2013/06/22

Cerpen dengan Unsur warna Lokal


Cerpen dengan  Unsur warna Lokal
Malam Minggu di Pasar Senggol
Oleh: Ika Susilarini


      Suci melepaskan mukena yang ia kenakan, lalu dilipatnya mukena itu menyusul kemudian sejadah yang habis Suci gunakan untuk sholat magrib. Ia letakan lipatan mukena dan sejadah di atas tempat tidur. Lalu Suci menghampiri cermin rias yang ada di depan tempat tidrunya, ia duduk sambil membereskan rambutnya yang agaknya berantakan, diikat rambutnya  kuat-kuat agar tidak bisa terurai.
     Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar Suci diketuk, diiringi dengan suara gadis. ( tok-tok , tok-tok ),” Sudah selesai sholat magribnya chi, ayo lekas siap-siap nanti bang Parno keburu  menjemput. “ katanya terdengar dari balik pintu. Suci pun menghampiri asal suara dibalik pintu dan membuka pintu dengan perlahan. “ Iya cha, aku udah siap”, cha-cha hanya tersenyum melihat Suci yang keluar dari balik pintu. “ Cantik sekali kamu chi.” sanjung cha-cha yang sedari tadi melihat penampilan Suci yang begitu cantik mengenakan baju setengah badan berlengan panjang berwarna pink, memakai rok berwarna hitam dan wajah Suci yang cantik berbalut kerudung berwarna merah muda menambah cantiknya penampilan Suci.
“ akh sudah, kau jangan terlalu banyak memandangiku nanti kau suka padaku” ejek Suci pada Cha-cha sepupunya.
Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil, “( titt-tiittt) Ayoo – ayo rombongan akan segera pergi jangan terlalu lama di dalam “ Suara bang parno yang sangat lantang memanggil Suci dan Cha-cha pertanda kalau bang Parno sudah datang menjemput.
Suci dan Cha-cha pun keluar dari rumah dan tak lupa Suci mengunci pintu rumah mereka. Suci dan Cha-cha pun menghampiri mobil odong-odong bang parno yang rupanya sudah penuh dengan penumpang, hanya tersisa dua tempat duduk di dalam mobil odong-odong itu.
           Suci dan cha-cha pun langsung duduk di dalam mobil odong-odong bang Parno, dilihatnya wajah teman-teman perempuan Suci yang sedari tadi duduk manis di dalam mobil odong-odong bang parno. “ Ayooooo,,, baca dulu bismilaah agar di perjalanan lancar “ perintah bang Parno kepada semua penumpang yang ada di belakang, ada sekitar delapan orang penumpang termasuk Suci dan Cha-cha dibelakang. Sedangkan di tempat duduk paling depan rupanya ada Erna pacarnya bang Parno yang sedari tadi mendengarkan musik.
       Sepanjang perjalanan rasanya mobil odong-odong bang Parno berunah menjadi sebuah pasar mini, karena sepanjang jalan tak henti-hentinya gadis-gadis begitupula Suci dan Cha-cha bercengkrama. Ada yang membicarakan soal barang apa yang akan dibei di Pasar Senggol nanti, ada yang membicarakan soal makanan-makanan lezat yang akan dibeli di pasar senggol, baju-baju, aksesoris, dll. Sehingga suasana di dalam mobil odong-odong bang Parno menjadi ramai diiringi sesekali suara tertawa gadis-gadis yang asik berbincang-bincang.
         Hampir setengah jam perjalanan dari desa Karutus menuju Alun-alun Sukabumi. Jalan desa yang agaknya masih terjal dan belum terjamah aspal tak membuat perjalanan para gadis menjadi suram, karena sepanjang jalan dari desan karutus menuju perbatasan jalan raya Sukabumi jalanannya hancur hampir sepanjang jalan hanya penuh dengan bebatuan yang kasar, membuat mobil dan penumpang bergoyang jika melewati jalan ini. Jauh perbandingannya ketika sampai di jalan raya Sukabumi menuju alun-alun kota, jalanya licin dan tak berliku..... “ SEEEEEEEEEeeeeeeerrr akh jalanya bang, kaya jalan toll. “ Saut Suci yang menyadari bahwa mobil bang Parno sudah berada di jalan raya.
“Akhirnyaaaa,,, sampai juga . Wah ramai sekali malam ini”, celoteh cha-cha saat turun dari mobil odong-odong bang Parno. “ Ayolah, jangan pada bengong semua,,, ayo sana lekas masuk ke pasar senggol , nanti tepat jam sembilan abang tunggu disini, dan ingat jangan sampai telat... “ perintah bang Parno kepada Suci dan teman-teman yang lain.
        Cha-cha pun langsung menarik tangan Suci ke tempat dimana sejumlah orang bekumpul membentuk lingkaran, rupanya cha-cha merasa penasaran apa yang membuat orang-orang berkumpul disana. “ permisi pak, bu. permisi mas, mbak saya mau liat”, sambil menerobos gerombolan orang yang sedang berkumpul cha-cha terus berjalan sambil menyeret tangan suci dengan pandangan kedepan menuju arah suara yang membuat suci penasaran. “ Ayo beli satu dapat dua, murah meriah, kualitas bagus, ayoo-ayoo jangan hanya liat, ayoo-ayoo beli “ suara pedagang yang menawarkan dagangannya yang tak lain adalah tas kerajinan khas dari Sukabumi yang terbuat dari kain batik dengan hiasan rautan benang sulam. “ Beli yu chi, kita patungan lumayan buat main, murah lagi.” tawar cha-cha pada Suci . Suci pun langsung mengacungkan jempol pada cha-cha pertanda suci mengatakan iya, suci dan cha-cha pun langsung mengambil posisi jongkok dan langsung memilih-milih tas sesuai selera mereka, serunya suci dan cha-cha berlomba dengan pembeli lainya yang sedari tadi mengaduk-aduk tas yang dijajakan”. Selesai memilih tas, Suchi dan Cha-cha keluar dari kerumunan orang yang sedari tadi tak hentinya-hentinya mengaduk-aduk tas-tas batik yang digelar di atas terpal berwarna merah.
            Suchi dan Cha-cha pun berjalan-jalan menuyusuri pedagang –pedagang yang membentuk barisan memanjang dari arah barat alun-alun sampai timur alun-alun.
Semakin malam suasana di pasar senggol semakin ramai saja, semakin sesak rasanya jalanan . Lapangan alun-alun yang biasanya pada hari biasa terasa sepi dan luas, berubah menjadi tempat yang ramai ketika malam minggu tiba. Sudah menjadi tradisi ketika malam minggu tiba alun-alun sukabumi berubah  menjadi sebuah pasar malam, dimana masyarkat setempat sering menyebutnya dengan pasar senggol, pasar yang hanya ada satu minggu sekali yaitu di malam minggu, pedagag yang berjualanpun sangat bermacam-macam sehingga membuat masyarakat sekitar yang berkunjung menjadi sangat antusias dan yang paling menjadi ciri khas dari pasar senggol adalah karena suasana pasar yang rupanya padat dengan pengunjung apalagi menuju malam, sering sekali pengunjung ketika berjalan melihat-lihat barang-barang yang dijajakan di pasar senggol saling senggol-senggolan karena penuhnya jalan dengan pengunjung.
           Suci dan cha-cha agaknya sedikit kelelahan setelah sekitar satu jam mereka berdua melihat-lihat barang-barang dagangan yang dijajakan di pasar senggol, Nafas mereka seperti nafas orang yang habis lari sekitar 100 meter, bahkan keringat-keringat kecil nampak terlihat di kening Suci yang agaknya merasa panas karena pengapnya udara yang disebabkan oleh banyaknya orang yang ada di sekitar mereka. “ Cha,, istirahat yuu? aku cape nieh...panas banget cha, lapar pula” keluh Suci pada cha-cha yang rupanya masih antusias melihat barang-barang yang ada disekitar mata mereka, tak sedikitpun mengeluarkan komentar, Cha-cha langsung menyeret tangan suci dan lagi-lagi cha-cha dan suci menerobos orang-orang yang sedang berdesak-desakan disekitar para oedagang, hiruk pikuk suasana di pasar senggol semakin terasa, suara pedagang semakin kencang terdengar begitu pula suara oarang-orang yang menawar saking banyaknya suaranya menjadi bergemuruh. Akhirnya Suci dan Cha-cha tiba disebuah tempat yang agaknya tidak terlalu ramai seperti tadi, “ Tiba di Tukang bakso bejo,, ayoo kita istirahat disini saja “ tawar Cha-cha pada suci.
Suci dan cha-cha langsung mengambil tempat duduk yang didepannya terdapat sebuah meja berukuran untuk dua orang yang terbuat dari kayu yang di atasnya terdapat botol saus, botol kecap, botol cuka, botol lada, tempat sambal, dan ada sebuah tisu gulung disamping tempat sendok dan garfu. Suci dan cha-cha pun langsung menyantap bakso bejo yang sebelumnya telah dipesan. Suci dan cha-cha terlihat menikmati sekali baksonya, suap demi suap sampai akhirnya suapan terakhir dinikmati oleh Suci dan Cha-cha samapai akhirnya mangkok yang tadinya penuh dengan isinya , menjadi kosong. Setelah selesai makan Suci dan cha-cha langsung membayar dan mereka berdua beranjak menuu tempat semula karena jarum jam malam ini sudah menujukan waktunya mereka berkumpul kembali di mobil odong-odong bang parno yang terpakir di parkiran pintu masuk.
“ Sepertinya, pasar senggol semakin malam semakin penuh aja ya cha ?”... kata Suci pada cha-cha, yang sedari tadi ketika beranjak dari tukang bakso, mata Suci tak henti-hentinya memandangi keadaan sekitar yang semakin ramai saja. “ Iya, aku juga sampai pusing melihat oarang sebanyak ini “ saut cha-cha.
Diperjalanan menuju tempat parkiran, Suci dan Cha-cha bertemu dengan teman-teman mereka yang ikut bersama rombongan odong-odong bang Parno, terlihat teman-teman suci menggondol kantong plastik ditangannya, ada yang membawa tiga plastik, dua plastik bahkan ada yang sangat kerepotan membawa kantong plastik belanjaan. pikir Suci, mereka pasti habis ngeborong barang-barang yang ada di pasar senggol. Tak terasa Suci, cha-cha dan teman-teman rombongan sampai di tempat dimana mobil odong-odong bang parno di parkir.
Rupanya, bang parno sudah stand-by di kursi pengemudi menunggu rombolan gais-gadis desa karutus datang pukul sembilan tepat.
“ waahh,, borong besar nieehh... ayo-ayo kita pulang sudah dulu main di pasar senggolnya, besok-besok kemari lagi” sambut bang parno yang ada di dalam mobil.
Suci, Cha-cha dan teman-teman rombonganpun langsung masuk ke mobil satu persatu.
“ Sudah siap,, ayoo kita pulang,, jangan lupa baca bismilah dulu, dan jangan lupa lagi sepuluh rebu nya dikumpulin di neng Suci buat abang bensin yah...” . perintah bang parno yang agaknya mengingatkan para penumpang odong-odong agar tak lupa membayar ongkos odong-odongnya. Bang Parno pun langsung tancap gas, dan langsung melaju menuju desa karutus. Meninggalkan keramaian di pasar senggol , mobil bang parno yang memuat penumpang rombongan gadis-gadis desa karutus termasuk Suci dan Cha-cha di dalamnya perlahan-lahan menghilang di ujung pegkolan menuju jalan desa karutus.

2 komentar:

wadahpenasatra mengatakan...

eva@ bagus....saii,semacam pasar mlm yaa ? tp ko tlsn'y g pake Times New Roman ci ?

Ruang Kata-kata mengatakan...

Ayo kuatkan lagi unsur lokalnya, perbaiki penulisan di- ya