Mungkin Aku Lelah
Hemm.
Lagi-lagi begini lagi. Iya ini sangat membuatku terganggu, aku bukan orang yang aneh. Aku
juga bukan orang yang pemalu atau mudah depresi. Bukan sama sekali. kebiasaan
yang buruk memang terkadang membawa pengaruh tidak baik, bahkan hal kecil sekalipun.
Jadi lupa makan, sampai malas makan. Punya orang tua super perhatian dan super
cuek pasti beda rasanya. Yang super perhatian hal terkecil pun diperhatikan sedangkan
super cuek kalau sudah membahayakan baru deh ditegur. Aku bukan orang yang
perhatian atau mungkin cuek, tapi setidaknya aku peduli, peduli terhadap diri sendiri,
orang tua, keluarga, teman, orang lain dan sekitarnya, sekitar aku saja! Aku sudah
berusaha untuk menunjukkan bahwa apa yang aku lakukan memang harus dilakukan.
Duh, aku tidak boleh mengeluh seperti ini. Ada baiknya kalau aku meyakinkan mereka
lagi bahwa apa yang aku lakukan ini memang untuk kebaikan. Bukan hanya untuk aku.
Tetapi, hal ini aku lakukan untuk kita juga. Nah, inilah yang di anggap menjadi
masalah oleh kedua orang tuaku.
Terkadang
cita-cita hanya seperti mimpi, cita-cita menggapai bintang padahal maksudnya menjadi
seperti bintang, yang selalu indah dipandang mata, yang menandakan cuaca yang
cerah, dan menjadi pelengkap malam. Tapi malah dipandang sebelah mata, sama seperti
halnya terang bintang dibanding terang bulan, jauh bintang kalah. Seperti cita-cita
menjadi artis, penyanyi, dan sejajarnya itu dipandang lebih bersinar dibanding cita-cita
yang hanya menjadi pengajar, pegawai, dan PNS.
Sulit
memang memandang kenyataan, aku yang
punya cita-cita ingin seperti bintang hanya dipandang sebelah mata,
hanya karna orang tua padahal prestasi juga membawa cita-cita. Tidak harus dari
garis keturunan. Ibu cuma bilang jangan terlalu tinggi kalau menghayal, ayah
bilang raih mimpi setinggi langit. Yaa begitulah!
Aku
punya kebiasaan, tidur tengah malam dan jarang makan, padahal begadangnya aku bukan
cuma begadang tidak jelas. ya seperti mengerjakan tugas aku lebih senang ketika
malam datang karena lebih tenang bawaanya, kalau jarang makan sebenarnya bukan
karena sengaja tapi dari apa yang aku kerjakan belum selesai, kalau sudah lapar
juga nanti ditunda dulu, keseringan begitu. Aku punya cita-cita tapi ibu selalu
mengingatkan wanita, "setinggi-tingginya wanita ya turunya akan ke dapur
juga", begitu kata ibu. Pada hakikatnya memang sudah kodrat wanita tapi bukan
berarti wanita harus diam di dapur itu menurutku. Kedengarannya ibu seperti
tidak mendukung tapi aku selalu berusaha tidak hanya menjelaskan dengan
kata-kata tapi apa yang kita kerjakan bisa menjadi bukti. Wanita, dapur, dan
bekerja itu bisa manjadi satu pekerjaan, tanpa harus meninggal kodrat sebagai wanita.
Ayah
selalu menjadi penyemangat dalam setiap langkah, langkah apa yang akan aku
tempuh ayah pasti mendukung dan membatu agar aku bisa mencapainya. Saat ibu
menolak keinginanku malah justru ayah mendukungku. Aku hanya ingin jadi contoh
yang baik untuk adik-adikku agar supaya kakaknya saja berhasil sukses bagaimana
adiknya bisa lebih sukses itu impianku.
Maklum
keluarga besarku hanyalah keluarga sederhana, hidup penuh kesederhanan tapi,
apa salah? Jika aku ingin menjadi lebih baik. Tidak mungkinkah? Jika aku
membuat garis keturunan sendiri. Aku tidak ingin hanya sederhana, tidak ingin
juga berlebihan. Apa salah? Jika ingin lebih baik. Menurutku itu manusiawi,
sangat manusiawi sampai kapan kita bertahan di bawah berkecukupan?Kita hanya
manusia yang tak pernah cukup puas, tapi kita juga harus cukup bersyukur dengan
lebih berusaha agar menjadi lebih baik lagi.
Selain ayah, ibuku juga tak setuju dengan hal-hal yang aku lakukan.
Meskipun kedua pasangan ini berasal dari dua pribadi yang berbeda, pola pikirnya tak jauh berbeda. Egois,
egois, dan egois. Selagi ada kesempatan, mengapa kita tidak boleh
mencoba untuk berusaha? Selagi masih ada waktu, mengapa kita tidak meluangkan
seperempat waktu yang kita miliki untuk belajar?