KELINCAHAN JARI
TANGAN SEORANG IBU SULAM
BOGOR
Di Tulis Oleh :
Noerma Ningsih
Pagi hari yang cerah ini di puncak Bogor aku merasakan
suasana yang sangat jauh berbeda dengan kota Jakarta. Udara yang sejuk sangat
langka aku temui di kota Jakarta meskipun kota itu besar dan terkenal tapi udara
dan lingkungannya tidak seramah ini. Ketika aku sedang asyik melihat
pemandangan sekitar, aku dengar seorang ibu sedang menawarkan hasil sulamannya
yang indah kepada para penduduk, aku pun merasa penasaran untuk melihatnya. Tapi
ketika aku hendak menghampiri nya pedagang itu telah pergi. Aku hanya bisa melihat
bayangan ia yang sudah berjalan jauh. Keesokan harinya, aku pun berjalan pagi
lagi untu melihat keadaan sekitar, di tepi puncak Bogor, matahari bersinar
cerah menimpa pohon-pohon cemara, cengkih, dan daun-daun teh yang tertanam di
terassering puncak yang terlihat hijau berkilat. Tepi ujung puncak muncul di
atas warna-warna hijau kebiruan alam di sekitar. Langit sangat bersih, biru
cerah, suasana yang sejuk, menjadi latar belakang yang menonojolkan keindahan
puncak Bogor.
Keindahan pagi itu aku lihat dari berbagai sudut. Selesai
aku melihat keindahan sekitar, aku terpaku oleh satu rumah yang berada di
sebelah kanan ku. Dimana rumah ini berbentuk sangat unik di depan rumah unik
ini ada seorang ibu yang sedang asyik menyulam kain. Segera aku pun menghampiri
ibu itu. Dengan berlari pikir ku, aku akan cepat sampai ke rumah itu dan ibu
itu pun akan bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan ku. Ibu yang berpakaian
sederhana ini terlihat sangat serius pada sulamannya itu. Ibu yang berpakaian
kebaya model lama, dan memakai samping panjang yang ia lilit dipinggang agar
berbentuk rok. Tangan yang indah dan lincah pun memenuhi kain-kain yang kosong
menjadi bentuk sulaman yang indah, ibu lincah ini sedang menyulam gambar
seorang anak kecil yang sedang bermain di taman yang tertawa lepas bersama
dengan teman-teman bermainnya. Tidak terlihat kecerahan dan kesegaran di
wajahnya yang Nampak masih muda itu. Ia bahkan tidak peduli, melihat keadaan
sekitar dengan pandangan kosong. Tiga kali aku memanggil nya, tetapi ia nampak nya
tidak menyadari apa yang aku ucapkan. Tiba-tiba terdengar suara gelas jatuh
dengan keras di dalam rumahnya. Seekor kucing yang telah membuat ia spontan menjadi
kaget yang menjatuhkan gelas yang berisi air, kini telah tumpah dan membasahi
lantai yang berada di bawah meja makannya itu. Dia sangat tersentak, segera ia
berlari ke dalam rumah dan melihat keadaan di atas meja makan. “dasar kamu
kucing nakal mengagetkan saja, saya pikir apa ?” katanya, sambil membenahi
gelas-gelas yang jatuh tadi menjadi serpihan beling-beling yang tajam. Sambil melamun
ia merapihkan serpihan-serpihan gelas yang pecah itu, gelas cangkir yang
berwarna putih susu ini yang merupakan gelas kesayangan almarhum anak
kesayangan nya. Gelas yang cantik ini kini telah terpecah menjadi
serpihan-serpihan beling tajam, yang akan melukai orang bila menyentuhnya tidak
dengan hati-hati. Aku langsung saja masuk ke dalam rumah itu, untuk melihat
keadaan di dalam karena sudah agak lama ibu itu tidak ada keluar. Aku takut
terjadi apa-apa di dalam rumah itu, dengan spontan ibu maemunah pun terkejut melihat
kedatangan ku yang kurang sopan, ibu maemunah pun memandang dan memperhatikan
ku sejenak. Saat aku melihat ke arahnya, betul saja, dia memperhatikan ku. “siapa
kamu ?” Tanya nya sambil menunjuk pandangan nya ke arahku dengan raut wajah
yang bertanya-tanya. “maaf bu jika aku kurang sopan”, jawab ku dengan perasaan
tidak karuan yang tercampur menjadi satu. “oh iya tidak apa, saya hanya kaget
saja pagi-pagi gini kok sudah ada yang bertamu ke rumah saya?, kalau saya boleh
tahu ada perlu apa ya?”. Ucap nya dengan penasaran seperti nya ia sedang ada
masalah yang besar menimpa keluarga nya. Pelan-pelan aku pun mengajaknya untuk
duduk sejenak sambil menjawab pertanyaan yang ia ucapkan kepadaku. “maaf ibu
jika aku lancang, perkenalkan nama aku siska, aku dari Jakarta datang kesini
dengan niat ingin melepas lelah dan merasakan kesejukan daerah Bogor, yang
terbebas dari polusi dan ketika saya sedang asyik melihat pemandangan sekitar
tidak sengaja pandangan ku tertuju pada ibu, yang sedang asyik menyulam, sepertinya
tangan yang halus ini sudah sangat lincah menyulam. Membolak-balik kan jarum
dan benang”. Jawabku padanya ibu maemunah pun terdiam sejenak sambil mengusap
air matanya yang jatuh membasahi pipinya. Aku pun kaget melihatnya. “maaf bu
jika aku telah membuat ibu sedih, bukan maksudku”. Ucap ku. “tidak nak, ini
bukan salah mu, ibu hanya teringat dengan masa lalu ibu, sebenarnya ibu tidak bisa
menyulam sedikit pun tapi berkat anak perempuan ibu yang bernama ai, yang sudah
tenang berada di alam sana, dia anak yang baik dan patuh, sejak kejadian lima
bulan yang lalu. Ketika itu ai baru pulang dari sekolah saat saya ajak ia untuk
makan siang tiba-tiba badan nya menjadi panas, saya pun kaget segera saya
membawa ai untuk berobat dan ternyata mengidap penyakit demam berdarah. Saya tidak
sanggup untuk membawa ai ke rumah sakit karena biaya yang kurang. Hanya satu
malam ai berada di puskesmas terdekat, ketika saya membangunkan ai untuk shalat
subuh ia pun ternyata sudah tidak ada, saya dan suami pun terkejut dan tidak
percaya dengan semua ini tapi mau bagaimana lagi ini adalah takdir untuk kami,
sampai saat ini suami saya kadang suka mengamuk tidak jelas karena beban yang
berat harus ia terima dengan ikhlas”. Ucap nya sambil menangis
tersengguk-sengguk. Kami terdiam sejenak aku pun tidak tahu harus berkata apa
kepadanya. Aku hanya bisa mengucapkan “sabar ya bu pasti sekarang ai sedang
bahagia di alam sana”. “Ia neng terima kasih”. Ucapnya sambil mengusap air
mata. Hari pun sudah semakin siang bu maemunah bergegas merapihkan alat-alat
sulamnya itu, ia ingin segera pergi ke pasar untuk mendagangkan hasil sulaman nya
itu. “Kebetulan hari ini hari minggu pasti pengunjung pasar pun ramai”. pikirnya
dengan penuh semangat. Sambil berjalan aku pun membeli hasil sulaman yang tadi
ia sulam yaitu gambar seorang anak kecil yang sedang bermain di taman bersama
dengan teman-teman nya. “ini bu ambil dengan uang yang sedikit ini siapa tahu bisa
sedikit membantu beban ibu”. “terima kasih banyak neng siska”. Katanya sambil
memelukku. aku berkata “salam untuk bapak ya bu, nanti sore barang kali aku akan
kembali ke Jakarta, jadi sampai bertemu lagi bu. “dia mengangguk sambil mencoba
tersenyum. Kemudian mulai berjalan ke dalam rumah untuk meminta ijin kepada
sang suami meninggalkan teras depan rumah, saya pun terus memandang nya sampai
sosok tubuhnya hilang di pengkolan ruang kamarnya.
Aku pun masih belum percaya bahwa inilah hidup dan
keindahan dalam keluarga. Matahari bersinar telah tinggi dan sangat cerah aku pun
kembali ke villa. Hawa dingin terasa segar di badan. Puncak gunung Bogor
menghilang tertutup kabut.
Alam Bogor ciwedeuy memang indah. Tetapi nasib ibu
maemunah dan bapak ujang terus membayangi perasaan ku.
1 komentar:
Coba buat hubungan antara menyulam dgn kepergian anaknya. Menari, bs ditambahkan kosa kata dlm bahasa sunda.
Posting Komentar