2013/06/22

CERPEN DENGAN MENGGUNAKAN WARNA LOKAL

Penari Jaipong itu Bernama Ratih
Oleh: Mala Nopita Sari


Malam ini di desa Kliningan di pantai utara tepatnya di daerah Karawang Jawa Barat, suasana begitu gelap, deburan ombak pantai mulai semakin kencang dengan bunyi yang begitu menakutkan, angin pantai yang begitu kencang pun mulai terasa di sekujur tubuh. Di pesisir pantai itu terdapat sebuah rumah kecil atau lebih tepatnya sebuah gubuk kecil. Dari dalam gubuk itu terdengar suara gadis kecil memanggil ibunya.
“Ambu... Ambu...!!!” Suara Dewi begitu keras.
“Ada apa Dewi? mengapa memanggil Ambu seperti itu?” jawab Ratih dengan suara yang tak kalah kerasnya.
Ambu sejak tadi Mira tidak henti-hentinya menangis”.
“Badan Mira panas Ambu, sepertinya dia demam” tanya Dewi khawatir.
Ratih pun langsung menggendong Mira sambil terus mengusap dan membelai lalu memeluk Mira dengan sangat hangat seraya mendendangkan lagu wajib yang selalu dilakukannya ketika Mira ingin tidur. “Mira bobo oooh Mira bobo..., kalau tidak bobo digigit nyamuk”.
Dalam nyanyian itu Ratih berharap tangisan Mira akan berhenti dan langsung cepat tertidur. Memang sudah seharian ini Mira rewel dan terus menerus menangis. Mira adalah anak Ratih yang nomor dua, usianya baru menginjak dua tahun, sedangkan Dewi adalah anak Ratih yang pertama, usianya berbeda enam tahun dengan Mira.
Dewi yang sudah seharian ini menjaga adiknya, sudah mulai merasakan lelah. Dewi lalu membaringkan dirinya di atas ranjang besi tua yang tidak terlalu besar, Dewi mulai memejamkan mata dan dengan seketika Dewi sudah tertidur mendengkur, wajahnya tampak begitu damai.
Ratih yang sedari tadi menggendong Mira sudah mulai merasakan pegal karena kain ikatannya terlalu menumpuk di bagian punggunya. Kain itu sudah sobek sehingga jika Ratih ingin menggendong Mira ia harus memilah kain yang sobek di bagian belakang. Suara tangis Mira kini sudah berubah menjadi suara helaan nafas pendek yang keluar dari dalam mulutnya. Ratih pun mulai membaringkan Mira di samping Dewi.
Ratih tahu bahwa Mira sedang demam tetapi apa yang harus dia lakukan, jangankan membawa Mira untuk berobat, membeli susu untuk Mira saja ia tak mampu. Setelah Ratih memutuskan untuk berhenti menjadi Penari Jaipong, kehidupannya sekarang benar-benar sangat membuatnya hidup serba kekurangan apalagi kini dia hanya menghidupi kedua anaknya seorang diri. Ratih kini memakai pakaian tidur yang kusut, mukanya yang bulat dan berwarna pucat, ia sangat cantik dan juga merangsang tetapi duka itu telah menggores di wajahnya sehingga kini Ratih menjadi seorang yang pemurung. Ratih lalu memandangi kedua wajah anaknya. Semakin Ratih memandangi kedua wajah anaknya, semakin Ratih ingat kepada lelaki yang telah membuat hidupnya sesusah ini. Seketika matanya berkedip-kedip dan bibirnya gemetar lalu ia mulai menangis. Masa lalu itu tiba-tiba muncul dalam otaknya.
Semua warga desa Kliningan sudah tahu siapa itu Ratih. Ratih adalah seorang gadis cantik berparas ayu yang memiliki tubuh sintal dan juga seksi. Ratih selalu dikagumi oleh para kaum lelaki, apalagi Ratih adalah seorang Penari Jaipong yang sangat terkenal, tidak ada yang mampu menandingi kecantikan, keseksian dan kepintaran Ratih dalam menari Jaipong, hanya dia gadis yang sangat di puja-puja oleh semua warga desa Kliningan. Semua gerakan tari Jaipong dipelajari Ratih sejak kecil. Ratih mempelajari Tari Jaipong karena kemauan ibunya, ibunya Ratih ingin sekali Ratih menjadi seorang penari yang hebat.
Neng harus jadi perempuan paling pintar dalam menari, perempuan yang selalu di agung-agungkan oleh semua lelaki. Pokoknya Ambu mau Neng itu menjadi Penari Jaipong yang mencerminkan perempuan sunda, perempuan yang penuh semangat, penuh perjuangan dan juga perempuan yang kuat”. Tegas perempuan itu. Jadi tak heran jika Ratih sekarang menjadi seorang Penari Jaipong yang hebat. Setiap Ratih menari semua mata lelaki selalu melihat goyang pinggul yang menjadi ciri khas penari Jaipong.
“Aku heran dengan semua lelaki di desa ini, mengapa semua menatap Ratih seperti itu, Apa yang dikagumi dari seorang Ratih, padahal aku tidak kalah cantiknya dengan dia” Seorang gadis membicarakan Ratih dengan sinis.
“Hus, Maneh teh ulah sirik kitu atuh
“Aku tidak sirik aku hanya heran saja, susuk apa yang Ratih pakai sampai semua lelaki tergila-gila padanya”. Tanya perempuan sinis itu dengan heran.
Perempuan sinis itu adalah Anggi. Anggi adalah teman Ratih sejak kecil. Anggi memang selalu sirik dengan kecantikan yang Ratih punya, padahal Ratih selalu saja berbuat baik terhadap Anggi tetapi Anggi selalu memandang Ratih dengan sebelah mata. Anggi memang memiliki semua kemewahan dan juga kekayaan tidak seperti Ratih yang hidup sederhana tetapi berkecukupan. Anggi memiliki satu kekurangan dia tidak bisa menari Jaipong jadi itulah yang menyebabkan dia selalu sirik dengan Ratih.
“Lihat saja kamu, suatu saat nanti aku akan bisa mengalahkan Ratih dan aku juga akan bisa mendapatkan Wawan karena Wawan hanya boleh dimiliki oleh aku dan aku akan menyingkirkan Ratih dari kehidupan Wawan” ucap Anggi dengan penuh keyakinan. Wawan adalah kekasih Ratih. Wawan merupakan sosok seorang lelaki tampan dan juga mapan. Semua gadis desa Kliningan sangat mengagumi ketampanan Wawan termaksud Anggi, tetapi semua usaha yang dilakukan Anggi sia-sia karena Wawan hanya mencintai Ratih. Wawan menyukai Ratih karena Ratih seorang Penari Jaipong dan dia juga merasa bangga memiliki gadis seperti Ratih yang menjadi kembang desa.
Wawan dan Ratih lalu menikah dari pernikahan itu mereka menghasilkan dua orang putri yang sangat cantik yaitu Dewi dan juga Mira. Tahun pertama pernikahan mereka Ratih merasa sangat bahagia karena memiliki suami seperti Wawan yang mau mengerti akan pekerjaanya sebagai Penari Jaipong, tetapi menjelang tahun kelima semuanya seakan berubah. Wawan kini menjadi seorang yang penuh amarah, bersikap kasar dan juga sering sekali bermain judi. Wawan juga tidak suka melihat Ratih menari Jaipong lagi karena sekarang ini Wawan beranggapan kalau Ratih hanyalah seorang penari Jaipong yang bukan sekedar menari tetapi Ratih juga bisa menjual tubuhnya ke semua lelaki, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Ratih sangat mencintai Wawan jadi Ratih sangat setia kepada Wawan.
Akang Wawan kemana saja, sudah dua hari kemarin akang tidak pulang kerumah, apakah akang tidak kasihan dengan anak-anak akang?”
Cicing Maneh Ratih, akang baru pulang sudah ditanya macam-macam” jawab Wawan dengan penuh amarah seraya melemparkan bajunya ke depan muka Ratih.
Ratih hanya bisa diam dan menangis, dia tidak mengerti mengapa suaminya menjadi seperti itu, dalam pikirannya terdapat banyak pertanyaan.
“Apakah kang Wawan selingkuh di belakang saya? Apakah kang Wawan sudah memiliki istri lagi? Apakah kang Wawan sudah tidak mencintai saya? Semua pertanyaan itu tidak mungkin ia lontarkan kepada Wawan karena semua pertanyaan itu akan di jawab oleh Wawan dengan emosi dan juga kemarahan.
Ratih mencoba menutupi semua kesedihannya di depan anaknya, salah satu hal yang bisa menghiburnya adalah dengan menari. Malam ini Ratih diundang menari di desa Kedawung, sebelum menari seperti biasa Ratih selalu melakukan ritual-ritual yang memang harus Ratih jalankan seperti mandi kembang dan juga menyiapkan sesajen untuk para leluhur. Sebagai seorang penari Ratih harus tetap menjaga tubuhnya apalagi kini dia telah memiliki anak jadi Ratih harus lebih rajin lagi merawat tubuhnya. Setiap malam jumat Ratih selalu memakan bunga melati karena masyarakat sunda pada waktu itu sangat mempercayai jika memakan bunga melati pada malam jumat akan membuat wajah menjadi awet muda.
Seperti malam-malam sebelumnya malam ini pun Ratih pergi tanpa sepengetahuan Wawan, tetapi malam ini merupakan sebuah bencana bagi Ratih. Wawan yang sudah mengetahui kabar bahwa malam ini Ratih pergi menari tanpa sepengetahuannya, langsung pergi ke tempat desa Kedawung, melihat Ratih menari Wawan sangat murka seketika itu pula Wawan langsung menarik tangan Ratih dan langsung menampar Ratih lalu Wawan pergi begitu saja meninggalkan Ratih. Ratih hanya bisa menangis, dia memang sangat mencintai Wawan dan sebagai seorang istri dia harus patuh terhadap perintah suaminta tetapi di satu sisi Ratih tidak bisa meninggalkan kehidupan menarinya itu.
Semenjak kejadian malam itu Wawan tidak pulang kerumah. Ratih sangat bingung, harus kemana lagi dia mencari suaminya. Dewi anak tertua Ratih selalu menanyakan ayahnya.
Ambu, Abah kemana? Dewi kangen sama abah,..”. Pertanyaan Dewi itu membuat Ratih menjadi sedih
Neng Dewi sayang, abah sedang pergi mencari kerja seminggu ini, mungkin abah akan pulang besok, sabar yah neng”. Ratih mencoba menenangkan Dewi padahal hatinya sudah sangat hancur mendengar pertanyaan Dewi yang seperti itu dengan terpaksa Ratih berbohong kepada Dewi.
Ratih selalu menanyakan keberadaan Wawan kepada setiap teman-teman Wawan tetapi semua teman-temannya tidak mengetahui keberadaan Wawan hingga suatu ketika ada seorang pemuda berbadan gemuk, memiliki kumis mengetok-ngetok pintu rumah Ratih.
“Assalamualaikum Nyai Ratih...” pemuda itu mengetok dengan sangat keras.
“Walaikumsalam,,,” Jawab Ratih.
“Nyai, saya tahu dimana keberadaan kang Wawan. Kang Wawan sekarang ini berada di rumah dekat desa Kedawung, setiap malam kang Wawan selalu keluar dari rumah itu. Nyai coba saja datang kerumah itu pada saat malam” pemuda itu menjelaskan dengan sangat terburu-buru.
Malam ini ditemani dengan rintik hujan Ratih langsung pergi melangkah menuju desa Kedawung, hujan tidak menjadi halangan baginya yang terpenting adalah dia harus membawa suaminya pulang dan meminta maaf kepada suaminya lalu dia akan menuruti semua perkataan suaminya. Perasaan Ratih sudah tidak karuan. Ratih akhirnya sampai di rumah itu. Rumah itu cukup mewah, Ratih mulai mengetuk-ngetuk pintu rumah itu tetapi tidak ada jawaban diketuk lagi pintu itu untuk kedua kalinya tetap saja tidak ada jawaban. Ratih lalu memegang gagang pintu rumah itu tetapi tidak dikunci. Ratih langsung masuk kedalam rumah itu, keadaan rumah itu sangat gelap tidak ada suara apa-apa, Ratih mulai melangkah perlahan-lahan. Langkah Ratih terhenti ketika mendengar suara dari dalam kamar, Ratih lalu menuju kamar itu betapa terkejutnya Ratih melihat suaminya sedang bercinta dengan seorang wanita dan Ratih sangat terkejut lagi bahwa perempuan yang bersama suaminya itu adalah Anggi teman kecil Ratih.
Semenjak kejadian itu Ratih tidak lagi mengharapkan suaminya kembali, dia sudah membuang rasa cinta itu, kini yang ada di pikirannya adalah bagaimana caranya menghidupi kedua anaknya tanpa adanya seorang suami di sampingnya dan Ratih juga sudah memutuskan untuk berhenti menjadi seorang Penari Jaipong.
Ratih tersadar dari lamunanya, dia kembali berpikir untuk apa dia menginggat kejadian yang sudah setahun ini ia lupakan tak ada gunannya lagi menyesali masa lalu yang begitu membuatnya hancur.
Jam dinding sudah memukul sebelas kali. Ratih mulai mengusap air matanya dia mulai menarik nafas dan dengan tenang kembali ke ranjang bersama kedua anaknya. Dipeluknya anaknya. Lalu memejamkan matanya melupakan semua. Pukul enam sudah dan Ratih masih tetap terjaga dalam tidurnya.

2 komentar:

Ruang Kata-kata mengatakan...

Wah, Mala ini berbakat ya. Konflik dan klimaks dapat, warna lokal juga dapat, Perbaiki judul agar lebih maksimal lagi, cari yg bombastis :-)

malla novita sari mengatakan...

ya ampun seneng'nya di puji sma bu novi
makasih ibu
iya bu sya bakal bljr lgi