Cerpen tentang
Lingkungan
1 detik nafas terakhir ku
“
Huhhh…. “
Kenapa panas banget
kaya gini sih ya ?!!!
“Tanya sama siapa nok ?
“
Suara temanku dari
arah arah belakang menggoda sambil
berlari
“ yeee “ nanya sama
semua orang lah, masa sama hantu ! “
Ku lanjutkan langkah
kaki dengan berlari dan sesekali berhenti. Berhenti bukan karena rasa capek,
tapi bisa dibilang karena panas. Panas yang sangat tidak tertahan.
“
haduuh !!! ‘ panas banget ini !
Keringat
mulai berguguran mengucuri seluruh tubuhku. Terasa dari ujung rambut sampai
dengan ke ujung telapak kaki. Seperti sedang mandi air panas di daerah
pegunungan Ciwalini, Bandung.
Disana, walaupun kita
sudah mandi berendam didalam air hangat tapi tidak akan terasa panasnya. Sebab
disanakan daerah pegunungan yang setiap detiknya selalu terasa dingin.
Emmm,,, bukan dingin
sih. Tapi lebih tepatnya sejuk. Sayangnya saat ini aku bukan lagi berada di
Bandung, melainkan berada di jalan Nusa Indah, Cirebon. Disini adalah kampung
halaman ku.
Tepat
dibawah pohon kelapa ini, 20 tahun silam aku dan teman-teman selalu tunggu
menunggu apabila hendak berangkat ke sekolah. Apabila turu hujan, dibawah pohon
kelapa ini pula kami berteduh. Karena sering mendapat kebaikan dari pohon
kelapa ini, tak heran kalau pohon kelapa ini kami jadikan sebagai lambang
persahabatan kami. Selain lambang persahabatan, pohon kelapa ini juga sering
menjadi dewa penyelamat kami.
“ Rindang terus ya
pohon ku … “
Desa
ku bisa juga disebut sebagai rumah tanaman. Bagaimana tidak, segala macam tanaman
tumbuh disini. Mulai dari yang terkecil sampai yang paling besar dan berumur
hidup disini. Rumput liar pun tumbuh subur disetiap halaman rumah kami.
Tidak heran kalau di
sekolah kami pun dikelilingi oleh banyak pepohonan, bukan oleh pagar besi yang
tinggi menjulang menutupi setiap bangunan yang dipakai untuk belajar kami.
Maklum saja, kami kan bukan nara pidana yang harus dikurung oleh jeruji besi.
“
kring !!! kring !!! kriiiiing !!! “
Jam
di meja kamar ku berbunyi, kulihat jarum jam menunjukan pukul 05.00 pagi.
“ masih sangat pagi,
ayam tetangga belum bangun berkokok saling bersahutan “ . lebih baik aku
lanjutkan tidur ku, aku setel ulang alarm nya.
25 menit kemudian….
“ kriiiing … kriiing…
kriiing … !!! “
Terdengar lagi
suaranya, aku bergegas bangun untuk mandi. Ternyata airnya sangat dingin, tapi
ibu sudah menyiapkan air panas sehingga aku tidak mandi kedinginan. Makasih ya
ibu.
Memang
benar kasih ibu setia sepanjang masa,,,
Ibuku
inspirasiku, ibu segalanya buat aku.
“
Love you ibu”
Pagi
ini harus berangkat ke sekolah. Belajar bersama teman-teman lalu bermain. Pasti
sangat meenyenangkan. Kebetulan hari ini hari senin, setiap hari senin, rutin
diadakan upacara di sekolah.
Untung udah sarapan
jadi mudah-mudahan kuat untuk mengikuti upacara. Teman-teman sudah lengkap
berkumpul, lalu kita langsung menuju sekolah bersama. Langkah demi langkah pun
tercapai, 10 menit kemudian kamipun sampai di halaman sekolah dan segera
mengikuti upacara.
“ Indonesia raya
merdeka… merdeka…
Tanahku negeriku yang ku cinta …
Indonesia raya merdeka… merdeka…
Hiduplah Indonesia Raya “…
Bait terakhir lagu
kebangsaan Indonesia Raya sudah selesai dikumandangkan di dalam upacara ini.
Para pengibar bendera bersiap kembali ketempat mereka seperti semula dengan
diiringi gerakan baris-berbaris yang sangat teratur dan rapi.
Hebat ! sungguh sangat
hebattt !!
Para pengibar bendera
ini memang patut diacungi jempol, karena berkat kerja keras dan semangat
pantang menyerah mereka dapat dengan sempurna mengibarkan bendera kebanggaan “
sang merah putih “.
Berdiri
tegap selama kurang lebih dari 25 menit, tentu membuat badan kami semua terasa
lemas. Terlebih lagi jika sang surya memancarkan kemilau indahnya, walaupun
masih sekitar pukul 09.00 pagi tapi sudah sangat terasa pancaran sinarnya yang
selalu membaluti tubuh kami dengan kehangatan. Semakin siang tentu semakin
panas terasa, tapi berkat sahabat-sahabat alam kami yang begitu setia
mendampingi dan menjaga kami dari kejahatan sang surya. Sehingga panas yang
begitu menyengat terasa lebih hangat seperti pelukan bunda.
2
minggu berselang…
Musim
demi musim pun selalu berganti, tidak selamanya dikampung ku dilanda musim
panas atau yang paling popule dikenal dengan musim kemarau.
Hampir semua warga
kampung dengan kompaknya melakukan program reboisasi. Di sekolah, kami pun ikut
pula berpartisipasi dalam program tersebut. Bertema dengan nama penanaman
seribu pohon, dengan berjalannya waktu kampung ini semakin cantik nan indah.
“
wuuuuuyyyy !!! “
Jangan
melamun aja dong, nanti kesurupan lho !
Temanku, Siti namanya.
Datang dari arah belakang ku dengan tiba-tiba, sangat mengagetkan. Terasa
menghentak dan merontokkan jantung hatiku.
“ ahh kamu Sit !! “
“ iya, buat apa melamun
disini ? ngeliatin apaan ? pemandangan jelek kaya gini aja dilihat !
Udah jalan lagi aja
yuuuk !!! “
“ Iya , perjalanan kan
masih jauh. Lumayan 2km lagi. Sahut shinta “
“ ayolah semangat !!,
pekik Siti “ .
Ucapan
Siti sama sekali tidak aku hiraukan. Tapi ternyata benar, harapan tinggal
harapan. Keindahan alam dan keasrian lingkungannya yang mungkin hanya tersirat
dalam lamunan ku ini tidak akan kembali seperti dahulu.
“ Sungguh, aku tidak
percaya. Sulit diterima !! semua ini sangat tidak adil ya ALLAH . Tanpa kami
sadari, ternyata sudah banyak para penjahat yang memasuki desa ini dan merusak
keindahan alamnya.
Bah
manusia yang terkena penyakit kanker lalu di kemotherapy dan mengakibatkan
kerontokan pada rambutnya sehingga menjadi gundul.
Pohon kelapa ini. Pohon
mahoni yang diseberang sana, dan pohon-pohon lain yang dulu selalu setia
mengelilingi dan memberikan kesejukan ketika kami belajar, sekarang sudah
berubah menjadi gundul. Bukan karena terseret banjir, bukan pula tertiup angina
putting beliung. Bahkan, bukan gundul karena terkena guyuran air hujanyang
jatuh dari langit setiap hari.
Kini
aku tepat berada dibawah pohon kelapa. Hanya bisa melihat dengan kesedihan.
Pohon yang penuh dengan kenangan masa lalu dan sangat berarti, karena disetiap
lembaran daunnya terdapat kenangan-kenangan indah dengan teman-teman, batang
pohong yang sangat tinggi menjulang dan berdiri kuat seakan selalu menjaga kami
disaat kami sedang ketakutan mendengar suara petir, sekarang hanya terlihat
seperti tiang bendera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar