2013/05/15

.DESKRIPSI BERBAGAI KEJADIAN DALAM WAKTU YANG LAMA (II)

 
PASAR PABUARAN CIREBON

            Berjalan santai menggunakan motor di waktu senja ke arah timur bersama si biru ( motor metic ku ). Sambil melepas penat sore itu aku berangkat dari rumah, walaupun tak tau akan kemana saya tetap mengendarai si biru sambil jalan santai. Sampai tak terasa si biru sudah tiba di desa Karang wareng . aku terus saja melaju hingga melewati desa Kubang Deleg seorang diri, Sore itu jalanan agak sedikit rama, jadi saya harus ektrahati-hati bersama si biru tercinta karena jika menjelang sore banyak kendaraan mobil dan motor yang melintas dengan kecepatan tinggi.
            Hingga pukul lima sore tak terasa saya tiba di pasar Pabuaran, sebuah pasar yang terletak di perempatan kecamatan Pabuaran Cirebon. Pasar pabuaran menjadi pasar terbesar di sebelah timur kabupaten Cirebon, sedangkan kecamatan pabuaran sendiri adalah hasil pemekaran dari kecamatan ciledug.
            Aku melewati beberapa pedagang kaki lima yang berjualan jagung bakar dan jagung rebus. Sesaat aku pun berhenti dan tertarik untuk membeli jagung bakar. Tak lengkap rasanya bila mampir ke pasar ini tak membeli jagung. Tanpa di komando aku langsung memilih jagung yang masih muda di antara karung-karung berisi jagung penuh untuk di bakar. Tak kesulitan bagiku untuk mencari jagung sesuai keinginan, karena di pasar ini ada banyak sekali penjual jagung, setelah itu jagungnya langsung di bakar. Tak berapa lama jagung itu sudah matang dan siap disantap. Nikmat sekali rasanya makan jagung bakar di waktu senja sambil melihat sang surya kembali keperaduannya.
            Si biru ku parkirkan begitu saja di tepi jalan, di pinggir pedagang buah dan nasi goreng. Rupanya pasar Pabuaran ini tak banyak menyadiakan lahan untuk tempat parkir.  Maklum saja semua lahan sudah di jejali para lapak dan pedagang kaki lima, Di tempat parkir ini para pedagang terus saja memadati halaman parkir dan bibir jalan yang masih kosong. Beberapa ibu-ibu tak lelah menawarkan barang dagangannya.
            Pasar pabuaran ini sangat strategis, letaknya yang berada di kecamatan dan di perempatan jalan memudahkan para pengunjung dari berbagai daerah untuk berbelanja. Apalagi jika sudah musim hajatan, pasar ini menjadi idola bagi para ibu-ibu., karena selain harganya yang sangat murah, sayuran dan buah-buahannya pun masih sangat segar karena baru dipetik dari kebunnya. Cara menuju pasar pabuaran pun sangat mudah karena ada berbagai jenis alat transportasi mulai dari beca, angkot, ojeg, elp, dan delman.
            Pasar ini terbagi menjadi dua. Bagian timur adalah pasar induk yang menjual buah dan sayur sedangkan bagian barat adalah pasar campuran yang menjajakan berbagai kebutuhan rumah tangga. Menjelang senja banyak kios-kios sayur dan buah mulai kosong, seiring dengan lampu-lampu yang mulai menerangi lorong-lorong pasar dan jalan raya. Sayup-sayup terdengar suara adzan maghrib bersahutan dari berbagai masjid dan mushola. Beberapa orang pun segera bergegas menuju toilet untuk berwudhu dan melaksanakan shalat maghrib. Walaupun ada beberapa di antara para pedagang yang cuek atau masih sibuk tak mempedulikan panggilan suci itu, entah di senghaja atau sudah terbiasa mengabaikan kewajiban itu. Aku pun segera menuju masjid yang berada di sebelah barat pasar untuk shalat berjamaah. Sepertinya masjid ini hanya ramai pada waktu maghrib saja, karena waktu maghrib orang-orang sudai mulai meninggalkan pekerjaannya.
            Di sebelah Selatan pasar ada rumah sakit waled berdiri dengan gagahnya, sebuah rumah sakit pemerintah yang terus diperluas karena tidak cukup menampung pasien-pasien yang terus bertambah setiap tahunnya. Para penjual makanan terus memadati  jalan sepanjang 200 KM dari RSUD Waled sampai pasar pabuaran.
            Menjelang isya aku mencoba berjalan ke tengah pasar, disana masih terlihat beberapa pedagang yang masih berjualan. Di bagian dalam pasar terdapat deretan-deretan pedagang sayur, bumbu, daging, pedagang sembako, dan pedagang khusus pakaian wanita, serta beberapa pedagang kelontong dan perabot dapur. Begitu aku masuk, pedagang-pedagang itu langsung saja menawarkan dagangannya atau sekedar bertanya milarian naon teh ?
            Suara-suara pedagang itu saling bersahutan tak menentu ku lihat lapak-lapak kios yang terbuat dari meja kayu, karena tak niat membeli aku pun hanya menggeleng dan tersenyum menanggapi tawaran para pedagang itu dan berjalan menuju halaman depan pasar dekat si biru di parkirkan. Bila kita berjalan kearah timur, kita akan sampai di pasar Ciledug dan pasar gebang di daerah perbatasan Cirebon Timur, sedangkan bila kita berjalan kearah utara kita akan sampai di desa babakan.
            Menjelang pukul delapan malam, udara disini mulai tak bisa diajak kompromi. Tapi rupanya saya masih betah berlama-lama disini, meski harus bertahan melawan dingin yang mulai menyusup ke tulang-tulangku. Perutku pun  mulai keroncongan meminta diisi. Ku amati sederetan pedagang makanan hingga akhirnya saya berjalan melewati beberapa tukang beca dan warung tenda sea food. Mataku tertuju pada sebuah warung angkringan sederhana yang menjajakan bajigur, gorengan, kue, dan bubur sop, Pas sekali untuk teman perut di waktu dingin.
            Tiba-tiba handphoneku berdering, sebuah sms masuk dari Mimih ( ibu ) menanyakan aku lagi dimana. Saking asiknya dari tadi berkeliling pasar, aku tidak menyadari jika sudah tiga jam disini. Setelah aku memesan bubur sop dan bajigur, aku langsung menuju tempat parkir, menemui si biru yang semenjak tadi sore aku cuekin.
            Setelah si biru ku stater, aku langsung meninggalkan pasar menuju waled. Ya.. malam ini aku berniat menginap di rumah paman saja. Di tengah perjalanan hujan pun turun dengan derasnya, kasihan si biru kehujanan dan basah, aku mencari tempat untuk berteduh di depan kios baju dan warung padang yang tak jauh dari pasar. Ku lihatb beberapa pedagang dengan sigap mengemasi barang dagangannya, sedangkan di seberang jalan ku lihat seorang satpam dengan santainya menikmati secangkir kopi hitam dan rokok di celah jari tangannya tak terusik dengan hujan yang turun.

            Disebelah tempat aku berteduh, ada sepasang suami istri yang sedang berdebat. Tak sengaja aku mendengar sedikit obrolan mereka, rupanya mereka sedang kebingungan dengan sayuran yang akan di kirim nanti malam. Aku mulai gelisah menanti hujan reda, karena tak mungkin aku menginap di depan warung padang ini.
            Hingga pukul sembilan malam hujan belum juga berhenti, lalu aku bertanya kepada sepasang suami istri itu, “ pasar ini tutup jam berapa kang ?” kemudian dia tersenyum lalu menjawab “ pasar ini mah nggak pernah tutup neng,  hanya saja jam segini pasar agak sepi”. Mendengar jawabannya aku tambah gelisah dan rasa takut pun mulai menyelimuti diriku.
            Pasar Pabuaran ini cukup unik, bisa di bilang pasar ini terus buka 24 jam, tapi kalau siang hari sesudah dzuhur, banyak lapak-lapak sayuran yang tutup di pasar induk Dan akan rame kembali pada sore hari itupun bukan rame oleh pedagang sayuran. Sudah menjadi tradisi di pasar ini, para pedagang sayuran akan mulai berdatangan pukul 01.00 pagi sampai menjelang siang. Para pembelinya pun tak jarang berbelanja hingga beberapa karung. Tepat pukul 21.30 hujan sudah reda dan aku bersiap membawa si biru menuju Waled desa ke rumah pamanku.

Tidak ada komentar: