2013/06/22

Cerpen dengan Warna Lokal



Garam Rasa Takut

Di saat pagi menjelang siang, terlihat matahari mulai memancarkan cahayanya disetiap rumah sampai lubang-lubang dan area ruang sempit yang selalu setiap pagi menerbitkan cahayanya dan menengelamkannya. Manusia, binatang, tumbuhan terbangun oleh satu sinarnya cahaya matahari tersebut. Tumbuhan disegarkan oleh manusia, binatang mencari rumput-rumput yang segar dan sisa-sisa makan dari manusia serta manusia terbangun dari mimpi-mimpi yang takpernahadaujungnya, yang selalumempermainkanbayang-bayang ilusi dan langsung melanjutkan pekerjaan dari aktifitas mereka setiap waktu.
Hari libur adalah hari dimana hari itu di jatuhkan setelah hari jum’at dan sebelum hari senin, aktifitas yang terjadi dari menguras tenaga, pikiran sampai terlelahnya tenaga yang harus dikeluarkan untuk suatu pekerjaan. Istirahatlah yang dapat menyelesaikan semua urusan. Bisa bercanda, santai duduk di halaman rumah, atau bias juga rekreasi bersama keluarga.
Pada saat aku berkumpul bersama keluarga, duduk-duduk di halaman rumah bersantai sambil meminum teh manis hangat ditambah celupan roti tawar menjadikan roti tersebut menjadi basah lalu dimakanlah roti yang tadi dicelupkan. Lama kelamaan dan matahari semakin memplototi kita maka tadinya keramayan di depan rumah sangat ramat di muat oleh sekelompok manusia yang sudah berstatus menjadi keluarga dan saat itu juga tersirat oleh songsongan matahari menjadi satu persatu pergi begitu saja, tinggallah aku dan mamahku, pas aku berdiri ingin melangkah terdengar suara perintah dengan nada pelan tapi nyaring dari arah perempuan separuh baya itu yaitu mamahku.
“Neng, masa katuh, kan tos terang mataharina, kedengdeikan arek azan zhuhur, kudu nyiapkeun lauk pauk jeung di emam?” berkata si perempuan separuh baya itu
“ya enggeus atuh, arek dimasakeun naon emangna?” sahut anak perempuan tersebut
“ masak sayur asem bae ejeung lauk sepat terus ejeung sambel terasina geh, ngenah meren panas-panas kos kie” berkata si perempuan separuh baya
Dan aku menjawabnya lagi “ ya enggeus, eneng masakeun” sahut anak perempuan tersebut dengan muka ketakutan
Dipersiapkan bahan-bahannya, setelah siapa ku pasak sesuai prosedur, dan setelah semuanya sudah di pasak. Sudah matang dan siap disajikan kemeja makan.
Waktu belum menandakan azan zhuhur tetapi masih setengah jam lagi ke waktu azan. Aku duduk di halaman rumah sendirian sambil beristirahat dan memikirkan, kenapa saya masaknya begitu cepat? Padahal tadi biasa-biasa saja apa karena terlalu semangat jadi cepat masaknya? Hmmmm…… entahlah!!
Dan waktu pun sudah menandai apa yang aku nanti-nantikan. Azan pun bergemung ke setiap rumah.aku ,mamah, abah dan sanak saudara melaksanakan tugas dari tuhan untuk melaksanakan kewajiban dari agama yang telah ditetapkan. Setelah selesai shalat berjamaah langsung aku persiapkan piring, sendok, garpuh ke meja makan.Dan ketika aku persiapkan semuanya yang terlebih dahulu mengambil piring dan mengambil nasi dan lauk pauknya itu adalah adikku dan lama kelamaan satu persatu mengambil piring dan nasi serta lauk pauknya. Semua sudah kebagian, semua berdoa dan yang memimpin doa adalah bapakku, mereka berdoa bersama dan doanya pun sama tapi aku tidak, aku berdoa plus berdoa meminta semoga masakannya sempurna, cukup bumbu-bumbu yang telah ditaburi tadi. Selesailah berdoanya dan mereka semua yang berada di hadapanku memcicipi, di lihat kakak-kakakku, adikku, serta abah dan mamah ikut lahap mecicipi masakan yang aku buat. aku pun aneh dan bertanya-tanya kenapa dan kenapa? Seorang perempuan separuh baya itu berbicara “iye masakan kamu neng?” berkata mamahnya.
“muhun eta masakan eneng, mamah. Emangna kunaon ejeung  masakan eneng?Asin dei nyah? hmmmm……” jawabku dengan muka melas
“ idih lainna teu ngenah atawa asin tapi iye sedep neng sayur asemna coba geh di cicipku eneng, sedep karah” sahut perempuan separuh baya sambil merujuk kepada anaknya supaya percaya bahwa masakannya itu enak.
Dan di ciciplah masakan  yang  tadi aku buat, merasakan aroma dan bumbu-bumbu yang tadi aku masukan. Ternyata perkataan dan lahap-lahapnya mulut keluarga benar, bahwa masakan yang aku buat itu pas bumbunya dan enak.
“ gimana sedepkan?” Tanya si perempuan separuh baya tersebut
“iyah mah, sedep jasa sayur asemna terus sambelna ogeh, karasa limona” jawabku dengan muka berlinang  karena senang
“tuh kan bener, naon cak mamah geh, benerkan sedep, anak mamah gitu loh hehehe……” berkata si perempuan separuh baya tersebut sambil tersenyum senang
“hehehehe…….iyah mamahku tersayang” sahut anak perempuannya sambil memeluk si perempuan separuh baya dan sambil member senyuman lebar kepadanya.
Rasa ketakutan yang tadinya sudah menduga bakalan keasinan lagi seperti minggu kemarin. Pada saat itu aku sembarangan saja mencelupkan garam sampai dua sendok makan ke dalam sayur asem yang berada di atas api yang tengah menyalah yang belum jadi tersebut. Mengakibatkan sayur asem yang aku buat menjadi sangat asin dan tak enak untuk di makan ,dicicipi sekali saja membuat badan jadi mengigil apa lagi keterusannnya yang ada lidah menjadi asin seharian. Tetapi perkiraan aku ternyata salah kalau sayur asem yang aku buat sekarang ini, pas bumbunya dan enak. Allah mendengar doaku dan dari adanya kesalahan yang aku perbuat secara tidak sengaja pas tiada kebenaran saat berusaha mencoba ingin benar.






4 komentar:

wadahpenasatra mengatakan...

punya ipeh.. oke.
ika_

wadahpenasatra mengatakan...

eva@ waaahh jd laper peh...
heheheh
menarik...kali ini bukan kelebihan / kekurangan garam lg peh, tp huruf-huruf'y ^_^

wadahpenasatra mengatakan...

bagus peh keren tapi ko hurufnya ada yang dempet yah jdi pusing bacanya...:)

@nurkomariah

Ruang Kata-kata mengatakan...

Bagus, tingkatkan lagi ya :-)