WONOGIRI 27 MEI 2006
Terdengar riuh suara sahutan ayam yang berkokok bangunkan
tidurku pagi itu. Ketika aku mulai terbangun, lekas ku langkahkan kaki perlahan
menuju kamar mandi, dengan suara yang masih terasa berat di tenggorokan dan
juga mata yang belum sepenuhnya terbuka lebar, ku bertanya pada ayah ku yang
tampak pagi-pagi sudah terlihat rapi dan sangat harum itu “ayah mau kemana pagi-pagi begini??” tanyaku
lirih. Dengan sibuk ayahku yang masih membenarkan ikat pinggangnya pun lekas
menjawab pertanyaanku “ayah disuruh nganterin bos ayah yang di kantor ke
bandara, nanti siang mau ada rapat katanya” dengan serius ku perhatikan tiap
detail yang ayah katakan padaku dan hanya singkat aku jawab “ouwh gitu ya
yah...” “karena juga tak begitu penting bagiku si bos mau kemana, hehehe gumam
ku dalam hati”.
Belum ada 5 menit aku berada di dalam kamar mandi, terdengar
suara yang terasa sedikit lantang yang di tunjukkan untukku, ya... suara itu
dari ayahku, nampaknya ia sudah siap dan hendak lekas berangkat “jangan
lama-lama di kamar mandinya, cepat antarkan ayah ke kantor ! soalnya ke bandara
pakai mobil kantor” ingin sekali rasanya aku menutup telingaku sekencang
mungkin agar ku tak mendengarnya dan aku masih bisa berlama-lama di kamar
mandi, tapi sepertinya jika hal itu benar-benar aku lakukan juga percuma saja,
karena ayah mengatakannya tepat di depan pintu kamar mandiku. Dan aku pun
cepat-cepat segera keluar dari kamar mandi, terdengar suara mama ku yang sedang
mencuci baju di belakang sedang mengomel kepada ayahku, karena ayahku yang
jahil, baru jam 5 pagi dia sudah sibuk mengganggu adikku yang sedaang terlelap
tidur hingga terbangaun. Pantas saja jika mama ku mengomel pada si ayah, karena
kalau pagi adikku sudah bangun itu pasti akan sangat merepotkan, apalagi aku
sedang di suruh mengantarkannya ke kantor. Mengapa bisa ku katakan hal yang
sangat merepotkan? Karena adikku saat iyu baru berusia sekitar 5 bulan, jarak
kami memang cukup jauh, terpaut 10 tahun dengan umurku.
Tak lama kemudian, melihat aku yang
sudah keluar dari pintu kamar mandi, ayahku lalu cepat-cepat menggendong adikku
keluar kamar dan menidurkannya di depan televisi, kebetulan di rumahku di depan
televisi ada kasurnya, jadi bisa untuk tidur adikku sambil di awasi mamaku dari
tempatnya mencuci baju lagi pula kasur di depan televisi hanya di letakkan di
lantai saja, tak seperti yang di kamar. Waktu menunjukkan pukul 05:00 ayahku segera berpamitan dengan mamaku
dan juga adikku. Aku pun mengantarkan ayahku ke kantor, sekitar pukul 05:45 aku
sampai di rumah. Jarak dari kantor ayahku dengan rumahku memang lumayan agak
jauh. Samapai di rumah aku lalu ganti baju dan menyanding adikku yang sedang
asyik di ajak bermainan dengan anak tetanggaku yang masih TK. Tak lama kemudian
terdengar begitu keras suara cendela kaca yang seakan mau pecah, begitu terasa
liyukan demi liyukkan tubuh ini, tersadar dari semua itu bahwa yang ku rasakan
pagi iitu adalah gempa, gempa yang sungguh sangat dahsyatnya bagiku yang
merasakan baru pertama kali itu, terbesit dalam benakku bahwa kiamat sudah
datang. “mama.....mama......lari..............” dengan suara sangat kencang ku
katakan itu pada mama ku yang masih mencuci baju di belakang, “risa
lari.......bawa adikmu keluar” tak kalah dengan suaraku yang sangat kencang
mama ku juga meneriakkan hal yang sama, lalu dengan sangat sigap aku
menggendong adikku yang berada di kasur, dengan tangan ku yang satunya menarik
anak tetanggaku tadi agar cepat keluar dari rumah, di jalan depan rumahku sudah
di penuhi banyak orang yang juga keluar rumah bersama anak-anaknya, mamaku
berlari lewat pintu saamping rumah sementara aku lewat pintu depan. Di luar
sambil menggendong erat adikku yang sedang menangis kencang, mungkin karena ia
ketakutan langsung ku angkat tadi dari tempat tidur tanpa perlahan seperti
biasanya dan juga karena mendengar aku dan orang-orang yang lain berteriak “ALLAH
HU AKBAR ALLAH HU AKBAR ALLAH HU AKBAR....!!!!!” tetesan air mata tak
terbendung lagi merasakan goncangan gempa yang sangat dahsyat dan juga
menyaksikan bangunan rumahku yang perlahan ambruk, pohon-pohon yang tumbang di
dekat rumah, sungguh tak pernah ku bayangkan hal ini terjadi sebelumnya.
Setelah gempa yang sangat besar tadi
perlahan berhenti, kami semua masih berada di luar rumah karena masih takut
jika ada gempa susulan yang mungkin juga skalanya masih besar. Cepat-cepat aku
menelpon ayah ku yang mungkin masih ada di perjalanan “ayah.....ayah dimana?? Ayah
baik-baik sajakan?? Ada gempa yang kencang sekali yah barusan, aku takut...
ayah pulang aja ya sekareng” dengan suara terbata-bata kerena isak tangis ku
yang semakin membuat ku sulit untuk berkata, sengaja mama ku tak langsung
berbicara dengan ayah ku karena saat adikku menangis kencang tadi ia ku lepas
dari gendonganku dan ku berikan pada mama, hingga saat itu mama ku masih sangat
shock dan mencoba menenangkan adikku. “ayah tidak apa-apa ris, gimana kamu,
mama, sama adik?? Semua baik-baik saja kan??? Tidak kena apa-apa kan??”
pertanyaan ayah ku dengan nada yang begitu cepat dan juga penuh rasa khawatir, “nggak
yah.. kami semua baik-baik saja, aku mohon ayah pulang saja sekarang” dengan
lirih ku tegaskan pada ayahku “iyaa nak, ayah pulang, ayah pulang sekarang,
tunggu ayah di rumah” mungkin bos ayah ku juga sedang di telpon anak atau
istrinya dan segera membatalkan untuk berangakat ke bandara, makanya ayah
langsung menjawab dengan tegas dan juga tanpa pikir panjang lagi.. “iya
yah.. hati- hati di jalan” lalu ku tutup
telpon dan aku mendekat lagi pada mama ku. “gimana ris?? Ayah mu tidak apa-apa
kan?? Dimana dia sekarang?? Apakah kamu menyuruhnya pulang??” pertanyaan mama
yang penuh rasa cemas dan khawatir menghampiriku tanpa menanyakannya satu
persatu. “nggak mah, ayah nggak kenapa-kenapa, dia ttadi sedang di jalan, belum
jauh dari rumah katanya, sekarang ayah akan segera pulang, kita tunggu saja”.
Satu jam berlalu dan ayah ku tiba di
rumah, yang saat itu jalanan masih dipenuhi warga karena tak ada satu pun yang
berani masuk ke rumah masing-masing, mengingat daritadi banyak sekali gempa
susulan yang kami rasakan. Ayah datang dengan membawa mobil kantornya, karena ia
tadi berangkat aku yang mengantarkan ke kantor, sementara bos nya sudah di
antarkan kerumahnya sendiri. Begitu ayah keluar dari mobil sontak aku, mam dan
adikku datang menghampiri dan memeluknya, seolah meumpahkan semua rasa
ketakutan yang kami rasakan sedari tadi. Kami pun segera menceritakan kronologi
yang terjadi di rumah saat gempa tadi pagi. Ternayata sebelum aku menelpon dan
juga sebelum istri dari bos ayahku tadi menelpon dan memberi tahu bahwa terjadi
gempa, ayah dan juga bos nya sama sekali tidak tahu bahwa saat mereka di jalan
tadi sedang ada gempa. Mereka hanya kebingungan mengapa banyak orang di sekitar
jalan yang berhamburan keluar rumah.
Beberapa jam kemudian ayah ku
memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah yang beberapa bagian mungjkin
hanya tersisa puing-puing nya saja, tak heran jika rumah yang ku tempati mudah
roboh tak seperti beberapa rumah tetanggaku yang masih kokoh berdiri, karena
rumah yang ku tempati adalah rumah kontrakan yang sudah ccukup lama juga
bangunannya, tentu kami tidak berani merenovsi sendiri karena juga bukan hak
kami.
Ironisnya
saat memasuki kamar tidur, semua barang-barang sudah berjatuhan berserakan
entah kemana, apalagi di atas tempat tidur tepatnya di bantal adikku saat
tertidur sebelum di pindahkan ke kasur depan televisi terlihat reruntuhan batu
bata yang jatuh dari atas, dan di rumahku, kerusakan yang sangat parah hanya di
dalam kamar saja. Tempat yang lain tidak sampai ambruk, hanya saja barang-barang
yang di letakkan di atas semuanya jatuh. Tak lama kemudian ayahku keluar dari
rumah dan menceritakan apa yang sudah di lihatnya baru saja kepada kami, isak
tangis pun semakin kencang terdengar dari mama sambil memeluk adikku sekencang
mungkin mengingat tadi ia marah-marah karena ayah ku membangunkan si kecil saat
mama masih kerepotan, tak bisa terbayangkan apa yang akan terjadi jika tadi
ayahku tak menggoda adikku yang sedang tidur, mungkin sepulang aku mengantarkan
ayah aku akan membantu mama di dapur terlebih dahulu tanpa mengganggu adikku
yang sedang tidur pulas sebelum semuanya sudah selesai.
Karena rumah kami yang sangat rawan
sekali rubuh, aku dan keluargaku tidur di emperan masjid dekat rumah dengan
membawa perlengkapan seadanaya. Namun kami tidur di masjid hanya hingga sebelum
maghrib, setelah itu kami semua mengungsi tidur di rumah nenekku yang hanya
berjarak dekat dari rumah kami, disana kami melihat tayangan telavisi yang
menyiarkan gempa besar yang ku alami pagi tadi, ternyata gempa itu berpusat di
Daerah Istimewa Yogyakarta yang berkekuatan 5,9 skala richter yang terjadi
selama 57 detik. Aku dan keluarga ku tinggal di rumah nenek hingga akhirnya
rumah kontrakan ku selesai di renovasi dan nyaman untuk di tempati lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar