2014/01/15



Shoft News “profile”

KOMUNIKASI DOSEN DAN MAHASISWA

            Cuaca yang tidak bersahabat. Minggu (11/1/14) malam itu sunyi sekali, yang terdengar hanyalah gemericik hujan dan petir yang menyambar-nyambar. Kulihat langit gelap gulita dari jendela, tiada seorangpun lalu lalang di sekitar kontrakan. Tetes demi tetes air membasahi bumi. Sejenak terdiam, ingat ada tugas dari dosen. Sejenak terdiam, keluar dari pikiran mempunyai ide untuk wawancara salah satu dosen di Universitas Pamulang. Saya termotivasi untuk wawancara beliau.
            Ia adalah seorang dosen yang bernama Nori Anggraini, lebih akrabnya dipanggil dengan sapaan bu Nori. Seorang perempuan yang bertubuh mungil dan berkulit putih, kelahiran Padangpanjang, Sumatera Barat pada 20 Oktober. Pendidikannya dimulai dari sekolah Dasar dan sekolah menengah. Kemudian menyelesaikan S1 di salah satu perguruan tinggi UMSB angkatan 2008.”Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia” Bukittinggi, Indonesia. Dilanjutkan S2 di Universitas Gadjah Mada angkatan 2011.”FIB Ilmu Sastra” Yogyakarta. Hanya itu yang saya tahu tentang beliau.
            Tidak lama kemudian terdengar suara adzan isya’. Hujanpun semakin lebat, bergegas saya menyusun tor buat wawancara besuk. Suasana yang hening membuat mata sudah tidak bisa menahan kantuk, akhirnya saya tidur.
            Jam menunjukkan  pukul 09.300 wib. Mata kuliah jam pertama telah berlalu. Saya  imgat bahwa hari ini mau wawamcara. Tidak lama kemudian saya menghubungi dosen tersebut. Ternyata dosen tersebut tidak bisa hadir karena suaminya sedang sakit. Saat itu juga saya memohon untuk ketemuan dengan dosen tersebut, ia pun tidak bersedia ketemu. Ia meminta wawancara lewat whatsapp dan sayapun bersedia.
            Untuk wawancara aku memakai washapp Marya Ulfa atau biasa dipanggil Eva, itulah panggilan akrabnya. Sebelum wawancara saya dan Eva dari kampus menuju rumah saudara Eva. Karena saat itu hujan, sebelum sampai di rumah saudaranya kita mampir ke Alfamart membeli mie instan untuk di masak sendiri. Kita melewati danau ternyata airnya meluap, Eva pun turun dan jalan kaki karena takut jatuh, sebenarnya saya juga takut tapi mau bagaimana lagi, kan saya bawa motor jadi mau tidak mau harus mengendarai motor melalui banjir. Eva belum juga sampai, sayapun menunggu dia di tepi. Tidak lama kemudian dia menghampiriku dan kita langsung bergegas melanjutkan perjalanan. Sampailah kita di rumah saudaranya.
            Setelah sampai pintu ternyata tertutup rapat, tidak ada orang. Biasanya kalau tidak ada orang kunci dititipin tetangga. Eva lalu bergegas untuk mengambil kunci tersebut dan saya di depan rumah saudaranya. Tidak lama kemudian, dia datang membawa kunci dan langsung membuka kunci. Lalu kita masuk, dalam rumah seperti kapal pecah, semuanya berserakan di lantai. Mungkin saudara Eva belum sempet membereskannya dan langsung berangkat kerja.
            Setelah masuk sayapun langsung duduk di sofa, lalu Eva mengambil tikar untuk digelar di lantai. TV dinyalakan. Istirahat sambil nonton TV, Eva kelihatan sibuk di dapur membuat mie instan yang kita beli. Sambil menunggu mie matang, saya memulai wawancara memakai hp Eva. Wawancarapun dimulai.
            Minyinggung komunikasi doesn dengan mahasisiwa, ia berpendapat:
Sudah lumayan bagus... komunikasi antar mahasiswa dan dosen sudah terjadi baik dalam situasi formal dan non-formal”. Tuturnya.
            Agar terjadi komunikasi yang baik dan benar antara dosen dan mahasiswa, harus saling menghormati. Seperti yang dikatakan:
“....... tanpa membeda-membedakan satu dosen dengan dosen yang lain, satu mahasiswa dengan mahasiswa yang lain....”. komunikasi antara dosen dan mahasiswa harus terjaga.
Komunikasi harus sesuai dengan posisi kita sebagai insan di dunia akademis, moralitas, sopan santun tapi tetap dalam suasana keakraban mesti terjaga...”.
            Biasanya dalam berkomunikasi selalu ada hambatan, itu yang menjadi dosen dan mahasiswa kurang berkomunikasi. “Idealis yang tinggi, selalu merasa benar sendiri akan menjadi hambatan dalam komunikasi...”. untuk mengatasi hal itu setiap orang berhak mengeluarkan pendapat dan harus saling menghargai walaupun pendapat diterima atau tidak.
Setiap individu harus menanamkan bahwa setiap orang berhakuntuk berpendapat, memberikan masukan danperlu dihargai...”
Kalau terjadi beda pendapat, harus disampaikan secara terbuka dihadapan dosen bersebut dengan cara yang baik, tidak hanya menerimaha di kelas lantas di luar kelas bicara dengan dosen lain, yang mungkin akan menjadikan persoalan jadi ngambang,.......”. tuturnya.
            Beliaupun pernah mengalami masalah komunikasi anatara mahasiswa maupun dosen. Dengan sikap yang bijak ia pun menyikapinya dengan sabar dan lapang dada. Suatu masalah yang diselesaikan dengan emosi tidak akan membuahkan hasil hanya akan memperkeruh keadaan. “.... namun saya memahami itu adalah proses pendewasaan berfikir......”
Kedewasaan berfikir, toleransi, dan menjadikan sasindo adalah rumah kita bersama, menganggap semua elemen penting dan saling menghargai....”. Komunikasi dosen dan mahasiswa sangat penting, agar terjalin keakraban dan saling menghormati.
            Tidak terasa, akhirnya wawancara wawancara lewat Whatsapp pun sudah selesai. Pikiran terasa plong saat selesai melakukan wawancara. Segera ku susun hasil wawancara ini dan mempostingnya di blogger “Wadah Pena Sastra”.

Tidak ada komentar: