PASAR KRANDON TEGAL
Nur Kholis Majid
Saya
memasuki Pasar Krandon sekitar pukul lima pagi ingin
membeli tahu dan tempe. Luas pasar yang membentang dari utara ke selatan di
tepi kiri jalan raya pantura Kota Tegal, dengan panjang sekitar 50 meter dan
lebar 20 meter, sedikit demi sedikit sudah mulai
dipenuhi oleh pedagang sayur, buah, jajanan, nasi, dan lain sebagainya. Begitu
juga dengan toko-toko di tepi pasar sudah mulai membuka toko satu demi satu. Pada pukul lima seperti ini jalanan di tepi kiri dan
kana pasar di padati kendaraan yang mengangkut barang-barang dagangan.
Di
dalam pasar para pedagang tampak membentuk deretan-deretan panjang yang lurus
dan rapi dari ujung utara sampai selatan. Terdapat sepuluh deret di dalam
pasar. Deret pertama dari sisi barat pasar terlihat para pedagang makanan dan
jajanan pasar seperti pedagang nasi, pedagang roti dan jajanan. Pada deret
kedua dan ketiga para pedagang pakaian. Deret ketiga, empat, lima dan keenam
para pedagang sayur-mayur, buah, tempe, tahu, dan lain sebagainya. Deret tujuh
dan delapan para pedagang beras, minyak dan kebutuhan pokok lainnya. Dan pada
deret sembilan dan sepuluh para pedagang ikan, dan ayam, yang kebetulan sebelah
timur pasar terdapat kali yang memudahkan para penjual ikan dan ayam membuang
air cucian ayam dan ikan.
Para
pedagang sayur terlihat paling sibuk diantara pedagang lainnya, karena barang
dagangannya banyak. Tidak sedikit para pelanggan sudah menunggu pedagang
sayuran, karena para pelanggan ingin mendapatkan sayuran yang masih segar dan
bagus. Para pedagang nasi sudah siap melayani pelanggan mereka. Hanya dengan
meja yang tingginya 40 centimeter dan panjang satu setengah meter pedagang nasi
mampu menjajakan dagangannya dengan baik dan rapi, karena para pelanggan tidak
ada yang makan di pasar, mereka membungkus dan dibawa pulang.
Pukul tujuh saya keluar pasar dari pasar, di trotoar
jalan sudah banyak para pedagang mainan, pedagang kembang api, pedagang bunga,
pedagang sandal, tukang sol sepatu memadati trotoar menambah ramai Pasar
Krandon. Tukang parkir mulai sibuk dan tak henti-hentinya meniup peluit
mengatur kendaraan yang keluar masuk pasar. Dan saya pulang ke rumah dengan
membawa tahu dan tempe pesanan ibu.
Hiruk
pikuk keramaian pasar masih terdengar ketika saya melewatinya pada pukul setengah sebelas siang, saya bersama seorang
teman menuju kediaman teman yang berhadapan dengan Pasar Krandon. Siang itu panas terik matahari sangat menyengat di
kulit. Para pedagang mainan, pedagang kembang api, pedagang bunga, pedagang
sandal, tukang sol sepatu mulai menepi dan menyiapkan atap yang terbuat dari
plastik sebagai penghalang matahari menyentuh tubuh mereka.
Kami
duduk di tepi jalan tepat di seberang pasar. Semakin
siang jalanan di sebelah barat pasar mulai lengang dan tukang parkir
yang dari pagi sibuk mengatur kendaraan terlihat
sedang santai duduk sambil minum kopi dan mengipas tubuhnya dengan topi yang ia
kenakan. Pukul dua belas terdengar adzan dhuhur
berkumandang, saya dan teman-teman lekas menuju musholah yang hanya kira-kira
lima puluh meter dari pasar.
Pukul satu siang kami kembali ke kediaman teman yang
berada di seberang pasar, dalam perjalanan banyak pelanggan yang sudah selesai
berbelanja dan terlihat kerepotan membawa barang belanjaan mereka. Pasar pada pukul satu siang seperti ini sudah mulai sepi dan
ramainya lagi sore hari. Sesampainya di kediaman teman kami kembali duduk di
seberang pasar, tercium aroma bunga melati begitu menyengat, karena di sebelah
kanan tempat saya duduk terdapat pedagang bunga yang baru menjajakan
dagangannya.
Mobil
dan motor berlalu-lalang di jalan raya pantura. Terdengar sayup-sayup suara
nyanyian yang diiringi suara gitar, seorang pengamen. Dia berjalan menghampiri
satu persatu pedagang di trotoar jalan di tepi pasar, menyanyikan lagu Iwan Fals
dengan suara yang lantang dan merdu serasi dengan suara gitarnya. Orang-orang
di pasar terlihat sudah terbiasa dengan kehadiran pengamen itu, banyak tukang
becak, tukang parkir yang menyapanya dan saling colek-colek bergurau. Tidak
sedikit pedagang yang memasukkan uang ke dalam bungkus permen Kiss yang
disandang si pengamen. Dia terus berjalan dari ujung selatan sampai ke ujung
utara, sosoknya menghilang dari pandangan saya, dan tidak lama kemudian suara
nyanyian dan suara gitarnya pun lenyap ditelan kebisingan orang tawar-menawar jual-beli
barang, dan suara bising kendaraan di jalan raya pantura.
Pada sekitar pukul setengah dua siang saya pamit
pulang bersama teman. Dalam perjalanan terlihat dari luar para pedagang pasar
santai karena pembeli mulai sepi. Seorang pedagang buah sedang asyik menyantap
bakso di tempat jualannya, dengan duduk diatas ember, di depan kios buahnya dia
menyantap bakso. Saya tersenyum melihatnya.
Sampai
di rumah saya buka pintu dan ucapkan salam, ibu menjawab dari dalam rumah. Saya
menghampiri dan mencium tangannya yang sedang asyik menyaksikan acara televisi.
Terlihat pintu kamar terbuka adik sedang tidur lelap saya pun masuk dan ikut
tidur di sebelahnya. Tak lama sekitar pukul tiga
saya dibangunkan oleh Ibu untuk berangkat ke musholah melaksanakan sholat ashar.
Kembali melewati Pasar Krandon terlihat aktivitas pasar masih sama jual-beli
dan tawar-menawar harga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar