Cerpen tentang Lingkungan.
TAKBIR MURSAL
Oleh: Maria Ulfa
Adzan telah
tiba, waktunya buka puasa. Takbir pun berkumandang mengagungkan nama Allah SWT.
Setelah selesai makan aku dan keluarga
bergegas keluar rumah menuju mushalla untuk melakukan shalat berjamaah. Shalat
berjamaah telah selesai, semua yang ada di mushalla membaca lafadz takbiratul
ihram untuk mengagungkan nama allah SWT.
“Allahu akbar…. Allahu
akbar…. Allahu akbar…. Laailahaillahu wallahu akbar, Allahu akbar
Walillahilham.” Sang kyai membaca lafadz takbiratul ihram diikuti makmumnya.
Ingin rasanya ku
menangis jika mendengarnya, badan pun sampai gemetaran. Entah apa yang ku
rasakan saat itu sehingga ku menangis. Namun tangisan itu bukan karena sedih melainkan kebahagiaan yang ku
rasakan. Karena saat itu juga saat yang ditunggu-tunggu. Dimana hari kemenangan
umat Islam telah tiba.
Semua umat Islam di Dunia menyambutnya dengan
kebahagiaan dengan rasa haru dan senang, setelah satu bulan penuh umat Islam
telah melakukan puasa untuk menahan hawa nafsu. Itulah hari kemerdekaan bagi
umat Islam.
”Bu.... Ibu.... pulang yuk!” Adikku
merengek minta pulang.
”Iya.... emangnya kenapa buru-buru pulang? kan
belum berdoa sayang....!” Tanya Ibu dengan lembut.
”Makan,,,!” Jawab adik.
”Kok makan?” Ibu kembali bertanya.
”Iya.... aku mau ketupat, soalnya tadi waktu buka
puasa belum makan ketupat. Hehehe....!” Jawabnya sambil memeluk Ibu dari
belakang.
”Huuuuu.... makan mulu!” Ledekku.
Iiih.... apaan sih, biarin weeek!” Jawabnya cetus.
Melihat tingkah laku adik yang manja Ibu tersenyum
sendiri.
”Hmmm.... ya sudah.... yuk kita pulang!” Ajak Ibu.
Selesai shalat Ibu dan adik segera
pulang. Aku masih di mushalla untuk berdoa bersama.
Anak-anak pada lari-larian di depan mushalla,
mereka sangat senang merayakan kemenangan ini. Di depan mushalla ada seekor
semut raksasa yang terbuat dari bambu, yang dihias sedemikian rupa sehingga
terlihat bagus. Semut tersebut sebentar lagi buat arak-arakan mengelilingi
desa.
Setiap mushalla atau masjid membuat sebuah
kreatifitas buat arak-arakan. Sebelum mengelilingi desa, semua peserta
arak-arakan berkumpul di masjid sambil membawa kreatifitas mereka. Mereka
sangat kompak. Kebetulan ketua panitia penyelenggara takbir mursal adalah
kakakku sendiri. Kakakku mengatur sedemikian rupa agar takbir mursal berjalan
dengan lancar.
Semut raksasa sudah siap meluncur ke masjid. Semua
yang ada di mushalla ikut ke masjid. Sebelum ke masjid aku pulang. Ternyata
semua keluargaku sudah berkumpul di rumah. Aku pun segera berada di
tengah-tengah mereka. Bapak dan Ibu duduk di kursi, sedangkang kami berempat
duduk di bawah. Kami sungkeman kepada kedua orang tua kami.
”Bapak, Ibu.... Minal Aidzin Walfaizin, jika
selama ini saya punya salah disengaja maupun tidak sengaja mohon dimaafkan
atas.... se.... se....” Belum selesai ngomong, kakak tak kuasa untuk membendung
air mata yang akhirnya membasahi pipinya.
Dilanjutkan aku dengan adik-adikku juga minta maaf
kepada Bapak dan Ibu.
”Iya.... anak-anakku sekalian, Bapak dan Ibu juga
minta maaf bila dalam mendidik kalian kurang baik.” Jawab Bapak dan Ibu.
Bapak dan Ibu pun memaafkan segala kesalahan kami,
begitu juga dengan mereka, Bapak dan Ibu juga minta maaf kepada kami. Sehingga
suasana di rumah sangat mengharukan.
”Mas sudah di tunggu di masjid.” Terdengar suara sepupu memanggil kakak.
”Ya, sebentar lagi....” Jawab kakak sambil pamit
dan bergegas menemui sepupu lalu pergi ke masjid.
Tak lama lagi aku dan adik-adikku juga demikian. Bapak
dan Ibu di rumah menunggu tamu. Biasanya kalau malam takbiran banyak orang
berdatangan. Kakak dan sepupu sudah tidak kelihatan sama sekali. Aku dan adikku
yang bontot pergi ke masjid bersama. Disana ramai sekali. Semua yang ikut
takbir mursal sudah berkumpul di masjid.
Jumlah semua arak-arakan ada sembilan unit.
Bentuknya pun berbeda-beda. Ada yang membuat naga, kapal-kapalan, semut dan
lain-lain.
”Mas....” Adikku yang bontot memanggil adikku
cowok dai kejauhan.
Karena sangat ramai dia tidak dengar. Suara adikku
yag bontot tenggelam, kalah dengan suara yang sangat bising.
”Mas gak dengar dik.... jangan dipanggil-panggil,
mas sedang sibuk....!” Ujarku sambil menatap wajah adik.
”Huftt.... cape
dech ....!” Nadanya kesal.
“Ya sudah…. Kita kesana yuk!” Ajakku sambil
menggandeng tangan adik.
”Emangnya mau kemana?” Tanya adik.
”Kesana.... katanya mau ketemu mas!” Jawabku.
”Gak ach,....” Jawabnya sinis sambil lari
mendsekati temannya.
”Hai Sin....” Adik menepuk pundak temannya dari
belakang.
”Ich dasar, bikin kaget aja kamu.” Ujarnya kekagetan.
”Kamu disini juga ternyata!” Tanya adik.
”Ya dong.... kan aku juga mau meranyakan hari
kemenangan ini.” Jawab Sinta.
”Eh, Kapan main ke rumahku?” Tanya adik.
”Emmm.... belum tahu, nanti kalau jadi main aku
kabari dech!” Jawab Sinta.
Ok, beneran lho.... jangan sampai gak! Awas kalau
gak jadi.” Kata adik.
”Hmmm.... siiip dech!” Jawab Sinta sambil senyum.
”Eh, kesana yuk? Biar lebih dekat dengan
arak-arakan!” Ajak adik sambil menggandeng tangan Sinta.
”I.... iya,!” Jawab Sinta terbata-bata karena
tangannya ditarik adik, jadi dia kaget.
”Mbak aku kesana dulu ya?” Kata adik sambil jalan.
”Iya.... tapi jangan jauh-jauh dari mbak!” Kataku
sambil memantau adik dari kejauhan.
”Yaaaaa.... ” Teriak adik sambil
lari.
Kakak selalu memberi himbauan
kepada semua peserta arak-arakan, agar acara yang diadakan di desa kami biar
lancar. Kakak mengharapkan kerja sama dengan masyarakat setempat agar tidak
terjadi kerusuhan di tengah jalan.
Sebelum acara dimualai, kyai
masjid memimpin doa agar acara tersebut berjalan dengan lancar. Setelah berdoa
selesai kakak menghimbau kembali kepada peserta arak-arakan dan warga setempat
agar selalu tertib.
”Mas kita jalan dari arah mana dulu?” Tanya salah
satu panitia.
”Kiri dulu!” Jawab kakak sambil memantau.
”Mau jalan kapan?” Tanyanya kembali.
”Sebentar lagi, kalau sudah tertib baru jalan.”
Jawab kakak.
”Ya sudah, aku kasih tahu panitia-panitia yang
lain dulu!” Katanya.
”Ok.... ” Jawab kakak.
Ia pun memberi tahu ap yang dikatakan kakak.
”Eh, teman-teman! Kata ketua jalan sebentar lagi
kalau sudah tertib semua baru jalan.” kata salah satu panitia kepada panitia-panitia
yang lain.
”Ya sudah, berarti kita bersiap-siap sesuai tugas
masing-masing.” Kata salah satu panitia.
”Eh, ketua sudah mengumumkan kalau sekarang
jalan!” Kata salah satu panitia.
Mereka pun bersiap-siap untuk melaksanakan tugas.
Mereka membubarkan diri dan berkumpul lagi saat acara sudah selesai.
Arak-arakan jalan sesuai apa yang dianjurkan kakak, mengelilingi perkampungan.
Tidak lama jalan, kami melewqati makam. Kami pun berjalan terus menyusuri jalan
perkampungan sambil mengagungkan nama Allah.
Aku baru teringat adik. Dengan panik aku
mencarinya.
”Dik.... kamu dimana?” Teriakku sambil mencarinya.
”Aku disini mbak....!” Jawab adik.
”Dimana?” Tanyaku sambil teriak.
”Disini.... di depan semut raksasa bersama Sinta.” Jawab adik.
“Oooh, ya sudah! Jangan kemana-mana, pokoknya
disitu terus ya?” Kataku.
”Yaaaa.... ” Teriak adik dan Sinta serempak.
Hatiku lega karena adikku sudah ketemu.
Arak-arakan sudah melewati rumah pak lurah. Kami
pun terus berjalan mengelilingi kampung. Disana sangat ramai. Masyarakat sangat
senang karena arak-arakan diadakan setahun sekali. Jadi, masyarakat sangat
antusias untuk mengikuti arak-arakan tersebut.
Arak-arakan mulai memasuki jalan
raya. Sebelumnya di jalan sangat macet dipenuhi sepeda motor yang ingin
menyaksikan arak-arakan. Panitia mulai menguraikan agar tidak macet. Satu
persatu mulai terurai, jalan pun bisa dilewati dan tidak macet lagi. Kakak
menghimbau panitia agar terus memantau dan mengatur agar tidak terjadi
kemacetan kembali.
Arak-arakan sudah mengelilingi
perkampungan, sekrang kembali berkumpul di masjid. Selesailah arak-arakan tahun
ini. Satu persatu orang mulai meninggalkan halaman masjid untuk kembali ke
rumah masing-masing. Yang tersisa hanya panitia. Setelah semua urusan selesai,
tidak lama kemudian panitia pun pulang ke rumah masng-maisng. Masjid yang
tadinya ramai dipenuhi orang, sekarang sangat sepi tidak ada seorang pun
disana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar