WITING
TRESNO JALARAN SOKO KULINO
Oleh:
Agus Ahmad Salim Zajar
s
|
elalu. Setiap pagi. Ucapan “selamat pagi”
diucapkannya kepadaku. Fitri memanggilku dengan sebutan “Salim”, bagiku
panggilan itu adalah sebutan teristimewa darinya. Panggilan itu sebenarnya nama
tengahku sendiri, tetapi tidak ada satu orang pun yang memanggilku dengan
sebutan itu. Setengah bulan sebelum hari ini, Fitri memanggilku dengan sebutan “mas
kece”.
Sebelum
panggilan itu muncul, banyak hal yang aku alami dengan kekasihku itu, Fitri. Awalnya
kupikir ia hanya sekedar mengagumi parasku, tetapi seiring dengan berjalannya
waktu aku mulai mengenalnya dalam diam.
Entah siapa yang memulai, semua
berawal dari ujaranku kepada Agung tentang ketidakmungkinan aku untuk
berpacaran dengan teman sekelasku sendiri. Ketika itu kami sedang bercerita di
dalam kamar kostku.
“gue gak
mungkin Gung pacaran sama teman satu kelas” jelas Salim tegas kepada Agung.
“Loh,
kenapa nggak? Dia baik, dan
kelihatannya dia benar-benar suka sama lo”
“nggak!”
“kenapa
gak lo coba dulu aja buka hati buat
dia?”
“Fitri
itu terlalu mau instan, sedangkan gue
maunya kenal dulu aja”
Selalu saja perempuan itu mengganggu
waktuku dengan terus mengirimkan bbm
atau pun sms, tidak pernah kubalas. Tanpa
jera terus ia lakukan sekedar mengingatkanku untuk makan, menjaga kesehatan dan
sholat. Tetapi ketika di dalam kelas wajahnya tak pernah sesekali melihat
wajahku. Seperti berpura-pura tidak kenal. Entah apa yang ia maksudkan
berperilaku seperti itu.
Senja menutup hari ketika aku
terbaring lemas di tempat tidur dengan suhu badanku yang panas tak juga turun,
kepalaku pening, pandanganku seakan berdimensi lebih untuk melihat benda di
sekitarku. Berita ini sampai kepada Fitri, dia amat cemas. Menjelang adzan isya
berkumandang, ia datang menjinjing beberapa kantong plastik berjalan tergesa
masuk ke dalam kamarku bersama Jeje temannya. Wajahnya tampak letih, bajunya
lusuh karena kehujanan, matanya seakan menjelaskan capeknya ia saat ini.
“Buka
dong isinya!” paksanya.
“Ini
apa? Kenapa banyak sekali?”
“Sudahlah..
jangan bawel! Ini air kelapa muda
untuk penurun panas, minyak gosok untuk menghangatkan badan dan rawon untuk makan sebelum minum obat.”
Fitri sangat memperhatikanku, tetapi
aku tetap menganggapnya sebatas teman perempuan. Bukan hanya dia yang ketika itu
mengejar-ngejar cintaku, beberapa perempuan juga melakukan hal yang sama. Mereka
mendekatiku, memberi perhatian namun aku cukup memberi sedikit harapan. Perlahan
mereka mundur. Ada yang jadian dengan
laki-laki lain, ada yang balikan
dengan mantan pacarnya dan ada pula yang mundur tanpa alasan sekali pun. Tetapi
tidak untuk Fitri hingga akhirnya Salim membuka hati untuknya. “Witing tresno
jalaran soko kulino” karna sering bertemu dan lebih dekat maka cinta itu akan
muncul dengan sendirinya.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar