2013/06/24

Cerpen dengan Warna Lokal


MAKANAN SINGKONG
 
Tuk-tuk-tuk-tuk, itu pasti suara tumbukan singkong dari rumah pak Tohir. Suara yang selalu ku dengar di pagi hari, yang selalu membangunkan aku ketika sedang tidur, suara yang sangat keras yang menguras tenaga seorang ibu Kiyah.
Pak Tohir dan ibu Kiyah inilah yang setiap pagi dan malam telah menguras tenaganya hanya untuk menumbuk singkong, yang ia akan menjadikan sebuah getuk, getuk yang disukai para warga Wanarata, getuk yang selalu dinanti-nanti orang karena rasanya khas yang tiada duanya. Makanan yang mengenyangkan inilah membuat pak Tohir dan ibu Kiyah hidup seorang suami istri yang mempunyai lima anak.
Pagi ini aku ke pasar, aku sangat lapar dan tujuan ku ke pasar hanya untuk membeli getuknya pak Tohir, biasanya aku belinya ke rumahnya langsung tapi pagi ini aku bangun kesiangan jadi penjual getuk sudah tidak ada di rumah.
“Getuknya masih ada bu?” tanyaku kepada bu Kiyah
“Sudah habis mba” jawab si ibu
“yah ibu biasanya aku makan getuknya ibu hari ini gak deh” dengan nada melas
“Iya mba lagian tadi kenapa gak beli? Kirain bosen” kata penjual getuks
“kesiangan bu bangunnya”
            Kulihat sebelah kanan lincaknya ibu Kiyah ada mba-mba jamu, getuk gak dapat beli jamu deh. “Jamu mba satu kunyit asam” tanyaku “iya sebentar ya” jawab mba jamu. Dibuat deh jamu kunyit asam.
“Oh mba Santi yo?” kata mba jamu
“Iya mba kenal ya padahal aku kan jarang ke pasar?” jawabku
“Aku ini loh aku iki kanca sekelas mu waktu SD? Kata mba jamu
Setelah ku ingat-ingat, mukanya, cara bicaranya aku pun gak ingat tapi ku ingat-ingat terus hingga aku mengenalinya oh “Widia ya” kata ku
“Iya kamu lupa ya?” kata mba jamu
Maklumlah sudah umur hehe “sudah tiga tahun ya kita gak ketemu” kataku
“Iya kamu lulus dari SD langsung ke Jakarta” kata mba jamu.
Jamunya bikin sendiri toh? Rasanya enak, seger, krasa neng weteng hehe
“gak, yang bikin mama ku aku yang jualin” jawab mba jamu.
“Yaudah nanti main ya ke rumah wid soalnya aku buru-buru” sambil megangin perut karena sangat lapar
Aku pun jalan cepat-cepat karena sudah tidak bisa nahan rasa laparnya. Perut yang biasanya sudah terisi getuk kini terisi jamu perutnya jadi gak enak. Sesampainya di rumah aku pun segera mengatakan ke ibu.
“Ibu masak apa?” tanyaku kepada ibu
“belum masak, biasanya aja kamu gak mau sarapan” jawab ibu dengan ngledek
“Ih ibu tapi aku sangat lapar biasanya kan sada getuk, ibu si aku kesiangan ibu gak beli getuk” tanyaku dengan nada marah
“Makan saja tuh gebral di meja, itu toh sama-sama dari singkong bisa buat perut kenyang”
“Gebral?”
“Iya gebral, sudah lama kan gak makan gebral?
“yang jual siapa bu kasian dong pak Tohir dan ibu Kiyah sudah ada saingannya?
“hmmm tidak juga sih yang jual keluarganya bu Kiyah juga anak sulungnya bu Kiyah”
“Oh yaya mba Idah ya?
“Iya”
Pagi ini ko aku gak denger pak Tohir dan bu Kiyah numbuk? Kemana mereka? Tanyaku pada diri sendiri, soalnya suara tumbukan itulah yang biasa membangunkanku, tapi paagi ini malah jam weker yang telah membangunkan aku. Pukul enam pagi aku pun ke rumah bu Kiyah “Assalamualaikum?” tanyaku “Walaikum salam”jawab bu Kiyah. Hari ini gak jualan bu? Hari ini ibu gak jualan karena lagi gak enak badan tapi anak ibu yang gantiin ibu sekarang.
Sebelum aku Tanya tentang rasa ibu pun menjelaskan dengan detail.
“Rasanya juga seperti yang ibu buat ko sama karena resepnya pun sama terus anak ibu kan sering bantuin ibu disini, oh ya anak ibu juga jualan gebral” kata ibu Kiyah kepada ku
Aku pun penasaran seenak apa sih yang ibu Kiyah certain kepada ku, apa benar seenak yang ibu Kiyah buat?. Aku pun segera lari ke pasar dan ku temui anak ibu Kiyah itu. Aku pun segera membeli getuk dan gebral, wahh ternyata yang ngantri sangat banyak sekali gak ku duga sepanjang kereta api. Ternyata anak dari pak Tohir dan bu Kiyah ini sudah terkenal juga. Akhirnya sampai deh pada antrian ku, aku langsung beli gebral lima dan getuk lima, itu tinggal segitu-gitunya doang loh? Orang yang ngantri di belakangku pun tidak kebagian. Sampailah aku di rumah ku makan getuk dan gebral buatannya anak pak Tohir, wah ternyata rasanyaa benar-benar sama seperti yang pak Tohir dan bu Kiyah buat sama-sama enak.
            Orang-orang yang ada di desa Wanarata ini setiap sarapan pasti kalau tidak makan nasi pasti makannya getuk atau gebral. Dan getuk yang terbuat dari singkong ini dinamakan getuk jiwel dan gebral pun terbuat dari singkong. Getuk jewel ini sudah menjadi makanan khas desa Wanarata, apalagi kalau bapak-bapak atau ibu-ibu ke sawah pasti tidak akan lupa dengan bekelnya yaitu getuk jiwel.
            Pak Tohir dan bu Kiyah ini telah sukses dengan hasil usahanya menjual getuk mereka pun bisa menyekolahkan anak bungsunya di SMK Negri 1 Pemalang, jarang-jarang loh orang di desa Wanarata sekolah di SMK Negri 1 Pemalang? Jarangnya bukan karena dia pintar atau tidak tapi karena masalah biaya, paling kalau ada toh orang tuanya jualin sawah atau pekarangan hanya untuk sekolah. Tapi kalau pak Tohir dan ibu Kiyah ini tanpa jual pekarangan ataupun rumah mereka hanya jual getuk jewel.
            Pada saat pak Tohir dan ibu Kiyah sakit mereka pun berpesan kepada anak sulungnya “jika bapak dan ibu sudah tidak ada kamu yang gantiin jualan getuk nanti” si anak sulung pun menjawab “iya pak bu lagian toh saya sekarang juga sudah sering gantiin ibu dan bapak jualan tenang aja nanti pasti idah gantiin semoga aja nanti bisa dikenal sampai keluar negeri hehe”

Tidak ada komentar: