Lakon Lahir
Malam
yang tenang berubah menjadi gelisah. May 16 1992, ibu muda merintih kesakitan,
sepertinya bayi dalam perutnya akan segera lahir di dunia ini. Pagi itu pukul
01.01 ayah terbangun mendengar jeritan ibu merintih kesakitan, ayah sigap mengambil
keputusan. Ayah berlari kerumah kakek, sebab disana ada becak yang sehari-hari
dgunakan kakek untuk mengais rezeki. Ayah menggoes becak dari kebon melati
tanah abang sampai kebon jahe, rumah sakit budu kemuliaan, pukul 01.30 ayah
tiba dirumah sakit bersalin itu, dengan raut wajah yang panic ayah memasuki
rumah sakit itu, mungkin ini karena kelahiran pertama ayah sangat panik. Pukul
02.00 terdengar suara jeritan dari ruang bersalin itu, dokter bangun mengampiri
ayah beliau mengucapkan selamat dan berbicara anak bapak pria. Ayah mengucap
syukur kepada Allah dan masuk ke ruang bersalin mengumandangkan adzan untuk
anak pertamanya, suara indahnya membuat suasana menjadi haru.
Lahirlah
pria sipit dengan berat badan 3,2 kg. Awalnya ayah ibu ingin memberikan nama
Braga Cipta Raka Kusuma. Namun paman membantahnya, paman yang memang menganut
aliran islam liberal tidak setuju jika saya diberi nama itu, nama yang seperti
cerita wayang, nama hindu begitu paman berbicara, maklum saya cucu pertama jadi
banyak yang memperhatikan, lalu paman Asep memberikan sebuah nama Mohammad
Iqbal Hikmatyar, di ambil dari nama pejuang Palestina pada waktu itu, nama yang
indah ayah dan ibu menyetujuinya.
Lahir
dalam budaya betawi dan agama islam seorang pria di wajibkan untuk aqiqah aau
menyembelih hewan qurban. Ayah yang hanya pegawai kecil tak punya uang, selama
menikah ibu lah yang lebih dominan dalam keuangan, dan setelah hamil besar ibu
berhenti bekerja. Penghasilan ayah tak cukup untuk membeli hewan qurban itu, di
siang itu ayah berjalan lesu, hanya jam mahal pemberian ibu yang berharga yang
ia bawa. Ia pergi ke pasar kambingdi gg. Kubur tanah abang, disana ada tmannya
yang menjual kambing, ayah menawarkan menukar jam dengan 2 ekor kambing untuk
aqiqah.
Umur
2 tahun aku hijrah ke ciputat, disanalah lingkungan dan budaya yang
membesarkanku. Pria nakal yang tak henti-henti menangis dan berkelahi, masih
kecil saja sudah beberapa kali tertabrak motor, jatuh dari sepeda sehingga
banyak jahitan di kepala. Terlahir dari keluarga sederhana sejak kecil di didik
mandiri, uang jajan yang pas-pasan membuat saya memutar untuk seperti
teman-teman, sejak sekolah dasar saya sudah berjualan kantong di pasar ciputat,
membawakan barang dagangan bu-ibu, jika hujan turun saya menjadi ojek paying. Semua
tanpa ayah ibu tau, sebab jika ia tau pasti akan marah besar.
Aku
lulus dari DN Kampung Bulak 1 dengan predikat murid nakal, namun dekat dengan
guru, karena mereka tau aku punya banyak potensi dan kemauan ayah dan ibu tak
punya uang menyekolahkan aku ke swasta, mereka berharap aku bisa diterima di
sekolah milik pemerintah, dan awal tes hingga pengumuman aku sendiri taanpa
didampingi ibu, berkat doa mereka aku di terima di SMP N 2 Pamulang.
Tiga
tahun kulalui dengan perjuangan yang keras, teman-teman yang selalu menghinaku
karena uang orang tua mereka, aku tak sedikitpun gentar, aku tetap dengan
pendirianku, tak jarang aku berkelahi dengan mereka karena selalu menghinaku
dengan omongan-omongan mereka. Setelah ujian nasional lagi-lagi dilemma menghampiriku,
ayah yang berkecimpung di dunia makanan menyuruhku untuk masuk pariwisata, ibu
mendukung itu, setelah bertanya-tanya biaya untuk masuk ekolah itu sangat
mahal, seakan akan aku kesal dengan negeri ini, apa-apa nahal, sekolah yang
wajibpun masih saja mahal. Banyak mereka yang tak punya biaya putus sekolah,
aku dengan tekad yang bulat berusaha berjuang untuk dapat menerusan sekolah.
Ibu ayah sudah angkat tangan, aku dengan dorngan sahabat-sahabatku tak putus
asa, aku mengikuti seleksi masuk SMU unggulan di SMU 1 Ciputat, dengan menggoes
sepeda butut aku mengikuti tes itu, aku hanya mengerjakan soal b.indonesia
karena hanya itu yang aku pahami, b.inggrisku biasa matematika aku buta. Namun
dengan segalakemampuan aku mengerjakannya, aku selalu berdoa kepada sang maha
pencipta agar diberikan yang terbak. Pengumuman tiba, tak ada namaku dalam
daftar siswa yang diterima, aku tertunduk lemas, aku tak tau mau jadi apa aku
kedepannya, seorang sahabat memanggilku, kita diterima, namun di SMAN 2
Ciputat, aku gembira bukan kepalang, aku dapat masuk negeri yang biayanya bisa
dicicil. Semua usahaku tak sia-sia ayah ibu menyambut dengan suka cita.
Di
SMA aku menmukan bentuk diriku, sangat jauh berbeda di SMP, aku menemukan hidup
yang lebih indah, aku mengerti art cinta di SMA, dan hingga saat ini aku masih
mengaggap waanita adalah makhluk terindh yang telah Tuhan ciptakan. Dan di SMA
aku menemukan keindahan lewat sastra. Setelah lulus SMA mimpiku hilang, orang
tua sudah tak sanggup membiayai aku. Aku anak pertama dari 6 bersaudara, adikku
5, mereka semua perempuan, dan aku di tuntut untuk bekerja. Pengumuman
kelulusanpun belum aku sudah bekerja, aku sejak itu menghidupi diriku sendiri
dan meringankan beban orang tua. Namun aku jenuh ketika bertemu teman sekolah
aku merasa minder, mereka semua sukses, ada yang di UIN, UI, UGM, mereka selalu
membicarakan kuliah, sedangkan aku menjadi pendengar yang baik.
Saat
teman-temanku berlari aku tak boleh diam ditempat, aku terduduk di bawah pohom
mangga, malam itu lelah sekali sepulang bekerja, seorang sahabat membawa
brosur. Ia kembali kuliah, padahal ia kerja, setelah aku bertanya panjang lebar
dan melihat brosur dan ada fakultas sastra Indonesia, tanpa banyak berfikiraku
daftar, tak peduli bagaimana mengatur waktunya, hanya berdoa dan berdoa. Dan
sekarang mimpiku sudah di depan mata, tinggal bagaimana aku mengatur waktu dan
terus berusaha agar tercapai cita-cita dan menjadi lebih baik dalam hidup ini
2 komentar:
Dramatis...
Tetap semangat !!
istimewa....
Posting Komentar