Cintaku
Berat di Badan
Oleh: Mala Nopita Sari
Oleh: Mala Nopita Sari
Sore
ini sinar matahari sudah mulai redup. Pancaran sinarnya yang begitu menyengat
siang tadi kini sudah mulai menyelinap di antara pohon-pohon bambu yang begitu
tinggi. Angin pun mulai bertiup dengan pelan, daun-daun bambu pun mulai
bergoyang kesana-kemari dengan serempak. Aku yang sedari pagi sudah berkutat
dengan semua rumus matematika yang begitu membuatku pusing, kini mulai bernafas
lega karena jam kuliah telah usai. Aku langsung bergegas meninggalkan ruangan
kelas lalu aku menuju halte metromini di depan kampus. Jam sudah menunjukan
pukul lima, seperti biasa pada jam-jam seperti ini semua angkutan umum selalu
dipenuhi oleh mereka para karyawan kantor yang sudah pulang kerja. Keadaan
Jakarta yang begitu padat membuat mobil metromini ini sangat sesak karena
terlalu banyak penumpang. Badanku yang besar memang sangat memakan tempat, jadi
wajar saja jika aku sering dimarahi oleh penumpang lain karena menghalanginya
untuk turun.
“Mba
misi dong! saya mau turun nih. Mba
sih gemuk banget saya jadi gk bisa lewat kan”. Tegur penumpang itu dengan
sinis.
“Maaf
mba”, hanya kata itu yang bisa ku lontarkan.
Aku
sebenarnya malu dengan keadaan berat badanku yang sudah mencapai angka 70 kg,
tetapi mau bagaimana lagi aku sudah berusaha untuk diet tetapi tetap saja aku
tidak dapat menahan nafsuku untuk tidak makan coklat karena coklat merupakan
makanan favoritku, jika sehari saja aku tidak makan coklat badanku ini bisa
gatal-gatal.
Aku
sudah turun dari mobil metromini, lega rasanya bisa menghirup udara luar
setelah selama tiga puluh menit aku harus menghirup seribu satu aroma yang
tidak sedap di dalam metromini tersebut. Aku sudah sampai di tempat kostku.
Jarak rumah yang cukup jauh dengan kampus membuatku memutuskan untuk tinggal
mengekost, sebenarnya biaya kost itu terhitung lebih mahal dibandingkan dengan
tinggal di rumah sendiri, karena mamah harus mengeluarkan uang lebih tiap bulan
untuk membayar kost, membiayai hidup untuk makan, harus mengerjakan sesuatu
sendiri tanpa dibantu mamah.
Aku
memiliki teman sekamar bernama Alin. Alin adalah perempuan yang cantik, seksi,
langsing, tinggi, rambutnya lurus, matanya indah, pokoknya benar-benar wanita
sempurna. Aku sangat iri terhadap kecantikan yang Alin punya. Aku mendekatkan
wajahku ke cermin, kutatap bagian wajahku. Wajah yang lusuh, muka bulat dengan
sebagian jerawat kecil di pipi yang tembem, mata sipit yang selalu terhalangi oleh
kacamata tebal, rambut kriting tidak beraturan, hidung besar seperti jambu air,
belum lagi badanku yang penuh dengan lemak di bagian perut yang begitu menumpuk,
hanya kulit putih yang menjadi kelebihanku satu-satunya di antara anggota badan
yang lain. Arrgghhh, aku menghela
napas panjang, hidup ini memang tidak adil dan sangat tidak adil, aku sangat
kesal menatap diriku sendiri yang sangat jauh dari kata cantik. Alin pernah
bilang sesuatu yang membuatku senang.
“Pril,
setiap orang itu pasti memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, tidak
ada kata sempurna dalam dunia ini. Kamu memiliki kelebihan yang tidak aku punya
yaitu prestasimu yang begitu membanggakan, aku sangat iri dengan kepintaran
yang kamu punya”.
Memang
sih, aku dari kelas satu SD selalu
mendapatkan peringkat pertama. Sampai di bangku kuliah ini aku juga selalu
mendapatkan beasiswa, tetapi tetap saja aku tidak banyak dipandang oleh semua
laki-laki karena prestasiku, laki-laki sekarang ini hanya memandang perempuan
dari kecantikannya jadi wajar saja kalau aku sering uring-uringan dengan kondisi badanku.
Pukul
delapan lewat sepuluh menit, aku masih membereskan buku-buku untuk dibawa hari
ini ke kampus. Pagi ini aku berangkat ke kampus dengan naik ojek di depan gang
kostanku, kulihat sekumpulan tukang ojek sedang duduk menunggu penumpang. Aku
segera menuju pangkalan ojek itu dan tukang ojek itu langsung menoleh ke
arahku.
“Ojek
mba?” tanya tukang ojek itu.
“iya
bang ke Kampus depan yah, berapa duit bang? tanyaku.
“Sepuluh
ribu aja mba, gimana mba? murah kan?” jawab abang tukang ojek kurus itu dengan
senyumnya. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menjawab, “Oke deh bang”. Sebenarnya
aku sedikit khawatir diboncengi olehnya karena melihat badan abang tukang ojek
yang begiu kurus jadi sepanjang perjalanan aku selalu menginggatkannya.
“Bang
pelan-pelan ajah yah, jangan ngebut-ngebut. Saya kan berat nanti takut jatuh”.
“Tenang
aja mba, saya udah biasa bawa yang ukuran
jumbo” jawab abang tukang ojek itu dengan meyakinkan. Sudah setengah
perjalanan aku mulai merasa kalau ada yang tidak beres dengan keadaan motornya.
Benar saja disaat melewati polisi tidur secara tiba-tiba saja posisi si tukang
ojek lebih tinggi dari pada aku. Aku langsung merosot ke bagian belakang dan
seketika itu aku langsung jatuh tersungkur ke aspal. Aku merasakan sakit di
bagian pantatku. Untuk menghindari rasa malu aku langsung bangkit dari tempatku
terjatuh tapi tiba-tiba saja terdengar bunyi Breettt. Masyaallah,
celanaku robek tepat di bagian belakang pantatku. Aku bingung harus berbuat apa,
untung saja tidak ada yang melihat kejadian ini. Abang tukang ojek benar-benar
merasa bersalah dan dia terus meminta maaf kepadaku, aku langsung memaafkannya
dan memberikannya uang sepuluh ribu tetapi dia menolaknya dan bilang “Tidak
usah mba, saya kan sudah membuat mba jatuh jadi tidak usah bayar”. Aku langsung
pergi dan berjalan menuju kampus. Aku menutupi celana robekku dengan tasku.
Untung saja tidak terlambat datang ke kelas, aku langsung duduk dengan rasa
gelisah.
Jam
Kuliah telah selesai, aku langsung pergi ke kantin kampus dan memilih tempat
duduk di bagian belakang. Sesampainya di kantin aku melihat seseorang duduk di
samping mejaku. Aku sangat kaget ternyata Radit, dia adalah laki-laki yang selama
dua tahun ini aku taksir. Radit adalah lelaki terganteng di kampus. Aku bukan
satu-satunya wanita yang menyukai Radit
tetapi aku adalah satu-satunya wanita yang sangat tidak berkemungkinan untuk
menjadi pacarnya. Selama ini aku hanya bisa menatap Radit dengan diam-diam
tanpa berani untuk menatapnya langsung, tetapi tiba-tiba saja aku mulai merasa
kalau Radit semakin dekat, benar saja dia mulai menghampiriku. Aku mulai
gelisah dan mulai merapikan bagian bajuku sambil membereskan rambutku yang
berantakan ini, lalu dia berkata.
“Boleh
minta tisunya”
“Oohh,,,
Booolleehhh Booleehhh” jawabku dengan gugup dan gemetar.
“Terimakasih
April”. Oh My Good, dia tahu namaku.
Sejak kapan kita berkenalan, berjabat tangan dengannya saja aku tak pernah. Aku
hanya bisa terdiam dan bertanya-tanya, jadi selama ini dia tahu namaku, aku
benar-benar merasa senang. Selama perjalanan pulang aku tidak henti-hentinya
tersenyum simpul sambil terus membayangkan wajah Radit yang tampan itu.
Malam
ini adalah malam minggu, karena aku tidak memiliki pacar jadi seperti biasa aku
hanya bisa duduk menonton tv sambil memakan coklat tobleron kesukaanku, lain
halnya dengan Alin. Sudah sejak satu jam tadi dia sibuk untuk merias diri di
kamarnya. Malam ini Alin akan pergi bersama gebetannya.
Hampir setiap malam minggu Alin selalu pergi dengan laki-laki yang berbeda,
aku saja sampai tidak ingat siapa-siapa saja teman lelaki Alin yang datang ke
kostan. Sepanjang malam ini aku tidak bisa tidur, aku selalu memikirkan wajah
Radit, hatiku benar-benar merasa bahagia. Semoga saja dengan kejadian siang
tadi aku bisa menjadi dekat dengan Radit.
Hari
ini adalah mata kuliah yang sangat membosankan, jadi ku putuskan untuk pergi ke
kantin saja. Aku langsung memesan makanan tetapi ketika aku sedang memilih tempat
duduk, aku tersentak kaget di depan sana kulihat Radit sedang mengobrol dengan
Alin. Ada hubungan apa antara Radit dan Alin, mengapa mereka saling kenal?
mengapa mereka begitu dekat? apa mereka sudah pacaran? mengapa harus Alin? aku
benar-benar penasaran dan aku tidak habis pikir. Kalau pun Radit harus memiliki
pacar aku sangat berharap kalau pacarnya itu bukanlah Alin, karena aku tahu
sekali siapa itu Alin, Alin memiliki banyak teman lelaki jadi dapat kusimpulkan
kalau dia bukanlah tipe wanita yang setia. Sesampainya di kostan aku langsung
menanyakan masalah ini kapada Alin.
“Ehemmpp
Lin, aku mau nanya. Kamu kenal sama Radit yah?”
“Kenal
banget dong, siapa sih yang gak kenal sama dia, laki-laki ganteng dan baik
pula”. Mendengar perkataan Alin seperti itu kekesalanku meningkat menjadi 10%.
“Eh,
kenapa nanya kaya gitu Pril, cemburu yah kamu aku deket sama Radit?”
“Eeehhhh,,,
ggkkk kok! siiappa yang cemburu, biasa ajah tuh kan aku cuma nanya” jawabku
sekenanya. Alin pun langsung pergi meninggalkan aku. Hatiku sangat hancur
sekarang benar-benar sudah tidak ada harapan lagi bagiku. Sia-sia aku memendam
perasaan ini selama dua tahun jika akhirnya Radit harus berpacaran dengan teman
sekamarku, air mataku tiba-tiba saja mulai turun, Hiks..Hiks.
Tiga
hari sudah kejadian itu berlalu, aku berusaha melupakan bayang-bayang Radit
dalam pikiranku karena aku tahu cepat atau lambat Radit akan menjadi milik Alin
si gadis cantik itu. Aku mencoba bersikap biasa saja terhadap Alin seolah-olah
tidak terjadi apa-apa padaku, aku tidak ingin Alin tahu bahwa aku menyukai
Radit. Malam ini aku sedang menghafal rumus matematika yang akan dipelajari
besok, tetapi tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah. Aku pun langsung berdiri
dan membukakan pintu. Aku langsung terperangah ternyata dia adalah RADIT. Untuk
apa Radit datang ke kostanku, aku sangat senang sekali dan langsung terdiam
tanpa mempersilahkan Radit untuk masuk.
“Pril,
boleh aku masuk” tanya Radit heran.
“Ohh
yah tennttuu saja boolehh” gugup itu tidak hilang jika bicara dengan Radit.
“Ada
apa kamu ke,” belum sempat aku lanjutkan perkataanku, tiba-tiba saja Alin
keluar dari kamar dengan menggunakan mini dress berwarna biru dongker. Astaga aku sampai lupa kalau Radit
datang ke sini pasti untuk bertemu dengan Alin, bukan untuk bertemu denganku.
Bodohnya aku sampai melupakan hal itu. Mereka akhirnya pergi untuk dinner. Untuk kesekian kalinya hatiku
hancur berkeping-keping. Aku sedih, dan judul untuk malam ini adalah “Menangis Semalam”.
Aku
bangun dengan mata yang sembab gara-gara kisah menangis semalamku. Rasa sakit
ini masih terasa sampai ke tulang-tulang rusukku, daripada aku terus bersedih
seperti ini aku lebih baik mandi dan pergi ke supermarket untuk membeli coklat,
karena persediaan coklatku sudah mulai menipis. Pagi ini cuaca begitu mendung
sepertinya langit pun ikut berduka dengan kejadian yang menimpaku. Aku bergegas
pergi ke supermarket takut hujan terlebih dahulu turun, setelah selesai
berbelanja keadaan cuaca di luar semakin memburuk. Langit begitu berwarna hitam
pekat, hujan pun mulai turun dengan deras. Sial sekali aku tidak membawa
payung, terpaksa aku harus menunggu hujan berhenti. Ketika aku ingin berjalan
untuk berusaha keluar dari kerumunan orang yang sedang berteduh tiba-tiba saja
kantong plastik belanjaanku sobek dan langsung saja barang belanjaanku terjatuh
dan berserakan. Aku langsung mengambil barang belanjaanku satu persatu tetapi
aku melihat ada sebuah tangan menggapai coklat tobleron milikku lalu
menyodorkannya padaku. Aku lalu mulai menganggkat kepalaku dan melihat siapa
orang yang telah membantuku, RADIT. Kenapa harus Radit lagi, mengapa dia hadir
di saat seperti ini.
“Nih
punyamu, kenapa bisa terjatuh seperti ini sih Pril?”
“Eemmp
anu, anu kantoonng belanjaanku terllalu tipiss jadi sobek deeh”. Tetap saja
gugup.
“Lain
kali hati-hati yah Pril”. Sumpah ini nice
banget, ganteng, baik dan perhatian benar-benar pacar idaman.
“Kamu
mau aku antar pulang?”
Beneran
Radit mengajakku pulang bareng? sama dia? naik mobilnya dia. April kamu gak
lagi mimpi kan yah? aku mencoba mencubit tangan kananku. Awww sakit, berarti benar ini bukan mimpi tapi ini sungguhan. Aku
langsung mengangguk iya.
Sesampainnya
di tempat kost, aku langsung menaruh barang belanjaanku di dapur dan aku
langsung membuatkan minum untuk Radit. Ketika aku menawarkan minuman itu kapada
Radit, Radit menatap wajahku dengan tatapan yang tajam yang membuatku malu.
“Pril,
aku sebenarnya sudah lama ingin mengatakan ini padamu tetapi aku tidak berani
untuk mengataknnya. Aku menyukaimu. Aku tahu kamu sering menatapku dengan
diam-diam, tanpa kamu sadari aku juga sering menatapmu dengan diam-diam, aku
sangat kagum dengan prestasimu, aku sangat suka dengan kamu yang simpel dengan
tubuhmu walaupun banyak yang mencela kamu. Bagiku Kamu itu wanita yang cantik
luar biasa Pril”
“Hahhh,
yang benar saja kamu? kamu menyukaiku? Luar biasa cantik katamu! Radit kamu
buta yah? aku sebesar ini dengan wajah yang aneh tapi kamu masih bilang aku
cantik.
“April,
aku sama sekali tidak melihat kamu dari fisik saja, bagiku kamu wanita yang
baik yang selalu tersenyum disaat semua orang tidak melihatmu tapi kamu tetap
berusaha menjadi diri kamu.
“Bagaimana
dengan Alin, bukankah kamu menyukai Alin?
“Hah
Alin, tidak mungkin aku menyukai Alin. Alin adalah adik sepupuku Pril”.
Aku
benar-benar merasa bodoh dan juga dibuat bengong, aku tidak bisa berkata
apa-apa lagi.
“April,
aku sungguh-sungguh menyukaimu. Maukah kamu menjadi pacarku?”
Tanpa
berpikir lagi, aku pun langsung berkata “Maauuu, aku mauu jadi pacar kamu”.
Aku
sangat merasa senang, aku bagai melayang dan menari di atas awan, ditaburi oleh
bunga-bunga yang indah dan diiringi dengan balutan lagu cinta. Aku merasa
menjadi wanita paling tercantik di antara seluruh wanita-wanita yang ada di
muka bumi ini. Oh Tuhan terimakasih
karna kau telah mendengar semua doa-doaku.
4 komentar:
Assalamu'alaikum, blogwalking, ijin baca2 yaaa.. seru nih banyak banget tulisannya, bakal sering mampir kesini deh, salam ukhuwah.. ^_^
sekalian mau ngasih tau kalo di Toko Busana Muslimah Online banyak banget Jilbab Modern, Cantik Murah, Kerudung, Hijab, Bergo, Abaya, Turban, Shawl, Gamis, Mukena, Sejadah, Selendang, Aksesoris, DLL
Mala emang top dah. Sangat memotivasi cerita nya.
good i like it
#tuti
cukup segar, judul jg bagus. Tp penggambaran tokoh April kurang kuat, berat 70kg tinggi berapa???
Posting Komentar