SANGKURIANG
cerita
asli dapat dilihat di
http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/157-Sangkuriang
Diceritakan kembali oleh:
Mala Nopita Sari
http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/157-Sangkuriang
Diceritakan kembali oleh:
Mala Nopita Sari
Sore
ini pancaran sinar matahari sudah tidak menyengat lagi, Sangkuriang yang sedang
duduk di dalam Gua untuk bersembunyi berusaha untuk mengatur tarikan nafasnya
yang tersenggal-senggal. Sejak siang tadi Sangkuriang tidak henti-hentinya
berlari kesana-kemari, dia berusaha menghindar dari kejaran para pedagang pasar
yang sangat tidak suka dengan tingkah lakunya. Memang sudah seminggu ini
Sangkuriang selalu berbuat ulah di pasar Gumbreng. Sangkuriang selalu datang ke
pasar itu dengan berteriak-teriak dan juga selalu menghancurkan barang dagangan
para pedagang pasar, bukan hanya menghancurkan barang dagangan Sangkuriang juga
sering menakut-nakuti para pembeli sehingga para pembeli itu tidak jadi
berbelanja karena takut berada di dekat sangkuriang. Para pedagang sudah sangat
kesal dengan kelakuan Sangkuriang sehingga mereka memutuskan untuk mengusir
sangkuriang dari tempat ini.
Sebelum
peristiwa itu terjadi, Sangkuriang merupakan sosok yang sangat dihormati di
tempat itu, terutama di wilayah Pasar Gumbreng. Disaat Sangkuriang melewati Pasar
Gumbreng, para pedagang pasar langsung memberi Sangkuriang hormat dengan
menundukan kepala dan berlutut di hadapan Sangkuriang. Hari-hari Sangkuriang selalu
dipenuhi dengan kesombongan dan juga keangkuhannya. Sombong karena memiliki
wajah yang tampan, angkuh karena memiliki kesaktian yang tiada tandingnya. Kini
Sangkuriang sudah tidak lagi memiliki kesaktian dan juga ketampanan dikarenakan
setelah peristiwa itu terjadi Sangkuriang mengalami depresi yang sangat luar
biasa, sehingga dia sering sekali melamun, menangis dan bahkan ia sering
tertawa sendiri tanpa sebab.
Di
dalam Gua tempat Sangkuriang bersembunyi. Sangkuriang merasa sangat ketakutan
dan dia merapatkan tubuhnya di pojok dalam Gua itu, tetapi tiba-tiba
Sangkuriang menangis dan memanggil-manggil nama Dayang Sumbi, tetapi tidak lama
kemudian Sangkuriang tertawa dengan lepasnya, dalam tawanya ia berkata : “Aku
akan menikah denganmu, aku akan menjadi suamimu, aku sangat mencintaimu Dayang
Sumbi. Haaahahhaaaaa”. Sangkuriang benar-benar merasakan kegembiraan sehingga
ia bangun dari tempat ia duduk dan keluar dari dalam Gua, lalu ia berlari
dengan sangat kencang sambil sesekali berputar-putar dan melambaikan tangan ke
atas sambil melompat.
Sekarang
ini Sangkuriang sedang menatap sebuah perahu. Perahu yang membuat ia menanggis
karena ingat akan peristiwa itu, peristiwa yang telah membuatnya menjadi
seperti sekarang ini, yang telah membuatnya depresi.
Ia
merupakan anak dari seorang perempuan yang sangat cantik jelita yang bernama
Dayang Sumbi dan juga bapaknya seekor anjing yang bernama Tumang. Suatu hari
Sangkuriang berburu bersama Tumang anjingnya, Sangkuriang tidak mengetahui
bahwa Tumang adalah ayahnya. Suatu ketika, ditemani Tumang, Sangkuriang memburu
seekor burung di hutan. Dengan sangat hati-hati dan jeli, Sangkuriang
membidiknya. Sangkuriang kemudian memerintahkan Tumang untuk mengambil burung
tersebut. Tapi, Tumang menolaknya. Sangkuriang menjadi kesal atas ulah Tumang.
Maka, ditendangnya anjing itu keras-keras. Diperlakukan seperti itu oleh tuannya,
Tumang pergi jauh ke dalam hutan dan tak pernah kembali lagi.
Di rumah,
dia menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Namun, bukannya iba dengan
apa yang dialami putra semata wayangnya, Dayang Sumbi malah murka. Kemudian,
saking marahnya, Dayang Sumbi melempar centong nasi. Sangkuriang yang sedang
marah pun pergi dari rumah untuk selama-lamanya. Ketika amarahnya mereda,
Dayang Sumbi menyesal atas apa yang telah dikatakannya pada Sangkuriang. Tapi, semua
sudah terlanjur. Bertahun-tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan Dayang
Sumbi dan Sangkuriang memutuskan untuk menikahi Dayang Sumbi, tetapi Dayang
Sumbi tahu bahwa Sangkuriang adalah anaknya melalui luka di kepala Sangkuriang.
Dayang Sumbi
meminta Sangkuriang untuk membendung sungai Citarum dan membuatkan perahu untuk
menyeberanginya. Kedua syarat ini harus jadi sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang menyanggupi hal itu. Kemudian, Sangkuriang segera bekerja dibantu
oleh teman-temannya dari bangsa lelembut dan jin. Sangkuriang dan teman-temannya
bekerja sangat cepat. Dua syarat dari Dayang Sumbi hampir jadi tidak lama lagi.
Dayang Sumbi
yang melihatnya menjadi cemas. Namun, dia tidak kehilangan akal. Dia meminta
bantuan masyarakat sekitar agar menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah
timur dan membangunkan ayam-ayam jago supaya berkokok. Supaya suasana malam berubah
menjadi suasana fajar. Ketika ayam-ayam jago mulai berkokok, Sangkuriang
melihat ke sebelah timur. Awan-awan mulai terlihat kemerah-merahan, tanda fajar
telah menyingsing. Sangkuriang pun menghentikan pekerjaannya karena merasa
telah gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi. Sangkuriang yang kesal kemudian
merusak bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Desa pun tenggelam karena air
bendungan. Lalu, Sangkuriang pun menendang perahu buatannya sendiri hingga
perahu itu terbalik.
Setiap
Sangkuriang menginggat hal itu dia selalu menangis dengan menyebut-nyebut nama
Dayang Sumbi bukan sekedar menangis tetapi Sangkuriang pun selalu menunjukkan
kemarahannya dengan memukul-mukuli dirinya sendiri. Masyarakat sekarang ini
sudah mengetahui bahwa Sangkuriang sudah gila, pakainnya sudah compang-camping.
Ketampannanya yang dulu sangat di puja oleh gadis-gadis desa kini hanya
mendapatkan cemoohan dan juga hinaan. Setelah kejadian itu Dayang Sumbi
memutuskan untuk bunuh diri dengan menyeburkan dirinya ke dalam sungai Citarum.
1 komentar:
Bagus, kilas baliknya terlihat penggarapan konflik juga pas :-)
Posting Komentar