2013/09/03

Cerpen tentang Lingkungan.

TAKBIR MURSAL
Oleh: Maria Ulfa

Adzan telah tiba, waktunya buka puasa. Takbir pun berkumandang mengagungkan nama Allah SWT. Setelah selesai makan  aku dan keluarga bergegas keluar rumah menuju mushalla untuk melakukan shalat berjamaah. Shalat berjamaah telah selesai, semua yang ada di mushalla membaca lafadz takbiratul ihram untuk mengagungkan nama allah SWT.
“Allahu akbar…. Allahu akbar…. Allahu akbar…. Laailahaillahu wallahu akbar, Allahu akbar Walillahilham.” Sang kyai membaca lafadz takbiratul ihram diikuti makmumnya.
Ingin rasanya ku menangis jika mendengarnya, badan pun sampai gemetaran. Entah apa yang ku rasakan saat itu sehingga ku menangis. Namun tangisan itu bukan karena sedih melainkan kebahagiaan yang ku rasakan. Karena saat itu juga saat yang ditunggu-tunggu. Dimana hari kemenangan umat Islam telah tiba.
Semua umat Islam di Dunia menyambutnya dengan kebahagiaan dengan rasa haru dan senang, setelah satu bulan penuh umat Islam telah melakukan puasa untuk menahan hawa nafsu. Itulah hari kemerdekaan bagi umat Islam.
”Bu.... Ibu.... pulang yuk!” Adikku merengek minta pulang.
”Iya.... emangnya kenapa buru-buru pulang? kan belum berdoa sayang....!” Tanya Ibu dengan lembut.
”Makan,,,!” Jawab adik.
”Kok makan?” Ibu kembali bertanya.
”Iya.... aku mau ketupat, soalnya tadi waktu buka puasa belum makan ketupat. Hehehe....!” Jawabnya sambil memeluk Ibu dari belakang.
”Huuuuu.... makan mulu!” Ledekku.
Iiih.... apaan sih, biarin weeek!” Jawabnya cetus.
Melihat tingkah laku adik yang manja Ibu tersenyum sendiri.
”Hmmm.... ya sudah.... yuk kita pulang!” Ajak Ibu.
Selesai shalat Ibu dan adik segera pulang. Aku masih di mushalla untuk berdoa bersama.
Anak-anak pada lari-larian di depan mushalla, mereka sangat senang merayakan kemenangan ini. Di depan mushalla ada seekor semut raksasa yang terbuat dari bambu, yang dihias sedemikian rupa sehingga terlihat bagus. Semut tersebut sebentar lagi buat arak-arakan mengelilingi desa.
Setiap mushalla atau masjid membuat sebuah kreatifitas buat arak-arakan. Sebelum mengelilingi desa, semua peserta arak-arakan berkumpul di masjid sambil membawa kreatifitas mereka. Mereka sangat kompak. Kebetulan ketua panitia penyelenggara takbir mursal adalah kakakku sendiri. Kakakku mengatur sedemikian rupa agar takbir mursal berjalan dengan lancar.
Semut raksasa sudah siap meluncur ke masjid. Semua yang ada di mushalla ikut ke masjid. Sebelum ke masjid aku pulang. Ternyata semua keluargaku sudah berkumpul di rumah. Aku pun segera berada di tengah-tengah mereka. Bapak dan Ibu duduk di kursi, sedangkang kami berempat duduk di bawah. Kami sungkeman kepada kedua orang tua kami.
”Bapak, Ibu.... Minal Aidzin Walfaizin, jika selama ini saya punya salah disengaja maupun tidak sengaja mohon dimaafkan atas.... se.... se....” Belum selesai ngomong, kakak tak kuasa untuk membendung air mata yang akhirnya membasahi pipinya.
Dilanjutkan aku dengan adik-adikku juga minta maaf kepada Bapak dan Ibu.
”Iya.... anak-anakku sekalian, Bapak dan Ibu juga minta maaf bila dalam mendidik kalian kurang baik.” Jawab Bapak dan Ibu.
Bapak dan Ibu pun memaafkan segala kesalahan kami, begitu juga dengan mereka, Bapak dan Ibu juga minta maaf kepada kami. Sehingga suasana di rumah sangat mengharukan.
”Mas sudah di tunggu di masjid.” Terdengar suara sepupu memanggil kakak.
”Ya, sebentar lagi....” Jawab kakak sambil pamit dan bergegas menemui sepupu lalu pergi ke masjid.
Tak lama lagi aku dan adik-adikku juga demikian. Bapak dan Ibu di rumah menunggu tamu. Biasanya kalau malam takbiran banyak orang berdatangan. Kakak dan sepupu sudah tidak kelihatan sama sekali. Aku dan adikku yang bontot pergi ke masjid bersama. Disana ramai sekali. Semua yang ikut takbir mursal  sudah berkumpul di masjid.
Jumlah semua arak-arakan ada sembilan unit. Bentuknya pun berbeda-beda. Ada yang membuat naga, kapal-kapalan, semut dan lain-lain.
”Mas....” Adikku yang bontot memanggil adikku cowok dai kejauhan.
Karena sangat ramai dia tidak dengar. Suara adikku yag bontot tenggelam, kalah dengan suara yang sangat bising.
”Mas gak dengar dik.... jangan dipanggil-panggil, mas sedang sibuk....!” Ujarku sambil menatap wajah adik.
”Huftt.... cape dech....!” Nadanya kesal.
“Ya sudah…. Kita kesana yuk!” Ajakku sambil menggandeng tangan adik.
”Emangnya mau kemana?” Tanya adik.
”Kesana.... katanya mau ketemu mas!” Jawabku.
”Gak ach,....” Jawabnya sinis sambil lari mendsekati temannya.
”Hai Sin....” Adik menepuk pundak temannya dari belakang.
”Ich dasar, bikin kaget aja kamu.” Ujarnya kekagetan.
”Kamu disini juga ternyata!” Tanya adik.
”Ya dong.... kan aku juga mau meranyakan hari kemenangan ini.” Jawab Sinta.
”Eh, Kapan main ke rumahku?” Tanya adik.
”Emmm.... belum tahu, nanti kalau jadi main aku kabari dech!” Jawab Sinta.
Ok, beneran lho.... jangan sampai gak! Awas kalau gak jadi.” Kata adik.
”Hmmm.... siiip dech!” Jawab Sinta sambil senyum.
”Eh, kesana yuk? Biar lebih dekat dengan arak-arakan!” Ajak adik sambil menggandeng tangan Sinta.
”I.... iya,!” Jawab Sinta terbata-bata karena tangannya ditarik adik, jadi dia kaget.
”Mbak aku kesana dulu ya?” Kata adik sambil jalan.
”Iya.... tapi jangan jauh-jauh dari mbak!” Kataku sambil memantau adik dari kejauhan.
”Yaaaaa.... ” Teriak adik sambil lari.
Kakak selalu memberi himbauan kepada semua peserta arak-arakan, agar acara yang diadakan di desa kami biar lancar. Kakak mengharapkan kerja sama dengan masyarakat setempat agar tidak terjadi kerusuhan di tengah jalan.
Sebelum acara dimualai, kyai masjid memimpin doa agar acara tersebut berjalan dengan lancar. Setelah berdoa selesai kakak menghimbau kembali kepada peserta arak-arakan dan warga setempat agar selalu tertib.
”Mas kita jalan dari arah mana dulu?” Tanya salah satu panitia.
”Kiri dulu!” Jawab kakak sambil memantau.
”Mau jalan kapan?” Tanyanya kembali.
”Sebentar lagi, kalau sudah tertib baru jalan.” Jawab kakak.
”Ya sudah, aku kasih tahu panitia-panitia yang lain dulu!” Katanya.
”Ok.... ” Jawab kakak.
Ia pun memberi tahu ap yang dikatakan kakak.
”Eh, teman-teman! Kata ketua jalan sebentar lagi kalau sudah tertib semua baru jalan.” kata salah satu panitia kepada panitia-panitia yang lain.
”Ya sudah, berarti kita bersiap-siap sesuai tugas masing-masing.” Kata salah satu panitia.
”Eh, ketua sudah mengumumkan kalau sekarang jalan!” Kata salah satu panitia.
Mereka pun bersiap-siap untuk melaksanakan tugas. Mereka membubarkan diri dan berkumpul lagi saat acara sudah selesai. Arak-arakan jalan sesuai apa yang dianjurkan kakak, mengelilingi perkampungan. Tidak lama jalan, kami melewqati makam. Kami pun berjalan terus menyusuri jalan perkampungan sambil mengagungkan nama Allah.
Aku baru teringat adik. Dengan panik aku mencarinya.
”Dik.... kamu dimana?” Teriakku sambil mencarinya.
”Aku disini mbak....!” Jawab adik.
”Dimana?” Tanyaku sambil teriak.
”Disini.... di depan semut raksasa bersama Sinta.” Jawab adik.
“Oooh, ya sudah! Jangan kemana-mana, pokoknya disitu terus ya?” Kataku.
”Yaaaa.... ” Teriak adik dan Sinta serempak.
Hatiku lega karena adikku sudah ketemu.
Arak-arakan sudah melewati rumah pak lurah. Kami pun terus berjalan mengelilingi kampung. Disana sangat ramai. Masyarakat sangat senang karena arak-arakan diadakan setahun sekali. Jadi, masyarakat sangat antusias untuk mengikuti arak-arakan tersebut.
Arak-arakan mulai memasuki jalan raya. Sebelumnya di jalan sangat macet dipenuhi sepeda motor yang ingin menyaksikan arak-arakan. Panitia mulai menguraikan agar tidak macet. Satu persatu mulai terurai, jalan pun bisa dilewati dan tidak macet lagi. Kakak menghimbau panitia agar terus memantau dan mengatur agar tidak terjadi kemacetan kembali.
Arak-arakan sudah mengelilingi perkampungan, sekrang kembali berkumpul di masjid. Selesailah arak-arakan tahun ini. Satu persatu orang mulai meninggalkan halaman masjid untuk kembali ke rumah masing-masing. Yang tersisa hanya panitia. Setelah semua urusan selesai, tidak lama kemudian panitia pun pulang ke rumah masng-maisng. Masjid yang tadinya ramai dipenuhi orang, sekarang sangat sepi tidak ada seorang pun disana.





Tidak ada komentar: