2013/09/06

Cerpen tentang Lingkungan



Hitam Kuning Kacang Lebaran
Oleh: latifah albaniah

Langkah waktu dimana siang yang menjadikannya sore, sore yang menjadikannya malam. keramaian di setiap rumah pada saat menjelang azan maghrib berkumandang mereka sibuk dengan  keluarga mereka, pada saat itu disaat mereka berada di dalam rumah yaitu di suasana tempat meja makannya ada saja yang memakan yang manis-manis terlebih dahulu, ada saja yang langsung memakan nasi dan ada juga yang cuma hanya sekedar meminum air putihkarena sudah berwudhu.
Waktu yang tadinya menunjukan azan maghrib dan sekarang ia menunjukan azan isya. Tak terasa aku pun dan keluarga bersiap-siap untuk berangkat ke musholah melaksanakan shalat terawih terakhir. Waktu yang begitu cepat berlalu, malamini menjadi malam terakhir untukku, keluarga dan seluruh umat islam melaksanakan shalat terawih. Berkhayal jika aku punya kekuatan, aku ingin waktu ramadhan ini terulang kembali atau semakin panjang waktu ramadhan ini.Sayang, itu takkan mungkin.
Berbondong-bondong memasuki musholah, berbondong-bondong pula keluar dari musholah. Subhanallah…....
Setelah melaksanakan shalat terawih, istirahat sejenak, berpikir waktu semakin mendekat ke hari kemenangan, aku mencoba menggoreng kacang malam ini juga, supaya pekerjaanku tak semakin bertambah pada saat malam takbir.Istirahatku pun terhenti, bergegas untuk merayu mamah yang sedang melayani pembeli.
“Mamah, boleh tidak malam ini aku goreng kacang lebaran?”Berkata si gadis itu dengan mimik muka memelas.
“Malam-malam gini mau goreng kacang lebaran?Yang benar saja kamu nak?Nanti saja besok pagi, kan masih ada hari esok.”sahut ibu dengan mimik muka emosi karena kasih
            Rayuan demi rayuan, paksaan yang begitu mengganggu sang ibu. Dan akhirnya sang ibu pun luluh mengabulkan apa yang putrinya inginkan.
“ya sudah mamah bolehkan” berkata ibu.
“makasih yah mamah, mamah baik deh” berkata si gadis dengan mimik muka riang.
“iya sayang”sahut ibu memberi senyuman kepada sang anak.
            Terlihat jarum panjang pada putaran jam dinding sudah menunjukan waktu  21.43, langsungku bergegas mempersiapkan bahan-bahan serta alat-alat yang akan dipakai pada saat menggoreng kacang.
Semua bahan-bahan sudah dipersiapkan ke meja dapur. Lalu terlebih dahulu memasak air setengah panci besar sampai mendidih, menunggu air mendidih iris bawang putih sampai halus, sudah mendidih airnya, matikan apinya dan masukan kacang lebaran semua bersama bawang putih yang tadi diiris dan garam secukupnya.
            Menunggu satu jam, bahan-bahan sudah teresap oleh kacang lalu di gorenglah kacang itu ke dalam minyak goreng yang sudah panas.Gorengan pertama, masih di bulak balik si kacang itu dari minyak yang begitu panas, tak lama perutku tiba-tiba sakit seperti melilit dan tak tertahankan.Ku tinggal sebentar gorengan yang kurasa kacang itu belum waktunya matang dan masih lama.Sebentarku tinggal tak sampai 30 menit, dan ku lihat si kacang itu yang tadinya masih terendam ke dalam minyak panas dan masih berwarna putih, ternyata setelahku tinggal sebentar sudah mengambang dan berganti menjadi warna kehitam-hitaman.Disitu perasaanku sudah tak enak, bingung, takut, gelisah, kecewa.
“Bagaimana bisa seperti ini? ingin di buang ke tempat sampah takut ketauan, didiamkan malah di sindir plus di omelin, jadi serba salah. Diamkan sajalah toh emang aku yang salah ko jadi aku yang harus menanggung resikonya” berkata di dalam hati seorang gadis itu.
            Gorengan kedua, karena tak ingin gagal lagi seperti yang gorengan pertama, berusaha menjadi yang sempurna kacang kedua dan ketiga.Setelah lama di bulak-balik si kacang itu dan hasil matangnya sempurna.di angkat dan di goreng lagi kacang gorengan yang terakhir, setelah dimasukkan dan di bulak balik hasilnya pun sama seperti gorengan yang kedua sempurna. Kacang yang tadinya diam di tempat meja makan tidak bisa di makan, sekarangpun ia bisa di makan oleh mereka-mereka yang melihatnya.Tetapi perasaan tidak menjadikan hatiku senang malah semakin rasa takut ini menjadi-jadi.
            Tiba seorang laki-laki muda berjalan ke arah dapur mencium aroma kacang matang dari sudut meja makan, terlihat olehnya dengan muka aneh secara terkejut.
“Wah…………kacangnya sudah matang, tapi ko keliatannya belang-belang yah?!”berkata kakak laki-laki dengan mimik muka aneh dan menyidir kepada sang adik.
“hehehe… maaf kak! Tadi aku kebelet ingin buang air besar dulu, kelamaan buang air besarnya  jadi gosong deh kacangnya pas gorengan pertama”sahut si gadis dengan muka sedih.          
            Perkataan serta raut muka yang ditonjolkan dari si kakak tadi, membuatku semakin bersalah, kenapa harus seperti ini jadinya dan seharusnya aku tahan saja tidak perlu pake dibuang segala, biar saja sakit daripada harus dibuat begini sama kakak, adik, mamah dan abah. Sekarang saja kakak yang tahu, setelah ini siapa lagi.
            Tidak lama kakaknya keluar dari dapur, bergantian masuk ada seorang laki-laki lebih muda. Tak jauh pemikiran dari seorang laki-laki lebih muda itu pasti iapemikirannya sama dengan apa yang kakaknya tadi katakan kepada sang adik perempuannya.
“Emmm……..ko ada rasa gosong yah, bukan kerasa enak malah pahit, ini bukan kacang yah ka?” Tanya adiknya dengan muka aneh juga.
“ iya bukan kacang tapi batu kerikil puassss loh de”sahut si gadis dengan muka yang bertambah seram dan semakin pasrah.
“ Uwekkhhh……. Yang bener kak ini batu kerikil? Yang ada di depan rumah itu? Ihhh….. kakak jorok, masa masak baru kerikil disuguhkan ke keluarga, kakak jahat! Mamah kakak jahat”berkata si adik yang penuh sindiran itu terhadap kakak perempuannya.
“bukan begitu juga ade, Cuma itu kacang berwarna kehitam-hitaman gosong bukannya kerikil, kakak becanda ko” berkata si gadis itu dengan muka semakin memelas.
            Semakin kata-kata sindiran itu bertambah, semakin sakit hati ini karena kecewa pada diri sendiri, tetapi semua ini memang harus aku tanggung akibatnya.Sedikit lalai hancurlah semua.Ini menambah pelajaran untukku tak boleh mengalami kejadian seperti ini lagi.Tak lama itu ada dua orang, laki-laki dan perempuan yang sudah separuh baya, keluar dari pintu dalam rumah, mereka menuju dapur dan duduk di kursi meja makan. Keduanya mengalihkan penglihatannya secara berbarengan dan tak jauh beda, mereka juga terkejut dan memanggil aku.
“ sayang, sini nak” berkata mamah
            Perasaan semakin dan semakin menjadi-jadi, keringat bercucuran, tangan kaki semakin dingin seperti halnya orang sakit panas dingin. Suara panggilan berkali-kali dari asal suara perempuan separuh baya itu  semakin mendekatiku, aku pun mendekatinya dengan langkahan kaki yang begitu sulit untuk dilangkahkan. Dan apa yang terjadi…….
“nak kamu kenapa sayang ko bisa gosong gini? Terus pake dicampur segala lagi sama kacang yang bagus digorengnya, kan jadi belang-belang gini, jelekkan jadinya” berkata sang ibu secara lembut.
Firasatyang tadinya mengatakan kalau mamahakan memarahiku secara kasar, membentak dan memakai emosi. Itusemua salah, mamah malah bertanya secara lembut walaupun itu seperti memarahi mungkin bisa jadi itu dibilang menasehati.
“maaf mah aku salah, tadi aku sengaja buang air besar dulu, itu juga sebentar ko mah, ehhh… tahunya malah kehangusan, tapi itu Cuma yang pertama doang ko, yang kedua sama yang terakhir engga hangus malah jadi bagus sempurna” sahut si gadis
“engga apa apa gosong pertama, tapi engga pake dicampur juga kali sayang, kan jadi engga enak dilihatnya, jadi belang-belang gitu kan? Buatan kamu jadinya juga jelek” berkata sang ibu
            Nasehat yang terlontar dari mulut sang ibu, membangkitkan aku dari rasa-rasa yang bersalah menjadi rasa ingin terus belajar dari kesalahan dan tak ingin mengulangnya kembali. 
“iya mah, aku ngerti, aku engga akan mengulangnya kembali, anggap saja ini suatu tambahan pembelajaran untukku” sahut si gadis itu dengan muka memelasnya.
“nah gitu dong bagus, awas yah ngulanginnya lagi” berkata sang bapak kepada anak perempuannya.
“iya pah, insya allah aku janji” sahut si gadis itu dengan perasaan memelasnya tetapi tersenyum dan bersemangat dalam hatinya.
“ya sudah kamu bereskan kacang ini, atau tidak kamu pilih terlebih dahulu kacang yang baik sama yang gosong, lalu jika sudah selesai dipilihnya, baru kamu masukin ke toples kecil yang kemarin mamah cuci itu yah sayang” berkata perintah sang ibu kepada anak perempuannya.
“iya mamahku tersayang” sahut si gadis itu dengan mimik muka tersenyum kembali.
            Kesalahan demi kesalahan yang pernah terjadi dengan tidak di sengaja, pada akhirnya aku sadar bahwa semua ini adalah suatu pembelajaran agar sadar, tahu dimana letak kesalahannya dan tak boleh mengulangnya kembali.



Tamat

Tidak ada komentar: