2013/09/05

Cerpen Lingkungan



WONOGIRI 27 MEI 2006

Terdengar riuh suara sahutan ayam yang berkokok bangunkan tidurku pagi itu. Ketika aku mulai terbangun, lekas ku langkahkan kaki perlahan menuju kamar mandi, dengan suara yang masih terasa berat di tenggorokan dan juga mata yang belum sepenuhnya terbuka lebar, ku bertanya pada ayah ku yang tampak pagi-pagi sudah terlihat rapi dan sangat harum itu  “ayah mau kemana pagi-pagi begini??” tanyaku lirih. Dengan sibuk ayahku yang masih membenarkan ikat pinggangnya pun lekas menjawab pertanyaanku “ayah disuruh nganterin bos ayah yang di kantor ke bandara, nanti siang mau ada rapat katanya” dengan serius ku perhatikan tiap detail yang ayah katakan padaku dan hanya singkat aku jawab “ouwh gitu ya yah...” “karena juga tak begitu penting bagiku si bos mau kemana, hehehe gumam ku dalam hati”.
Belum ada 5 menit aku berada di dalam kamar mandi, terdengar suara yang terasa sedikit lantang yang di tunjukkan untukku, ya... suara itu dari ayahku, nampaknya ia sudah siap dan hendak lekas berangkat “jangan lama-lama di kamar mandinya, cepat antarkan ayah ke kantor ! soalnya ke bandara pakai mobil kantor” ingin sekali rasanya aku menutup telingaku sekencang mungkin agar ku tak mendengarnya dan aku masih bisa berlama-lama di kamar mandi, tapi sepertinya jika hal itu benar-benar aku lakukan juga percuma saja, karena ayah mengatakannya tepat di depan pintu kamar mandiku. Dan aku pun cepat-cepat segera keluar dari kamar mandi, terdengar suara mama ku yang sedang mencuci baju di belakang sedang mengomel kepada ayahku, karena ayahku yang jahil, baru jam 5 pagi dia sudah sibuk mengganggu adikku yang sedaang terlelap tidur hingga terbangaun. Pantas saja jika mama ku mengomel pada si ayah, karena kalau pagi adikku sudah bangun itu pasti akan sangat merepotkan, apalagi aku sedang di suruh mengantarkannya ke kantor. Mengapa bisa ku katakan hal yang sangat merepotkan? Karena adikku saat iyu baru berusia sekitar 5 bulan, jarak kami memang cukup jauh, terpaut 10 tahun dengan umurku.
            Tak lama kemudian, melihat aku yang sudah keluar dari pintu kamar mandi, ayahku lalu cepat-cepat menggendong adikku keluar kamar dan menidurkannya di depan televisi, kebetulan di rumahku di depan televisi ada kasurnya, jadi bisa untuk tidur adikku sambil di awasi mamaku dari tempatnya mencuci baju lagi pula kasur di depan televisi hanya di letakkan di lantai saja, tak seperti yang di kamar. Waktu menunjukkan pukul  05:00 ayahku segera berpamitan dengan mamaku dan juga adikku. Aku pun mengantarkan ayahku ke kantor, sekitar pukul 05:45 aku sampai di rumah. Jarak dari kantor ayahku dengan rumahku memang lumayan agak jauh. Samapai di rumah aku lalu ganti baju dan menyanding adikku yang sedang asyik di ajak bermainan dengan anak  tetanggaku yang masih TK. Tak lama kemudian terdengar begitu keras suara cendela kaca yang seakan mau pecah, begitu terasa liyukan demi liyukkan tubuh ini, tersadar dari semua itu bahwa yang ku rasakan pagi iitu adalah gempa, gempa yang sungguh sangat dahsyatnya bagiku yang merasakan baru pertama kali itu, terbesit dalam benakku bahwa kiamat sudah datang. “mama.....mama......lari..............” dengan suara sangat kencang ku katakan itu pada mama ku yang masih mencuci baju di belakang, “risa lari.......bawa adikmu keluar” tak kalah dengan suaraku yang sangat kencang mama ku juga meneriakkan hal yang sama, lalu dengan sangat sigap aku menggendong adikku yang berada di kasur, dengan tangan ku yang satunya menarik anak tetanggaku tadi agar cepat keluar dari rumah, di jalan depan rumahku sudah di penuhi banyak orang yang juga keluar rumah bersama anak-anaknya, mamaku berlari lewat pintu saamping rumah sementara aku lewat pintu depan. Di luar sambil menggendong erat adikku yang sedang menangis kencang, mungkin karena ia ketakutan langsung ku angkat tadi dari tempat tidur tanpa perlahan seperti biasanya dan juga karena mendengar aku dan orang-orang yang lain berteriak “ALLAH HU AKBAR ALLAH HU AKBAR ALLAH HU AKBAR....!!!!!” tetesan air mata tak terbendung lagi merasakan goncangan gempa yang sangat dahsyat dan juga menyaksikan bangunan rumahku yang perlahan ambruk, pohon-pohon yang tumbang di dekat rumah, sungguh tak pernah ku bayangkan hal ini terjadi sebelumnya.
            Setelah gempa yang sangat besar tadi perlahan berhenti, kami semua masih berada di luar rumah karena masih takut jika ada gempa susulan yang mungkin juga skalanya masih besar. Cepat-cepat aku menelpon ayah ku yang mungkin masih ada di perjalanan “ayah.....ayah dimana?? Ayah baik-baik sajakan?? Ada gempa yang kencang sekali yah barusan, aku takut... ayah pulang aja ya sekareng” dengan suara terbata-bata kerena isak tangis ku yang semakin membuat ku sulit untuk berkata, sengaja mama ku tak langsung berbicara dengan ayah ku karena saat adikku menangis kencang tadi ia ku lepas dari gendonganku dan ku berikan pada mama, hingga saat itu mama ku masih sangat shock dan mencoba menenangkan adikku. “ayah tidak apa-apa ris, gimana kamu, mama, sama adik?? Semua baik-baik saja kan??? Tidak kena apa-apa kan??” pertanyaan ayah ku dengan nada yang begitu cepat dan juga penuh rasa khawatir, “nggak yah.. kami semua baik-baik saja, aku mohon ayah pulang saja sekarang” dengan lirih ku tegaskan pada ayahku “iyaa nak, ayah pulang, ayah pulang sekarang, tunggu ayah di rumah” mungkin bos ayah ku juga sedang di telpon anak atau istrinya dan segera membatalkan untuk berangakat ke bandara, makanya ayah langsung menjawab dengan tegas dan juga tanpa pikir panjang lagi.. “iya yah..  hati- hati di jalan” lalu ku tutup telpon dan aku mendekat lagi pada mama ku. “gimana ris?? Ayah mu tidak apa-apa kan?? Dimana dia sekarang?? Apakah kamu menyuruhnya pulang??” pertanyaan mama yang penuh rasa cemas dan khawatir menghampiriku tanpa menanyakannya satu persatu. “nggak mah, ayah nggak kenapa-kenapa, dia ttadi sedang di jalan, belum jauh dari rumah katanya, sekarang ayah akan segera pulang, kita tunggu saja”.
            Satu jam berlalu dan ayah ku tiba di rumah, yang saat itu jalanan masih dipenuhi warga karena tak ada satu pun yang berani masuk ke rumah masing-masing, mengingat daritadi banyak sekali gempa susulan yang kami rasakan. Ayah datang dengan membawa mobil kantornya, karena ia tadi berangkat aku yang mengantarkan ke kantor, sementara bos nya sudah di antarkan kerumahnya sendiri. Begitu ayah keluar dari mobil sontak aku, mam dan adikku datang menghampiri dan memeluknya, seolah meumpahkan semua rasa ketakutan yang kami rasakan sedari tadi. Kami pun segera menceritakan kronologi yang terjadi di rumah saat gempa tadi pagi. Ternayata sebelum aku menelpon dan juga sebelum istri dari bos ayahku tadi menelpon dan memberi tahu bahwa terjadi gempa, ayah dan juga bos nya sama sekali tidak tahu bahwa saat mereka di jalan tadi sedang ada gempa. Mereka hanya kebingungan mengapa banyak orang di sekitar jalan yang berhamburan keluar rumah.
            Beberapa jam kemudian ayah ku memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah yang beberapa bagian mungjkin hanya tersisa puing-puing nya saja, tak heran jika rumah yang ku tempati mudah roboh tak seperti beberapa rumah tetanggaku yang masih kokoh berdiri, karena rumah yang ku tempati adalah rumah kontrakan yang sudah ccukup lama juga bangunannya, tentu kami tidak berani merenovsi sendiri karena juga bukan hak kami.
Ironisnya saat memasuki kamar tidur, semua barang-barang sudah berjatuhan berserakan entah kemana, apalagi di atas tempat tidur tepatnya di bantal adikku saat tertidur sebelum di pindahkan ke kasur depan televisi terlihat reruntuhan batu bata yang jatuh dari atas, dan di rumahku, kerusakan yang sangat parah hanya di dalam kamar saja. Tempat yang lain tidak sampai ambruk, hanya saja barang-barang yang di letakkan di atas semuanya jatuh. Tak lama kemudian ayahku keluar dari rumah dan menceritakan apa yang sudah di lihatnya baru saja kepada kami, isak tangis pun semakin kencang terdengar dari mama sambil memeluk adikku sekencang mungkin mengingat tadi ia marah-marah karena ayah ku membangunkan si kecil saat mama masih kerepotan, tak bisa terbayangkan apa yang akan terjadi jika tadi ayahku tak menggoda adikku yang sedang tidur, mungkin sepulang aku mengantarkan ayah aku akan membantu mama di dapur terlebih dahulu tanpa mengganggu adikku yang sedang tidur pulas sebelum semuanya sudah selesai.
            Karena rumah kami yang sangat rawan sekali rubuh, aku dan keluargaku tidur di emperan masjid dekat rumah dengan membawa perlengkapan seadanaya. Namun kami tidur di masjid hanya hingga sebelum maghrib, setelah itu kami semua mengungsi tidur di rumah nenekku yang hanya berjarak dekat dari rumah kami, disana kami melihat tayangan telavisi yang menyiarkan gempa besar yang ku alami pagi tadi, ternyata gempa itu berpusat di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berkekuatan 5,9 skala richter yang terjadi selama 57 detik. Aku dan keluarga ku tinggal di rumah nenek hingga akhirnya rumah kontrakan ku selesai di renovasi dan nyaman untuk di tempati lagi.

Tidak ada komentar: