dihubungkan dengan tokoh lainnya, dari penghubungan ini akan terjadi perbagai
persoalan, yang makin lama makin memuncak, kemudian cerita melaju pada
peleraian, tokoh-tokoh dalam cerita menempuh jalan atau sikap sendiri-sendiri
sampai pada suatu akhir cerita.
Satu
hal yang perlu diperhatikan seorang penulis adalah unsur tegangan (suspense).
Unsur ini penting untuk memancing rasa ingin tahu pembaca akan
kejadian-kejadian selanjutnya.
Disamping
itu, sebuah cerita beralur ganda juga mungkin difilmkan dengan catatan waktu
putaran film itu akan bertambah panjang, meskipun begitu, hal ini tidak selalu
bisa dilaksanakan, mengingat daya tahan mata penonton yang amat sangat terbatas
pula.
3. Penokohan
Menurut
Rene Wellek dan Austin Warren, cara paling sederhana untuk mengenali
tokoh-tokoh novel adalah dengan pemberian nama. Tidak semua tokoh-tokoh novel
mempunyai nama. Misalnya tokoh-tokoh tidak memakai nama, tokoh utama sendiri
hanya disebut tokoh kita. Penokohan berfungsi untuk menunjang cerita dan alur.
Film
pun mempunyai tokoh-tokoh sebagai pelaku dalam sebuah film. Berlainan dengan
cara penampilan tokoh-tokoh dalam novel, film menampilkan tokoh-tokohnya secara
langsung dan secara visual. Dari penampilan tokoh-tokoh film secara langsung
(visual) itulah penonton mengetahui sifat (watak), sikap-sikap dan
kecenderungan-kecenderungan sang tokoh. Disamping itu, orang menonton film
tidaklah seperti membaca novel.
4. Latar
Latar
dalam film ditampilkan secara visual melalui gambar-gambar yang bergerak
berkelanjutan, sehingga apa yang kelihatan di layar putih seolah-olah sedang
terjadi dalam kehidupan sesungguhnya (kehidupan nyata). Apa bila dalam novel
orang (pembaca) hanya bisa membayangkan tempat tinggal seseorang, keadaan satu
keluarga, keadaan masyarakat, dalam film orang ( penonton) menyaksikannya di
depan mata.
5. Suasana
Sebuah
novel tentu mempunyai suasana tertentu. Tindakan tokoh-tokoh akan memberikan
petunjuk bagaimana suasana pada saat itu. Latar pun dapat menunjukan suasana
tertentu, sehingga cerita terasa lebih hidup.
Dalam
membangun suasana cerita, seorang pengarang perlu memperhatikan unsur situasi
yaitu cocoknya situasi pada saat itu dengan suasana yang diungkapkan. Sampai
disini, suasana dapat disimpulkan, suasana adalah jiwa sebuah novel, ia
berfungsi menunjang cerita, alur, penokohan dan latar. Sehingga novel terasa
hidup. dalam novel suasana dalam film juga berfungsi menunjang cerita, alur,
penokohan, dan latar.
6. Gaya
Menurut
Peter Wollen dalam bukunya signs and meaning in the cinema, gambar-gambar
sebgai alat pengucapan film mempunyai tiga dimensi. Pertama, gambar sebgai
indeks, kedua gambar sebagai ikon (icon), dan ketiga gambar sebagai simbol
(bilangan).
Gambar-gambar sebagai
indeks menunjukan masih adanya hubungan objek yang bersangkutan dengan gambar
yang ditampilkan di layar putih. Gambar-gambar sebagai ikon menunjukan gambar
yang kelihatan di layar putih adalah perwujudan dari objek yang bersangkutan.
7. Tema/Amanat
Seorang
pengarang (novelis) tentu saja mempunyai persoalan tertentu yang hendak
dikemukakan atau diutarakan kepada pembaca. Berkaitan dengan tema adalah amanat
atau pesan, amanat adalah sesuatu yang menjadi pendirian. Sikap atau pendapat
pengarang mengenai inti persoalan yang digarapnya. Dengan kata lain, amanat
adalah pesan pengarang atas persoalan yang dikemukakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar