2013/03/26

Autobiografi Ikbal


Lakon Lahir

Malam yang tenang berubah menjadi gelisah. May 16 1992, ibu muda merintih kesakitan, sepertinya bayi dalam perutnya akan segera lahir di dunia ini. Pagi itu pukul 01.01 ayah terbangun mendengar jeritan ibu merintih kesakitan, ayah sigap mengambil keputusan. Ayah berlari kerumah kakek, sebab disana ada becak yang sehari-hari dgunakan kakek untuk mengais rezeki. Ayah menggoes becak dari kebon melati tanah abang sampai kebon jahe, rumah sakit budu kemuliaan, pukul 01.30 ayah tiba dirumah sakit bersalin itu, dengan raut wajah yang panic ayah memasuki rumah sakit itu, mungkin ini karena kelahiran pertama ayah sangat panik. Pukul 02.00 terdengar suara jeritan dari ruang bersalin itu, dokter bangun mengampiri ayah beliau mengucapkan selamat dan berbicara anak bapak pria. Ayah mengucap syukur kepada Allah dan masuk ke ruang bersalin mengumandangkan adzan untuk anak pertamanya, suara indahnya membuat suasana menjadi haru.

Lahirlah pria sipit dengan berat badan 3,2 kg. Awalnya ayah ibu ingin memberikan nama Braga Cipta Raka Kusuma. Namun paman membantahnya, paman yang memang menganut aliran islam liberal tidak setuju jika saya diberi nama itu, nama yang seperti cerita wayang, nama hindu begitu paman berbicara, maklum saya cucu pertama jadi banyak yang memperhatikan, lalu paman Asep memberikan sebuah nama Mohammad Iqbal Hikmatyar, di ambil dari nama pejuang Palestina pada waktu itu, nama yang indah ayah dan ibu menyetujuinya.

Lahir dalam budaya betawi dan agama islam seorang pria di wajibkan untuk aqiqah aau menyembelih hewan qurban. Ayah yang hanya pegawai kecil tak punya uang, selama menikah ibu lah yang lebih dominan dalam keuangan, dan setelah hamil besar ibu berhenti bekerja. Penghasilan ayah tak cukup untuk membeli hewan qurban itu, di siang itu ayah berjalan lesu, hanya jam mahal pemberian ibu yang berharga yang ia bawa. Ia pergi ke pasar kambingdi gg. Kubur tanah abang, disana ada tmannya yang menjual kambing, ayah menawarkan menukar jam dengan 2 ekor kambing untuk aqiqah.

Umur 2 tahun aku hijrah ke ciputat, disanalah lingkungan dan budaya yang membesarkanku. Pria nakal yang tak henti-henti menangis dan berkelahi, masih kecil saja sudah beberapa kali tertabrak motor, jatuh dari sepeda sehingga banyak jahitan di kepala. Terlahir dari keluarga sederhana sejak kecil di didik mandiri, uang jajan yang pas-pasan membuat saya memutar untuk seperti teman-teman, sejak sekolah dasar saya sudah berjualan kantong di pasar ciputat, membawakan barang dagangan bu-ibu, jika hujan turun saya menjadi ojek paying. Semua tanpa ayah ibu tau, sebab jika ia tau pasti akan marah besar.

Aku lulus dari DN Kampung Bulak 1 dengan predikat murid nakal, namun dekat dengan guru, karena mereka tau aku punya banyak potensi dan kemauan ayah dan ibu tak punya uang menyekolahkan aku ke swasta, mereka berharap aku bisa diterima di sekolah milik pemerintah, dan awal tes hingga pengumuman aku sendiri taanpa didampingi ibu, berkat doa mereka aku di terima di SMP N 2 Pamulang.

Tiga tahun kulalui dengan perjuangan yang keras, teman-teman yang selalu menghinaku karena uang orang tua mereka, aku tak sedikitpun gentar, aku tetap dengan pendirianku, tak jarang aku berkelahi dengan mereka karena selalu menghinaku dengan omongan-omongan mereka. Setelah ujian nasional lagi-lagi dilemma menghampiriku, ayah yang berkecimpung di dunia makanan menyuruhku untuk masuk pariwisata, ibu mendukung itu, setelah bertanya-tanya biaya untuk masuk ekolah itu sangat mahal, seakan akan aku kesal dengan negeri ini, apa-apa nahal, sekolah yang wajibpun masih saja mahal. Banyak mereka yang tak punya biaya putus sekolah, aku dengan tekad yang bulat berusaha berjuang untuk dapat menerusan sekolah. Ibu ayah sudah angkat tangan, aku dengan dorngan sahabat-sahabatku tak putus asa, aku mengikuti seleksi masuk SMU unggulan di SMU 1 Ciputat, dengan menggoes sepeda butut aku mengikuti tes itu, aku hanya mengerjakan soal b.indonesia karena hanya itu yang aku pahami, b.inggrisku biasa matematika aku buta. Namun dengan segalakemampuan aku mengerjakannya, aku selalu berdoa kepada sang maha pencipta agar diberikan yang terbak. Pengumuman tiba, tak ada namaku dalam daftar siswa yang diterima, aku tertunduk lemas, aku tak tau mau jadi apa aku kedepannya, seorang sahabat memanggilku, kita diterima, namun di SMAN 2 Ciputat, aku gembira bukan kepalang, aku dapat masuk negeri yang biayanya bisa dicicil. Semua usahaku tak sia-sia ayah ibu menyambut dengan suka cita.

Di SMA aku menmukan bentuk diriku, sangat jauh berbeda di SMP, aku menemukan hidup yang lebih indah, aku mengerti art cinta di SMA, dan hingga saat ini aku masih mengaggap waanita adalah makhluk terindh yang telah Tuhan ciptakan. Dan di SMA aku menemukan keindahan lewat sastra. Setelah lulus SMA mimpiku hilang, orang tua sudah tak sanggup membiayai aku. Aku anak pertama dari 6 bersaudara, adikku 5, mereka semua perempuan, dan aku di tuntut untuk bekerja. Pengumuman kelulusanpun belum aku sudah bekerja, aku sejak itu menghidupi diriku sendiri dan meringankan beban orang tua. Namun aku jenuh ketika bertemu teman sekolah aku merasa minder, mereka semua sukses, ada yang di UIN, UI, UGM, mereka selalu membicarakan kuliah, sedangkan aku menjadi pendengar yang baik.

Saat teman-temanku berlari aku tak boleh diam ditempat, aku terduduk di bawah pohom mangga, malam itu lelah sekali sepulang bekerja, seorang sahabat membawa brosur. Ia kembali kuliah, padahal ia kerja, setelah aku bertanya panjang lebar dan melihat brosur dan ada fakultas sastra Indonesia, tanpa banyak berfikiraku daftar, tak peduli bagaimana mengatur waktunya, hanya berdoa dan berdoa. Dan sekarang mimpiku sudah di depan mata, tinggal bagaimana aku mengatur waktu dan terus berusaha agar tercapai cita-cita dan menjadi lebih baik dalam hidup ini

2 komentar:

wadahpenasatra mengatakan...

Dramatis...
Tetap semangat !!

Unknown mengatakan...

istimewa....