WARUNG PAKDE
Begitu
jam kuliah telah usai, tepatnya jam 12 siang, aku bersama teman-temanku
bergegas meninggalkan ruang kelas. Setibanya di depan gedung A kampus, mataku
langsung tertuju ke depan warung kecil yang telah ramai dikunjungi para
pembeli. Warung kecil itu sering ku sebut “Warung
Pakde”. Ketika kakiku menuruni anak tangga gedung kampus dan menuju ke
warung Pakde pemandangan ramai riuh sudah terlihat disana sampai-sampai Pakde
si pemilik warung itu sama sekali tak terlihat wajahnya.
Warung
itu memang bisa dibilang kecil dan memiliki ruang yang sangat terbatas mungkin
hanya sekitar 20 orang yang bisa masuk di dalamnya, warung itu juga sangat
pengap dan panas dikarenakan tidak ada jendela ataupun fentilasi di
langit-langit udara tetapi selalu saja banyak mahasiswa dan juga mahasiswi yang
berkunjung kesana, mungkin jajanan yang murah meriah dan tempat yang nyaman
untuk sekedar berkumpul dan mengobrol menjadi alasan untuk tetap menjadi
pelanggan setia Pakde.
Warung
Pakde menjual makanan kecil atau camilan yang enak dan juga cocok untuk kantong
kami para mahasiswa. Makanan kecil itu berupa tahu bulat, cireng dengan aneka
rasa seperti rasa sosis, ayam, baso, keju dan masih banyak lagi rasa yang
lainnya. Bukan hanya sekedar makanan ringan Pakde juga menjual minuman teh yang
sering disebut teh poci. Teh poci Pakde itu dijual seharga 3.000 rupiah, cara
menyajikan teh poci pun dengan menggunakan mesin pemanas untuk merekatkan gelas
plastik dengan tutup yang terbuat dari plastik pula. Gelas teh poci itu pun
sangat beragam gambarnya dan terkadang aku sering memilih gambar yang aku
senangi. Di dalam warung Pakde itu hanya terdapat enam meja yang diatasnya
terdapat dua botol sedang yang berisikan bubuk cabai dan juga garam. Bubuk
cabai dan garam itu dicampurkan bersama tahu bulat panas memang menjadi
santapan nikmat jika sudah disatukan.
Tepat
di pojok warung Pakde terdapat satu kompor gas besar yang berfungsi untuk
memasak tahu bulat dan juga merebus air panas untuk teh poci. Di pinggir kompor
tersebut terdapat westafel kecil yang seharusnya digunakan untuk mencuci piring
dan juga gelas tetapi westafel itu tidak berfungsi karena tidak mengeluarkan
air, sehingga jika Pakde ingin mencuci piring Pakde harus mengambil air di
warung sebelah dengan satu buah ember kecil miliknya. Satu etalase besar
menempel di dinding dekat westafel, di kaca etalase itu terdapat tulisan “Sedia
Soto Ayam” tetapi ketika mataku melihat ke arah etalase tersebut aku sama
sekali tidak melihat panci besar berisi soto atau irisan bawang dan juga
potongan jeruk nipis disana, yang kulihat hanyalah tumpukan-tumpukan piring dan
gelas plastik untuk teh poci yang masih rapat tidak terbuka. Ternyata setelah
aku selidiki, Pakde memang menjual soto ayam tetapi Pakde menjual soto tersebut
hanya jika malam tiba.
Dinding-dinding
yang terdapat di setiap warung kampus itu hanya dibatasi oleh triplek-triplek
kayu yang jika diketuk menghasilkan bunyi yang terdengar oleh warung sebelah. Dinding
itu pun sangat kotor dan kusam dikarenakan banyaknya asap dari rokok setiap
pengunjung. Pakde berjualan tidak sendiri, disana Pakde di temani oleh istri
dan juga satu pegawainya. Pegawai Pakde itu bernama Sugeng. Sugeng itu sangat
asik jika diajak bercanda dan mengobrol tetapi terkadang Sugeng juga genit dan
sering menggodai setiap pembeli terutama pembeli wanita.
Bau
asap tembakau di dalam ruangan itu selalu menyesakkan hidung, asap itu berasal
dari seorang wanita yang berambut panjang dan berbadan kurus yang memiliki
tinggi sekitar 160 cm dengan rambut yang terlihat tidak tertata rapi dan baju
yang berpenampilan seadanya untuk ukuran mahasiswa. Wanita itu selalu terlihat
duduk dipojok warung dekat etalase, entah apa yang sedang dia pikirkan yang
jelas wajahnya itu nampak kusam sekali. Aku selalu memperhatikan setiap
gerak-gerik tingkanhya, nampaknya dia sangat cemas dan mulai melihat handphone
genggam miliknya dan bergegas lari meninggalkan warung Pakde. Aku sangat lega
karena bau asap tembakau itu mulai hilang seiring dengan berlalunya wanita
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar