Hitam Kuning Kacang Lebaran
Oleh: latifah albaniah
Langkah
waktu dimana siang yang menjadikannya sore, sore yang menjadikannya malam.
keramaian di setiap rumah pada saat menjelang azan maghrib berkumandang mereka
sibuk dengan keluarga mereka, pada saat
itu disaat mereka berada di dalam rumah yaitu di suasana tempat meja makannya ada
saja yang memakan yang manis-manis terlebih dahulu, ada saja yang langsung
memakan nasi dan ada juga yang cuma hanya sekedar meminum air putihkarena sudah
berwudhu.
Waktu
yang tadinya menunjukan azan maghrib dan sekarang ia menunjukan azan isya. Tak
terasa aku pun dan keluarga bersiap-siap untuk berangkat ke musholah
melaksanakan shalat terawih terakhir. Waktu yang begitu cepat berlalu, malamini
menjadi malam terakhir untukku, keluarga dan seluruh umat islam melaksanakan
shalat terawih. Berkhayal jika aku punya kekuatan, aku ingin waktu ramadhan ini
terulang kembali atau semakin panjang waktu ramadhan ini.Sayang, itu takkan
mungkin.
Berbondong-bondong
memasuki musholah, berbondong-bondong pula keluar dari musholah.
Subhanallah…....
Setelah
melaksanakan shalat terawih, istirahat sejenak, berpikir waktu semakin mendekat
ke hari kemenangan, aku mencoba menggoreng kacang malam ini juga, supaya
pekerjaanku tak semakin bertambah pada saat malam takbir.Istirahatku pun terhenti,
bergegas untuk merayu mamah yang sedang melayani pembeli.
“Mamah,
boleh tidak malam ini aku goreng kacang lebaran?”Berkata si gadis itu dengan mimik
muka memelas.
“Malam-malam
gini mau goreng kacang lebaran?Yang benar saja kamu nak?Nanti saja besok pagi,
kan masih ada hari esok.”sahut ibu dengan mimik muka emosi karena kasih
Rayuan demi rayuan, paksaan yang
begitu mengganggu sang ibu. Dan akhirnya sang ibu pun luluh mengabulkan apa
yang putrinya inginkan.
“ya
sudah mamah bolehkan” berkata ibu.
“makasih
yah mamah, mamah baik deh” berkata si gadis dengan mimik muka riang.
“iya
sayang”sahut ibu memberi senyuman kepada sang anak.
Terlihat jarum panjang pada putaran
jam dinding sudah menunjukan waktu
21.43, langsungku bergegas mempersiapkan bahan-bahan serta alat-alat
yang akan dipakai pada saat menggoreng kacang.
Semua
bahan-bahan sudah dipersiapkan ke meja dapur. Lalu terlebih dahulu memasak air
setengah panci besar sampai mendidih, menunggu air mendidih iris bawang putih
sampai halus, sudah mendidih airnya, matikan apinya dan masukan kacang lebaran
semua bersama bawang putih yang tadi diiris dan garam secukupnya.
Menunggu satu jam, bahan-bahan sudah
teresap oleh kacang lalu di gorenglah kacang itu ke dalam minyak goreng yang
sudah panas.Gorengan pertama, masih di bulak balik si kacang itu dari minyak
yang begitu panas, tak lama perutku tiba-tiba sakit seperti melilit dan tak
tertahankan.Ku tinggal sebentar gorengan yang kurasa kacang itu belum waktunya
matang dan masih lama.Sebentarku tinggal tak sampai 30 menit, dan ku lihat si
kacang itu yang tadinya masih terendam ke dalam minyak panas dan masih berwarna
putih, ternyata setelahku tinggal sebentar sudah mengambang dan berganti menjadi
warna kehitam-hitaman.Disitu perasaanku sudah tak enak, bingung, takut,
gelisah, kecewa.
“Bagaimana
bisa seperti ini? ingin di buang ke tempat sampah takut ketauan, didiamkan
malah di sindir plus di omelin, jadi serba salah. Diamkan sajalah toh emang aku
yang salah ko jadi aku yang harus menanggung resikonya” berkata di dalam hati
seorang gadis itu.
Gorengan kedua, karena tak ingin
gagal lagi seperti yang gorengan pertama, berusaha menjadi yang sempurna kacang
kedua dan ketiga.Setelah lama di bulak-balik si kacang itu dan hasil matangnya
sempurna.di angkat dan di goreng lagi kacang gorengan yang terakhir, setelah
dimasukkan dan di bulak balik hasilnya pun sama seperti gorengan yang kedua
sempurna. Kacang yang tadinya diam di tempat meja makan tidak bisa di makan,
sekarangpun ia bisa di makan oleh mereka-mereka yang melihatnya.Tetapi perasaan
tidak menjadikan hatiku senang malah semakin rasa takut ini menjadi-jadi.
Tiba seorang laki-laki muda berjalan
ke arah dapur mencium aroma kacang matang dari sudut meja makan, terlihat
olehnya dengan muka aneh secara terkejut.
“Wah…………kacangnya
sudah matang, tapi ko keliatannya belang-belang yah?!”berkata kakak laki-laki
dengan mimik muka aneh dan menyidir kepada sang adik.
“hehehe…
maaf kak! Tadi aku kebelet ingin buang air besar dulu, kelamaan buang air
besarnya jadi gosong deh kacangnya pas
gorengan pertama”sahut si gadis dengan muka sedih.
Perkataan serta raut muka yang
ditonjolkan dari si kakak tadi, membuatku semakin bersalah, kenapa harus
seperti ini jadinya dan seharusnya aku tahan saja tidak perlu pake dibuang
segala, biar saja sakit daripada harus dibuat begini sama kakak, adik, mamah
dan abah. Sekarang saja kakak yang tahu, setelah ini siapa lagi.
Tidak lama kakaknya keluar dari dapur,
bergantian masuk ada seorang laki-laki lebih muda. Tak jauh pemikiran dari
seorang laki-laki lebih muda itu pasti iapemikirannya sama dengan apa yang
kakaknya tadi katakan kepada sang adik perempuannya.
“Emmm……..ko
ada rasa gosong yah, bukan kerasa enak malah pahit, ini bukan kacang yah ka?”
Tanya adiknya dengan muka aneh juga.
“
iya bukan kacang tapi batu kerikil puassss loh de”sahut si gadis dengan muka
yang bertambah seram dan semakin pasrah.
“
Uwekkhhh……. Yang bener kak ini batu kerikil? Yang ada di depan rumah itu?
Ihhh….. kakak jorok, masa masak baru kerikil disuguhkan ke keluarga, kakak
jahat! Mamah kakak jahat”berkata si adik yang penuh sindiran itu terhadap kakak
perempuannya.
“bukan
begitu juga ade, Cuma itu kacang berwarna kehitam-hitaman gosong bukannya
kerikil, kakak becanda ko” berkata si gadis itu dengan muka semakin memelas.
Semakin kata-kata sindiran itu
bertambah, semakin sakit hati ini karena kecewa pada diri sendiri, tetapi semua
ini memang harus aku tanggung akibatnya.Sedikit lalai hancurlah semua.Ini
menambah pelajaran untukku tak boleh mengalami kejadian seperti ini lagi.Tak
lama itu ada dua orang, laki-laki dan perempuan yang sudah separuh baya, keluar
dari pintu dalam rumah, mereka menuju dapur dan duduk di kursi meja makan.
Keduanya mengalihkan penglihatannya secara berbarengan dan tak jauh beda,
mereka juga terkejut dan memanggil aku.
“
sayang, sini nak” berkata mamah
Perasaan semakin dan semakin
menjadi-jadi, keringat bercucuran, tangan kaki semakin dingin seperti halnya orang
sakit panas dingin. Suara panggilan berkali-kali dari asal suara perempuan
separuh baya itu semakin mendekatiku,
aku pun mendekatinya dengan langkahan kaki yang begitu sulit untuk
dilangkahkan. Dan apa yang terjadi…….
“nak
kamu kenapa sayang ko bisa gosong gini? Terus pake dicampur segala lagi sama
kacang yang bagus digorengnya, kan jadi belang-belang gini, jelekkan jadinya”
berkata sang ibu secara lembut.
Firasatyang
tadinya mengatakan kalau mamahakan memarahiku secara kasar, membentak dan
memakai emosi. Itusemua salah, mamah malah bertanya secara lembut walaupun itu
seperti memarahi mungkin bisa jadi itu dibilang menasehati.
“maaf
mah aku salah, tadi aku sengaja buang air besar dulu, itu juga sebentar ko mah,
ehhh… tahunya malah kehangusan, tapi itu Cuma yang pertama doang ko, yang kedua
sama yang terakhir engga hangus malah jadi bagus sempurna” sahut si gadis
“engga
apa apa gosong pertama, tapi engga pake dicampur juga kali sayang, kan jadi
engga enak dilihatnya, jadi belang-belang gitu kan? Buatan kamu jadinya juga
jelek” berkata sang ibu
Nasehat yang terlontar dari mulut
sang ibu, membangkitkan aku dari rasa-rasa yang bersalah menjadi rasa ingin
terus belajar dari kesalahan dan tak ingin mengulangnya kembali.
“iya
mah, aku ngerti, aku engga akan mengulangnya kembali, anggap saja ini suatu tambahan
pembelajaran untukku” sahut si gadis itu dengan muka memelasnya.
“nah
gitu dong bagus, awas yah ngulanginnya lagi” berkata sang bapak kepada anak
perempuannya.
“iya
pah, insya allah aku janji” sahut si gadis itu dengan perasaan memelasnya
tetapi tersenyum dan bersemangat dalam hatinya.
“ya
sudah kamu bereskan kacang ini, atau tidak kamu pilih terlebih dahulu kacang
yang baik sama yang gosong, lalu jika sudah selesai dipilihnya, baru kamu
masukin ke toples kecil yang kemarin mamah cuci itu yah sayang” berkata
perintah sang ibu kepada anak perempuannya.
“iya
mamahku tersayang” sahut si gadis itu dengan mimik muka tersenyum kembali.
Kesalahan demi kesalahan yang pernah
terjadi dengan tidak di sengaja, pada akhirnya aku sadar bahwa semua ini adalah
suatu pembelajaran agar sadar, tahu dimana letak kesalahannya dan tak boleh
mengulangnya kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar