2014/05/02

Review Film dan Novel

BAB 1
PENDAHULUAN

1.      Pengarang tidak puas
Motingo Busye adalah orang yang terdorong untuk terjun ke dunia film karena merasa kecewa dengan scenario (naskah film) yang didasarkan pada lakonnya,
Armijn Pane juga pernah mengalami hal yang sama, dramanya yang berjudul Antara Bumi dan Langit ke layar perak oleh sutradara Huyung (1951). Karena pertimbangan komersial ‘tidak saja nilai sastra yang terkandung dalam karya armijn pane itu tidak terungkap lagi, bahkan jadi rusak sama sekali, dan Armijn Pane tidak besedia namanya dicantumkan sebagai penulis cerita aslinya.
Achdiat K. Mihardja pernah juga menyatakan kesan kesanya setelah menyaksikan film Atheis yang di dasarkan pada novelnya. Achdiat mengaggap bahwa amanat Atheis belum sepenuhnya tertangkap dalam film Atheis.
2.      Penonton Kecewa
Sesungguhnya ketidakpuasan dan kekecewaan tadi tidak hanya dating dari pihak pengarang. Penonton film juga sering kecewa menonton film yang didasarkan pada novel-novel tertentu.
Film Doctor Zhivago yang di sutradarai David Lean. Ketika penulis tanyakan ‘mengapa kecewa’ dan orang itu menjawab Filmnya tidak seindah Docter Zhivago-nya Boris Pasternak. Dalam novel kita temukan bagian-bagian yang halus tetapi dalam film tidak menemukanya.
Dalam film Lupus (karya Hilman Hariwijaya) difilmkan oleh Achiel Nasrun (1987). Sebagian penonton film Lupus kecewa karena tokoh Poppy menjadi agresif dalam film, sedangkan dalam aslinya tidak demikian.
3.      Tentang Buku Ini
Dalam hal ini kita dapat mengajukan dua pertanyaan. Yang pertama faktor-faktor apa saja yang menyebabkan banyak pengarang yang tidak puas bila Novelnya difilmkan?
Kedua, Mengapa penonton film sering kecewa menyaksikan film yang didasarkan pada Novel tertentu? 
Pada Bab II penulis membicarakan tentang cerita, alur, penokohan, latar, suasana, gaya dan tema/amanat. Dan kemudian unsur-unsur tersebut dibandingkan dengan unsure-unsur  Film. Dalam Bab III penulis membahas tentang Ekranisasi yaitu hal hal yang menyangkut pemindahan novel ke film. Perubahan apasajakah yang nantinya terjadi apabila sebuah novel difilmkan .
Bab IV barisi tentang kesimpulan dan saran.
4.      Istilah dan Ejaan
Istilah-istilah asing yang lazim dijumpai di dunia film sedapat mungkin penulis alihkan ke bahasa Indonesia. Bila sulit ditemukan padananya akan dipakai bentuk aslinya.
Kutipan-kutipan dari novel akan ditulis menurut ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1972), termasuk dalam Novel yang terbit sebelum tahun 1972
Bab II
NOVEL DAN FILM
1.      Cerita
Cerita adalah’pengisahan kejadian dalam waktu’ dan cerita adalah ‘basis sebuah novel’ menurut Froster. Tanpa kehadiran cerita sia sialah usaha seorang pengarang untuk berkomunikasi dengan orang lain yaitu pembaca sebab orang tidak akan menemukan apa apa dalam novel yang bersangkutan, lebih lagi seseorang tidak mungkin menulis novel dengan mengabaikan unsur cerita.
Misalkan revolusi oktober tidak meletus di rusia kemungkinan Dokter Zhivago karya Boris Pasternak tidak akan pernah lahir.andaikan Jepang tidak menjajah Indonesia tempo hari, barangkali Novel Atheis, Perburuan Hati Nurani Manusia, Perjanjian Dengan Maut tidak akan pernah muncul.
Novel menyampaikan cerita, ide, amanat atau maksudnya dengan pertolongan kata-kata. Oleh sebab itu kata kata mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam novel. Seorang novelis hanya bisa menyampaikan cerita atau amanatnya denganb kata-kata. Seorang novelis membangun alur, penokohan, latar, dan suasana dengan bantuan kata-kata.
2.      Alur
Cerita ialah pengisahan kejadian dalam waktu. Alurpun merupakan pengisahan kejadian dalam waktu, hanya saja pada yang belakangan ini harus ditambahkan unsure sebab dan akibat. Dengan demikian Alur adalah pengisahan kejadian dengan tekanan pada sebab musabab.
Dari segi kuantitatif alur dalam Novel dapat dibagi menjadi dua yakni alur tunggal dan alur ganda. Pada alur tunggal hanya terdapat satu jalinan cerita, sedangkan pada alur ganda terdapat lebih dari satu jalinan cerita.lazimnya alur mempunyai bagian bagian yang secara konvensional dikenal sebagai permulaan (begininning), pertikaian/perumitan (rising action), puncak (climax), pelarian (falling action), dan akhir (end).
Pada permulaan biasanya pengarang memperkenalkan tokoh tokohnya. Tokoh yang satu dihubungkan dengan tokoh lainnya. Dari perhubungan ini akan terjadi berbagai persoalan, yang makinlama makin memuncak.walau demikian seorang novelis tidak selamanya mengikuti urut-urutan permulaan, pertikaian, puncak, pelarian, dan akhir cerita. Novel Belenggu (Armijn Pane) misalnya justru dimulai dengan pertikaian, sedangkan novel Atheis justru dimulai dengan akhir cerita, yakni kematian Hasan.
Satu hal yang perlu diperhatikan seorang novelis adalah unsur tegangan (suspense). Unsur ini penting untuk memancing rasa ingin tahupembaca akan kejadian kejadian yang selanjutnya. Novelis yang baik tentu akan menyadari hal ini sebab kalau tidak, novelnya akan ditinggalkan orang (pembaca) sebelum habis dibaca.
Tidak demikian dengan Film. Film mempunyai keterbatasan ruang dan keterbatasan teknis. Jangka putar film biasanya berkisar antara satu setengah hingga dua jam. Oleh sebab itu film lebih sering memakai alur tunggal saja. Walau demikian bukan berarti film tidak bisa mengungkapkan persoalan persoalan yang kompleks.
Seperti seorang novelis seorang sutradara film pun harus memperhatikan unsur tegangan (suspense) sehingga bisa memancing rasa ingin tahu penonton untuk mengikuti cerita film secara keseluruhan. Seprti dalam novel, mengawali film dengan tegangan bukanlah jaminan berhasil tidaknya sebuah film. Keberhasilan film banyak tergantung pada keharmonisan berbagai unsur pendukung film, seperti pengambilan gambar, permainan, actor/artis, dan lain lain.
3.      Penokohan
Tokoh-tokoh dalam novel bukan hanya manusia tetapi kadang kadang juga menggunakan tokoh binatang, seperti dalam novel kappa (Ryu Nose Akutagawa) misalnya tokohnya adalah sejenis hewan bernama kappa. Cara paling sederhana untuk mengenali tokoh tokoh  novel adalah dengan pemberian nama, Nama Mohammad Dipenogor misalnya, menandakan tokohnya laki laki suku bangsa jawa dan beragama islam.  Walau demikian, tentu tidak semua tokoh-tokoh novel mempunyai nama. Dalam novel-novel Iwan Sumatupang (merahnya merah dan ziarah) misalnya, tokoh-tokohnya tidak memakai nama tokoh utamanya sendiri hanya disebut tokoh Kita.
Film pun mempunyai tokoh-tokoh sebagai pelaku dalam film. Berlainan dengan cara penampilan tokoh-tokoh dalam novel, film menampilkan tokoh-tokohnya secara langsung dan secara visual.dengan demikian, penokohan cara analitik yang dikenal dalam novel, tidak dikenal dalam film. Sebab tokoh dalam film tidak dibangun dalam kata kata melainkan langsung hadir di hadapan penonton film. Dari penampilan tokoh-tokoh film secara langsung (visual0 itulah penonton mengetahui sifat (watak) sikap dan kecenderungan sang tokoh. Disamping itu orang menonton film tidaklah seperti membaca novel. Bila ada hal atau kejadian yang terlupa, pembaca novel masih bisa kembali ke halaman-halaman yang terlupakan itu. Tidak demikian halnaya menonton film. Orang menonton film hanya sekali bila ada yang lupa, orang tidak mungkin kembali ke bagian atau adegan yang terlupa itu.
4.      Latar
Latar adalah tempat berpijak atau bertumpuya cerita alur dan tokoh-tokoh novel. Misalnya, Novel Dokter Zhivago di kisahkan terjadi di Rusia, antara tahun 1990-an hingga 1940an.
Latar dalam film juga mempunyai fungsi dramatik. Oleh sebab itulah, seorang penulis sekenario harus berhati-hati dalam mencari dan memilih barang barang atau benda-benda yang akan ditampilkan dalamfil. Ia harus bisa memilih barang atu benda yang paling ekspresif, jelas, dan tepat diantara sekian banyak barang atu benda yang tersedia dalam kehidupan ini.
5.      Suasana 
Dalam membnagun suasana cerita, seorang pengarang perlu memperhatikan unsure situasi. Yaitu cocoknya situasi pada saat itu dengan suasana yang di ungkapkan. Dalam suasana pertemuan resmi tentu akan janggal bila ada peserta yang ber ‘gua’ dan ber ‘lu’. Sebaliknya bila ada tukang becak bergrombolan mereka menggunakan ‘bahasa melayu tinggi’ atau bahasa ‘baku’.
Suasana adalah jiwa sebuah Novel. Ia berfungsi menunjang cerita, alur, penokohan dan latar, sehingga novel terasa hidup. Dengan kata lain suasana adalah Roh, sebuah Novel. Tanpa Roh tersebut sebuah Novel; akan sangat kaku.
Suasana pun memegang peranan penting dalam film. Sauna dalam film juga berfungsi menunjang cerita, alur, penokohan, dan latar
6.      Gaya
Gaya seorang pengarang bisa diketahui melalui karyanya. Karena seperti dikatakan Carlyle, ‘gaya bukan hanya baju, melainkan kulit pengarang itu sendiri’. Gaya seorang pengrang menyangkut tema, pemilihan tokoh, pemilihan latar, dan seterusnya. Cara pengisahan Sorot balik (flashblack) adalah salah satu cara yang efektif untuk menarik dan memancing perhatian pembaca.
Film mengutarakan cerita, ide, atau maksudnya dengan plastic material. Penulis sekenario tidak “bergulat” dengan kata-kata melainkan “bergulat” dengan plastic material” yang berbentuk, yang visual, dan yang bisa dipotret. Manusia objek dan baranbg-barang ditempatkan dimuka kamera, kemudian juru kamera membidiknya. Gambar inilah yang nantinya akan di tonton oleh penonton di layar putih setelah melalaui proses penyusunan (editing). Maka itu gaya bahasa (perbandingan eufemisme, paradox, metonemia, ironi, hiperbola, dan lain lain. Dan cara pengisahan yang lazimnya dipakai dalam novel, tidak diketahui padanyanya dengan film. Jelas gaya bahasa erat hubungannya dengan kata-kata(bahasa). Sedangangkan medium film adalah gambar-gambar yang bergerak berkelanjutan. sebab alat utama film bukanlah kata-kata melainkan gambar-gambar.
Gamabar sebagai symbol (lambang) menunjukan tidak adanya hubungan gambar yang Nampak dalam film dengan objek yang diwakilinya. Dibandingkan dengan novel film relative lebih banyak memakai perlambangan sebagai alat pengucapnya. Dengan hanya menampilkan bunga lambing sebagai alat pengucapnya. Dalam novel, dialog menduduki posisi pentng. Ia dapat berdiri sendiri secara utuh dan mampu menympaikan maksud atau pesan pengarang, sehingga dialog merupakan salah satu variasi cara pengisahan dalam novel. Tidak demikian dlam film, alat utama film adalah gambar yang berkelanjutan berkelanjutan. Fungsi dialog dalam film adalah memberikan informasi pada penonton.
Sorot Balik (flashback) dalam film digunakan untuk menunjukan latar belakang sesuatu  
7.      Tama/Amanat     
Amanat adalah sesuatu yang menjadi pendirian, sikap atau pendapat pengarang mengenai inti persoalan yang digarapnya. Dengan kata lain amanat adalah pesan pengarang atas persoalan yang dikemukakan.
Film pun mempunyai tema tertentu, yakni inti persoalan yang hendak diutarakan pembuat film kepada penontonya. Seperti dalam novel besar kecilnya tema film tergantung pada beberapa faktor : scenario, pengambilan gambar, permainan para pelaku, penyusun gambar, dll. Seperti halnya novel, kadang kadang dalam film pun ditemui juga amanat pembuat film.
























Tidak ada komentar: