Penari
Jaipong itu Bernama Ratih
Oleh:
Mala Nopita Sari
Malam
ini di desa Kliningan di pantai utara tepatnya di daerah Karawang Jawa Barat,
suasana begitu gelap, deburan ombak pantai mulai semakin kencang dengan bunyi
yang begitu menakutkan, angin pantai yang begitu kencang pun mulai terasa di
sekujur tubuh. Di pesisir pantai itu terdapat sebuah rumah kecil atau lebih
tepatnya sebuah gubuk kecil. Dari dalam gubuk itu terdengar suara gadis kecil
memanggil ibunya.
“Ambu... Ambu...!!!” Suara
Dewi begitu keras.
“Ada
apa Dewi? mengapa memanggil Ambu seperti
itu?” jawab Ratih dengan suara yang tak kalah kerasnya.
“Ambu sejak tadi Mira tidak
henti-hentinya menangis”.
“Badan
Mira panas Ambu, sepertinya dia
demam” tanya Dewi khawatir.
Ratih
pun langsung menggendong Mira sambil terus mengusap dan membelai lalu memeluk
Mira dengan sangat hangat seraya mendendangkan lagu wajib yang selalu
dilakukannya ketika Mira ingin tidur. “Mira bobo oooh Mira bobo..., kalau tidak
bobo digigit nyamuk”.
Dalam
nyanyian itu Ratih berharap tangisan Mira akan berhenti dan langsung cepat
tertidur. Memang sudah seharian ini Mira rewel dan terus menerus menangis. Mira
adalah anak Ratih yang nomor dua, usianya baru menginjak dua tahun, sedangkan
Dewi adalah anak Ratih yang pertama, usianya berbeda enam tahun dengan Mira.
Dewi
yang sudah seharian ini menjaga adiknya, sudah mulai merasakan lelah. Dewi lalu
membaringkan dirinya di atas ranjang besi tua yang tidak terlalu besar, Dewi
mulai memejamkan mata dan dengan seketika Dewi sudah tertidur mendengkur,
wajahnya tampak begitu damai.
Ratih
yang sedari tadi menggendong Mira sudah mulai merasakan pegal karena kain
ikatannya terlalu menumpuk di bagian punggunya. Kain itu sudah sobek sehingga
jika Ratih ingin menggendong Mira ia harus memilah kain yang sobek di bagian
belakang. Suara tangis Mira kini sudah berubah menjadi suara helaan nafas
pendek yang keluar dari dalam mulutnya. Ratih pun mulai membaringkan Mira di
samping Dewi.
Ratih
tahu bahwa Mira sedang demam tetapi apa yang harus dia lakukan, jangankan
membawa Mira untuk berobat, membeli susu untuk Mira saja ia tak mampu. Setelah
Ratih memutuskan untuk berhenti menjadi Penari Jaipong, kehidupannya sekarang
benar-benar sangat membuatnya hidup serba kekurangan apalagi kini dia hanya
menghidupi kedua anaknya seorang diri. Ratih kini memakai pakaian tidur yang
kusut, mukanya yang bulat dan berwarna pucat, ia sangat cantik dan juga
merangsang tetapi duka itu telah menggores di wajahnya sehingga kini Ratih
menjadi seorang yang pemurung. Ratih lalu memandangi kedua wajah anaknya.
Semakin Ratih memandangi kedua wajah anaknya, semakin Ratih ingat kepada lelaki
yang telah membuat hidupnya sesusah ini. Seketika matanya berkedip-kedip dan
bibirnya gemetar lalu ia mulai menangis. Masa lalu itu tiba-tiba muncul dalam
otaknya.
Semua
warga desa Kliningan sudah tahu siapa itu Ratih. Ratih adalah seorang gadis
cantik berparas ayu yang memiliki tubuh sintal dan juga seksi. Ratih selalu
dikagumi oleh para kaum lelaki, apalagi Ratih adalah seorang Penari Jaipong
yang sangat terkenal, tidak ada yang mampu menandingi kecantikan, keseksian dan
kepintaran Ratih dalam menari Jaipong, hanya dia gadis yang sangat di puja-puja
oleh semua warga desa Kliningan. Semua gerakan tari Jaipong dipelajari Ratih
sejak kecil. Ratih mempelajari Tari Jaipong karena kemauan ibunya, ibunya Ratih
ingin sekali Ratih menjadi seorang penari yang hebat.
“Neng harus jadi perempuan paling pintar
dalam menari, perempuan yang selalu di agung-agungkan oleh semua lelaki. Pokoknya
Ambu mau Neng itu menjadi Penari Jaipong yang mencerminkan perempuan sunda,
perempuan yang penuh semangat, penuh perjuangan dan juga perempuan yang kuat”.
Tegas perempuan itu. Jadi tak heran jika Ratih sekarang menjadi seorang Penari
Jaipong yang hebat. Setiap Ratih menari semua mata lelaki selalu melihat goyang
pinggul yang menjadi ciri khas penari Jaipong.
“Aku
heran dengan semua lelaki di desa ini, mengapa semua menatap Ratih seperti itu,
Apa yang dikagumi dari seorang Ratih, padahal aku tidak kalah cantiknya dengan
dia” Seorang gadis membicarakan Ratih dengan sinis.
“Hus,
Maneh teh ulah sirik kitu atuh”
“Aku
tidak sirik aku hanya heran saja, susuk apa yang Ratih pakai sampai semua
lelaki tergila-gila padanya”. Tanya perempuan sinis itu dengan heran.
Perempuan
sinis itu adalah Anggi. Anggi adalah teman Ratih sejak kecil. Anggi memang
selalu sirik dengan kecantikan yang Ratih punya, padahal Ratih selalu saja
berbuat baik terhadap Anggi tetapi Anggi selalu memandang Ratih dengan sebelah
mata. Anggi memang memiliki semua kemewahan dan juga kekayaan tidak seperti
Ratih yang hidup sederhana tetapi berkecukupan. Anggi memiliki satu kekurangan
dia tidak bisa menari Jaipong jadi itulah yang menyebabkan dia selalu sirik
dengan Ratih.
“Lihat
saja kamu, suatu saat nanti aku akan bisa mengalahkan Ratih dan aku juga akan
bisa mendapatkan Wawan karena Wawan hanya boleh dimiliki oleh aku dan aku akan menyingkirkan
Ratih dari kehidupan Wawan” ucap Anggi dengan penuh keyakinan. Wawan adalah
kekasih Ratih. Wawan merupakan sosok seorang lelaki tampan dan juga mapan.
Semua gadis desa Kliningan sangat mengagumi ketampanan Wawan termaksud Anggi,
tetapi semua usaha yang dilakukan Anggi sia-sia karena Wawan hanya mencintai
Ratih. Wawan menyukai Ratih karena Ratih seorang Penari Jaipong dan dia juga
merasa bangga memiliki gadis seperti Ratih yang menjadi kembang desa.
Wawan
dan Ratih lalu menikah dari pernikahan itu mereka menghasilkan dua orang putri
yang sangat cantik yaitu Dewi dan juga Mira. Tahun pertama pernikahan mereka
Ratih merasa sangat bahagia karena memiliki suami seperti Wawan yang mau
mengerti akan pekerjaanya sebagai Penari Jaipong, tetapi menjelang tahun kelima
semuanya seakan berubah. Wawan kini menjadi seorang yang penuh amarah, bersikap
kasar dan juga sering sekali bermain judi. Wawan juga tidak suka melihat Ratih
menari Jaipong lagi karena sekarang ini Wawan beranggapan kalau Ratih hanyalah
seorang penari Jaipong yang bukan sekedar menari tetapi Ratih juga bisa menjual
tubuhnya ke semua lelaki, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Ratih sangat
mencintai Wawan jadi Ratih sangat setia kepada Wawan.
“Akang Wawan kemana saja, sudah dua hari
kemarin akang tidak pulang kerumah,
apakah akang tidak kasihan dengan
anak-anak akang?”
“Cicing Maneh Ratih, akang baru pulang
sudah ditanya macam-macam” jawab Wawan dengan penuh amarah seraya melemparkan
bajunya ke depan muka Ratih.
Ratih
hanya bisa diam dan menangis, dia tidak mengerti mengapa suaminya menjadi
seperti itu, dalam pikirannya terdapat banyak pertanyaan.
“Apakah
kang Wawan selingkuh di belakang
saya? Apakah kang Wawan sudah
memiliki istri lagi? Apakah kang
Wawan sudah tidak mencintai saya? Semua pertanyaan itu tidak mungkin ia
lontarkan kepada Wawan karena semua pertanyaan itu akan di jawab oleh Wawan
dengan emosi dan juga kemarahan.
Ratih
mencoba menutupi semua kesedihannya di depan anaknya, salah satu hal yang bisa
menghiburnya adalah dengan menari. Malam ini Ratih diundang menari di desa
Kedawung, sebelum menari seperti biasa Ratih selalu melakukan ritual-ritual
yang memang harus Ratih jalankan seperti mandi kembang dan juga menyiapkan
sesajen untuk para leluhur. Sebagai seorang penari Ratih harus tetap menjaga
tubuhnya apalagi kini dia telah memiliki anak jadi Ratih harus lebih rajin lagi
merawat tubuhnya. Setiap malam jumat Ratih selalu memakan bunga melati karena
masyarakat sunda pada waktu itu sangat mempercayai jika memakan bunga melati
pada malam jumat akan membuat wajah menjadi awet muda.
Seperti
malam-malam sebelumnya malam ini pun Ratih pergi tanpa sepengetahuan Wawan, tetapi
malam ini merupakan sebuah bencana bagi Ratih. Wawan yang sudah mengetahui
kabar bahwa malam ini Ratih pergi menari tanpa sepengetahuannya, langsung pergi
ke tempat desa Kedawung, melihat Ratih menari Wawan sangat murka seketika itu
pula Wawan langsung menarik tangan Ratih dan langsung menampar Ratih lalu Wawan
pergi begitu saja meninggalkan Ratih. Ratih hanya bisa menangis, dia memang
sangat mencintai Wawan dan sebagai seorang istri dia harus patuh terhadap
perintah suaminta tetapi di satu sisi Ratih tidak bisa meninggalkan kehidupan
menarinya itu.
Semenjak
kejadian malam itu Wawan tidak pulang kerumah. Ratih sangat bingung, harus
kemana lagi dia mencari suaminya. Dewi anak tertua Ratih selalu menanyakan
ayahnya.
“Ambu, Abah kemana? Dewi kangen sama abah,..”. Pertanyaan Dewi itu membuat
Ratih menjadi sedih
“Neng Dewi sayang, abah sedang pergi
mencari kerja seminggu ini, mungkin abah akan pulang besok, sabar yah neng”. Ratih mencoba menenangkan Dewi
padahal hatinya sudah sangat hancur mendengar pertanyaan Dewi yang seperti itu
dengan terpaksa Ratih berbohong kepada Dewi.
Ratih
selalu menanyakan keberadaan Wawan kepada setiap teman-teman Wawan tetapi semua
teman-temannya tidak mengetahui keberadaan Wawan hingga suatu ketika ada
seorang pemuda berbadan gemuk, memiliki kumis mengetok-ngetok pintu rumah
Ratih.
“Assalamualaikum
Nyai Ratih...” pemuda itu mengetok dengan sangat keras.
“Walaikumsalam,,,”
Jawab Ratih.
“Nyai,
saya tahu dimana keberadaan kang Wawan. Kang Wawan sekarang ini berada di rumah
dekat desa Kedawung, setiap malam kang Wawan selalu keluar dari rumah itu. Nyai
coba saja datang kerumah itu pada saat malam” pemuda itu menjelaskan dengan
sangat terburu-buru.
Malam
ini ditemani dengan rintik hujan Ratih langsung pergi melangkah menuju desa
Kedawung, hujan tidak menjadi halangan baginya yang terpenting adalah dia harus
membawa suaminya pulang dan meminta maaf kepada suaminya lalu dia akan menuruti
semua perkataan suaminya. Perasaan Ratih sudah tidak karuan. Ratih akhirnya
sampai di rumah itu. Rumah itu cukup mewah, Ratih mulai mengetuk-ngetuk pintu
rumah itu tetapi tidak ada jawaban diketuk lagi pintu itu untuk kedua kalinya
tetap saja tidak ada jawaban. Ratih lalu memegang gagang pintu rumah itu tetapi
tidak dikunci. Ratih langsung masuk kedalam rumah itu, keadaan rumah itu sangat
gelap tidak ada suara apa-apa, Ratih mulai melangkah perlahan-lahan. Langkah
Ratih terhenti ketika mendengar suara dari dalam kamar, Ratih lalu menuju kamar
itu betapa terkejutnya Ratih melihat suaminya sedang bercinta dengan seorang
wanita dan Ratih sangat terkejut lagi bahwa perempuan yang bersama suaminya itu
adalah Anggi teman kecil Ratih.
Semenjak
kejadian itu Ratih tidak lagi mengharapkan suaminya kembali, dia sudah membuang
rasa cinta itu, kini yang ada di pikirannya adalah bagaimana caranya menghidupi
kedua anaknya tanpa adanya seorang suami di sampingnya dan Ratih juga sudah
memutuskan untuk berhenti menjadi seorang Penari Jaipong.
Ratih
tersadar dari lamunanya, dia kembali berpikir untuk apa dia menginggat kejadian
yang sudah setahun ini ia lupakan tak ada gunannya lagi menyesali masa lalu
yang begitu membuatnya hancur.
Jam
dinding sudah memukul sebelas kali. Ratih mulai mengusap air matanya dia mulai
menarik nafas dan dengan tenang kembali ke ranjang bersama kedua anaknya.
Dipeluknya anaknya. Lalu memejamkan matanya melupakan semua. Pukul enam sudah
dan Ratih masih tetap terjaga dalam tidurnya.
2 komentar:
Wah, Mala ini berbakat ya. Konflik dan klimaks dapat, warna lokal juga dapat, Perbaiki judul agar lebih maksimal lagi, cari yg bombastis :-)
ya ampun seneng'nya di puji sma bu novi
makasih ibu
iya bu sya bakal bljr lgi
Posting Komentar