MBAH
DAKEM
Di
Desa Wanarata hiduplah seorang nenek tua yang rambutnya sudah putih jalannya
pun sudah membungkuk. Orang-orang di desa ini biasa memanggilnya mbah Dakem.
Mbah Dakem sekarang ini tinggal bersama anaknya yang kedua sedangkan suaminya
Mbah Dakem meninggalkan Mbah Dakem dan kedua anaknya begitu saja tanpa sebab
dan akibat.
Pada jam dua belas siang orang-orang di desa
Wanarata ini baru pulang dari sawah ada yang bekerja di sawahnya sendiri dan
ada juga yang bekerja di sawahnya orang lain, sedangkan Mbah Dakem pada siang
ini baru berangkat ke sawah entah itu sawah siapa, sawah orang lainkah atau
sawah sendiri. Masyarakat desa Wanarata ini pulang dari sawah pun langsung
tiduran ada yang tidur di bawah pohon, ada yang tidur di teras depan rumah masing-masing,
dan ada juga yang shalat dhuhur. Tapi di desa ini sangat sedikit yang
mementingkan shalat hanya beberapa saja, ya.. mungkin karerna desa Wanarata ini
tidak mempunyai mushala yang terdekat. Seperti Mbah Dakem ini tidak pernah
menjalankan shalat sama sekali mungkin karena orang tua juga dulu tidak
mengajarkan yang namanya shalat.
Pada
siang hari mbah Dakem yang sedang berjalan ke sawah dengan menggunakan pakaian
lengkap memakai topi kerucut, memakai baju sawah dan ditangannya ini membawa
golok dan keranjang kecil. Di pertengahan jalan mbah Dakem bertemu dengan
Turiyah. Turiyah ini tetangganya mbah
Dakem.
“mau
kemana mbah siang-siang begini?” tanya Turiyah
“mau
ke sawah” jawab mbah Dakem
“siang-siang
begini mau dhuhur juga ko ke sawah mbah?” tanya Turiyah
Mbah
Dakem pun tidak menjawab pertanyaan dari Turiyah ini, beliau melanjutkan
perjalannya ke sawah. Sesampainya di sawah, mbah Dakem istirahat di gubuk
sambil makan pisang yang beliau bawa dari rumah. Sawah ini dinamakan sawah
patoman, sawah patoman ini bukan sawahnya mbah Dakem tapi sawah orang lain.
Mbah Dakem ini selalu menanam pohon-pohon atau sayuran di sawah orang lain,
anak atau tetangganya mbah Dakem pun menganggap mbah Dakem ini sedikit gila
karena tanah orang lain selalu ingin dimilikinya. Siang ini mbah Dakem menanam
pohon singkong di sawah patoman milik muji. Tidak lama anaknya mbah Dakem pun
mencari-cari mbah Dakem karena sudah maghrib.
Bu…bu…bu…
kemana ini si ibu gumam anak mbah Dakem dalam hati, anaknya mbah Dakem pun
bertanya-tanya sama tetangganya apakah ada yang melihat mbah Dakem?.
Tetangganya pun tidak tahu kemana mbah Dakem pergi hanya Turiah yang tahu tapi
saat ini Turiyah tidak ada di rumah.
“Biasanya
tidak dicariin?” tanya tetangga
“iya,
ibu pergi dari siang sampai maghrib belum pulang juga biasanya kalau sudah
maghrib sudah ada di rumah”. Jawab anak mbah Dakem
“Coba
cari di sawah-sawah kan beliau selalu di sawah?” tanya tetangga
Anak
mbah Dakem pun langsung pergi ke sawah, ke sawah mbaron, sawah legok, sawah
galing di cari-cari tidak ada orang yang ada di sawah pun tidak melihat mbah
Dakem dan akhirnya di carilah ke sawah patoman, sawah yang paling jauh dari
rumah mbah Dakem. Bu…ibu…ibu… mbah Dakem pun tidak menjawab karena sudah tua
pendengarannya pun sudah tidak jelas, dan anaknya pun tidak melihat mbah Dakem
yang sedang jongkok sambil menanam singkong, anaknya kini sudah putus asa tidak
tau harus cari ibunya kemana lagi karena langit pun sudah mulai gelap. Untuk melapas
rasa lelah anak mbah Dakem pun istirahat di gubuk sambil melihat-lihat kanan
kiri siapa tau ada mbah Dakem, dan tidak lama anak mbah Dakem melihat topi
kerucut warna hijau seperti topinya mbah Dakem. “Mudah-mudahan itu ibu” dalam
hati anak mbah Dakem, akhirnya anak mbah Dakem berjalan menuju topi hijau itu
sambil membaca basmallah, sudah mulai dekat dan sudah keliatan jelas bahwa topi
hijau itu benar bahwa beliau adalah ibunya
“ibu…sedang
ngapain” tanya anak mbah Dakem
“nanam
pohon singkong” jawab mbah Dakem
“langit
sudah gelap bu hujan pun mau turun, ayo pulang!”
Mbah
Dakem bersama anaknya pun segera pulang, dan ditengah jalan pun anaknya
menasehati ibunya, itu sawah orang bu.. tidak usah ditanamin pohon apapun kan
yang punya sawah tidak suruh ibu untuk nanam pohon itu.
mbah
dakem pun menjawab kata siapa tanah orang itu kan tanah ku dulu, jadi terserah
saya dong mau nanam apa saja.
Tanah ibu? duit dari mana ibu beli tanah orang
dari dulu itu tanah milik muji. Dan akhirnya mbah dakem pun marah-marah
sendiri.
Mbah
Dakem emang orangnya selalu begitu kalau di bilangin selalu marah-marah
sendiri. Anak mbah Dakem pun diam karena sudah tau watak dari sifat ibunya
seperti orang setengah gila tanah orang pun ingin dimilikinya.
Karena perjalanan dari sawah patoman
sampai rumah, mbah Dakem dan anaknya kini sampai pada pukul delapan malam.
Sesampainya di rumah anak mbah dakem pun bertanya “kenapa si bu selalu menanam
pohon atau tanaman di sawah orang?”
“aku
ingin kerja, tapi tidak ada satu orang pun yang ngasih kerjaan ke aku” jawab
mbah Dakem
“tapi
kan ibu sudah tua?” tanya anak
“ya,
emang kenapa kalau sudah tua? Apakah orang tua itu tidak boleh bekerja?” tanya
mbah Dakem
“orang
tua boleh bekerja, tapi kan ibu sudah tidak ada tenaganya lagi” kata anak
Percakapan
pun mulai hening dan tiba-tiba anak mbah Dakem bertanya “kalau ibu kerja di
mushala suruh bersih-bersih mushala, nanam pohon di mushala apakah ibu mau?”
“tentu
saja saya mau, dari pada tidak bekerja apapun”
Anak mbah Dakem pun meminta kepada
ketua RT maupun RW untuk membangun mushala dan nanti yang akan membersihkan
mushala itu mbah Dakem dan supaya masyarakat desa Wanarata ini pun mementingkan
untuk shalat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar