SUNGAI BERSIH, BANJIR PUN PERGI
Pada
siang hari, di sebuah hutan yang sangat lebat terdapat rumah tua, rumah itu
tidak ada penghuninya dan terlihat sungai yang cukup besar di dalamnya namanya
Sungai Cikeas. Hutan tersebut selalu di tutupi pohon-pohon besar. Sungainya pun
airnya sangat jernih dan menyegarkan, sangat indah untuk di lihatnya.
Pada
suatu hari, terdengar bahwa sebentar lagi di pinggir hutan akan di bangun
sebuah pabrik besar, pabrik pengolah bahan-bahan industri. Pabrik tersebut
rencananya akan di bangun tepat menghadap depan sungai Cikeas. Para penghuni
hutan sangat terkejut mendengar kabar tersebut, terutama Pak Diyan yang sering
menjelajah hutan itu. Ia berpikir bahwa nantinya pabrik industri tersebut akan
membuang limbah-limbah hasil olahannya. Jika itu terjadi, kelangsungan hidupnya
akan terancam. Ia tidak ingin sampai hal itu terjadi.
Sungai
Cikeas terasa sejuk karena di atas hutan terdapat pohon-pohon yang di tanami
oleh Pak Diyan dan Pak Joko, mereka adalah laki-laki rajin yang sering
membersihkan hutan dan ia di perintahkan oleh Pak Sakti pemilik hutan itu,
supaya tetap menjaga kebersihan hutan tersebut. Suatu hari, Pak Joko berencana
untuk mengunjungi sungai. Ia ingin bertemu dengan Pak Diyan. Karena sudah
beberapa hari tidak bertemu. Pak Joko pun jarang pergi ke hutan itu, karena ia
sakit dan kondisinya pun sudah tua.
Setelah
menelusuri hutan lebat. Pak Joko bertemu dengan Pak Diyan di pinggir sungai.
Kemudian mereka saling berbincang-bincang. Pak Diyan pun bercerita tentang
keadaan yang sedang ada di hutan saat ini, masalah yang di hadapi berkaitan
dengan akan di bangunnya pabrik industri yang letaknya di pinggir sungai. Pak Diyan
sangat khawatir dengan dengan hal seperti ini dan ia tidak tahu apa yang harus
dilakukannya, karena Pak Sakti marah apabila sampai ada pembangunan pabrik industri. Pak Joko pun mendengarkannya
karena ia tidak tahu yang sedang terjadi di hutan ini. Pak Diyan meminta solusi
kepada Pak Joko. Namun, Pak Joko dimintai solusi ia merasa ketakutan mendengar
cerita Pak Diyan. Pak Diyan pun bertanya kepada Pak Joko mengapa ia merasa
ketakutan setelah mendengar cerita Pak Diyan. Katanya Pak Joko merasa khawatir jika
pabrik itu di bangun, pabrik tersebut akan mengganggu kesehatan dan akan
mengeluarkan asap berpolusi yang akan mencemari udara. Asap tersebut akan
merusak dirinya dan semua penghuni hutan.
Tidak
terasa sudah pukul lima sore, mereka belum menemukan solusi masalah yang mereka
hadapi. Namun, mereka berdua kembali ke atas hutan karena hujan turun dengan derasnya
dan mereka pulang ke rumah masing-masing. Pak Diyan dan Pak Joko telah sepakat
untuk meneruskan pembicaraan keesokan harinya.
Keesokan
harinya, pukul enam pagi, pak Joko yang awal datang ke hutan itu, tidak lama kemudian setelah Pak Joko duduk di
bawah pohon besar ternyata Pak Diyan datang menghampirinya karena mereka ingin
melanjutkan pembicaraan yang terpotong kemarin. Belum sempat mereka berbicara,
tiba-tiba terdengar orang yang sedang berjalan ke arah mereka, tanpa mereka
melihat ke arah belakang. Ternyata yang datang adalah Pak Sakti dan putranya
bernama Bisma. Ia melihat keadaan hutan. Pak Sakti memanggil Pak Diyan dan Pak
Joko, mereka berdua segera menemui Pak Sakti. Pak Sakti pun mengajak mereka
untuk pergi ke pinggir hutan. Setelah sampai di pinggir hutan Pak Sakti sangat
terkejut dan ia tidak percaya apa yang di lihatnya, ia melihat truk besar yang
ada di sana. ia juga melihat banyak pekerja yang sedang sibuk mempersiapkan
alat-alat dan sebagainya. Nampaknya mereka ingin membangun sesuatu di pinggir
hutan itu.
Pak
Diyan dan Pak Joko sangat ketakutan, ia menceritakan tentang rencana
pembangunan pabrik besar di pinggir hutan di ceritakannya kepada Pak Sakti.
Jantungnya berdetak, dan wajanya memucat. Kemudian Pak Sakti dan putranya
memutuskan untuk pergi dari hutan itu, ia tidak percaya apa yang telah di
katakan oleh Pak Diyan dan Pak Joko.
Sudah
hampir dua bulan pabrik itu berdiri. Pak Diyan dan Pak Joko semakin khawatir
saja. Tidak lama kemudian mereka mengabari teman-temannya untuk datang ke hutan
dan mereka memberikan solusi. Mereka tidak tahu harus berbuat apa, mereka hanya
menunggu apa yang akan terjadi untuk selanjutnya.
Keesokan
harinya Jemi adalah anaknya Pak Joko. Ia sedang berjalan di sekitar pabrik
tiba-tiba ia terkejut melihat di pinggir sungai banyak tumpukan sampah dan
kayu-kayu sisa pembangunan terapung di sungai. Terlihat sangat kotor dan berbau
menyengat sehingga dapat mengganggu pernapasan manusia. Ia segera pulang ke
rumah untuk memberitahukan apa yang terjadi di hutan.
Sesampainya
di rumah, Jemi segera memberitahu Pak Joko, ia melihat dengan jelas bahwa para
pekerja pabrik membuang sampah dengan seenaknya saja. Kebetulan di rumah Jemi
sedang ada pak Diyan dan teman-temannya. Segera mereka berbicara untuk mengatasi
masalah ini.
Pukul
satu siang, semua berkumpul di hutan. Setelah semuanya datang Pak Sakti dengan
muka serius menerangkan semua masalah yang mungkin akan mengancam kehidupan
hutan. Semua dengan tenang mendengarkan Pak Sakti berbicara semuanya mengelurakan
ide-ide. Namun, semuanya hampir putus asa dan merasa bingung.
Namun,
lain halnya dengan Jemi, ia cukup cerdik untuk menyelesaikan masalah ini. Sejak
tadi, terlihat sangat santai tanpa mengeluarkan pendapat. Hari sudah sore, saat
semua terlihat bingung tiba-tiba Jemi angkat tangan, sepertinya ia ingin
mengeluarkan pendapat.
“Selamat
sore bapak-bapak…..” Jemi berkata.
“Kita memang sedang di hadapkan pada masalah
yang sangat sulit, kita semua tidak boleh panik ataupun merasa takut, kita
harus menyelesaikan masalah ini dengan baik, saya punya usul, apakah bapak-bapak
setuju membuat bencana dan merusak pabrik yang sudah di bangun?” tanya Jemi.
“Apa maksudmu membuat bencana?” tanya Pak Sakti.
“Maksudku adalah membuat bencana banjir
agar pembuatan pabrik tidak bisa di lanjutkan.” jawab Jemi.
“Bagaimana caranya nak?” tanya Pak
Sakti.
“Raja, untuk masalah seperti ini Raja
bisa menyerahkan semuanya kepada kami dan Pak tinggal menunggu hasilnya saja.”
kata Jemi menjawab dengan tenang.
“Apakah benar itu semua?” tanya Pak
Sakti.
“Benar Pak, kami akan menyelesaikan dan
menyelamatkan hutan ini” jawab Jemi, berbicara dengan yakin.
“Saya akan menyerahkan kepada kalian
semua. Apakah semuanya siap?” tanya Pak Sakti.
“Siiiaaaapppp,,,,,,” jawab serentak.
Pada
pagi harinya, semua para penghuni hutan kembali untuk melaksanakan rencana Jemi
dan semua orang yang datang membagagi-bagi tugas masing-masing. Pertama bekerja
adalah Jemi, ia dengan beberapa orang pergi ke pembangunan pabrik dan sungai.
Tiba-tiba hujan pun turun. Semakin lama hujan turun semakin lebat.
Semua
orang yang berada di pabrik panik. Air sungai meluap dan mulai menggenangi area
pabrik, bahan-bahan bangunan belum sempat di selamatkan sudah hancur terbawa
arus sungai. Para pekerja tidak berani menyelamatkan alat-alat yang hanyut
karena terbawa arus sungai yang sangat deras.bukit-bukit mulai melongsorkan
tanah. Semua alat tidak bisa digunakan lagi. Bangunan pabrik hampir jadi,
setelah turun hujan yang sangat deras, kini sudah rata dengan tanah.
Para
pekerja sangat kebingungan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Mereka
hanya melihat bangunan yang mereka baru saja bangun sudah hancur. Mereka tidak
tahu apakah ini akan dilanjutkan atau tidak. Mereka menunggu keputusan dari
bos.
Hujan
pun turun, mereka terlihat sangat sedih, kesal dan juga marah. Para pekerja
pergi dari tempat pembangunan pabrik dan meninggalkan semua alat
perlengkapan.mereka segera melapor apa yang baru saja terjadi di hutan.
Keesokannya,
Raja Sakti mengumpulkan orang yang telah membuat. Pak Sakti ingin
berterimakasih kepada semuanya karena telah berhasil menyelamatkan hutan dan
pemcemaran limbah pabrik industri. Semua terlihat sangat senang dan bahagia.
Kini pembangunan pabrik di hutan tidak di lanjutkan lagi. Hutan bebas dari
ancaman polusi dan limbah pabrik. Semua penghuni hutan menjalani kehidupan
seperti biasanya dan mereka hidup dengan tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar