“Gerobak Rina Rini”
Suatu pagi menjelang siang terlihat tiga
orang pemulung yang terdiri dari ayah, serta dua orang anak kembarnya yang
bernama Rina dan Rini. Rina dan Rini baru menginjak usia delapan tahun, tapi
sayang dalam usia yang seharusnya mereka sudah mulai masuk sekolah dasar,
mereka tidak dapat bersekolah karna keterbatasan biaya. Mereka hanya tinggal di sebuah gubuk tua di
perkampungan pemulung, dan sebuah gerobak untuk menampung barang-barang hasil pulungan
mereka.
Mereka merupakan pemulung barang-barang
bekas dan plastik yang sedang melakukan
rutinitasnya seperti biasa. seperti biasanya Rina Rini dan ayahnya selalu memulung di kawasan Bintaro sektor tujuh sampai Bintaro sektor sembilan. Hari ini mereka mengitari sebuah perkampungan yang mempunyai banyak kos. Ya, di kampung
tersebut ada sebuah universitas negeri
ternama. Wajar jika banyak kos disana.
Di deretan kos yang banyak, mereka
memulai peruntungannya, barangkali terdapat banyak plastik-plastik disana.
Ketika Rina, Rini dan ayahnya berada di suatu halaman belakang dari deretan
beberapa kos, terdapat banyak plastik. Ayahnya mulai mengais-ngais menggunakan tongkat besi
yang setia menemani dan sebuah gerobak kesayangannya yang bertuliskan nama
anaknya yaitu “RINA DAN RINI”. Sungguh mengharukan, melihat seorang anak kembar
yang begitu setia menemani ayahnya untuk memulung.
Hari pun semakin sore, saatnya Rina,
Rini dan ayahnya pulang kerumah. Sesampainya dirumah ibu dari dua anak kembar
itu sudah menyiapkan makanan untuk suami dan anak kembarnya. Tersaji di bawah
lantai yang beralaskan koran-koran bekas terdapat nasi dan kerupuk kaleng.
Melihat makanan itu, Rani terlihat
cemberut. Melihat wajah Rani yang cemberut,
Ibunya pun bertanya, “ Kamu kenapa cemberut saja nak... ayoo
dimakan nanti cepat dingin”
Rani menjawab, “ Kapan si bu, kita bisa
makan enak ...?”
Ibunya tersenyum sambil mengelus kepala
Rina, dan berkata “Sabaar yah nak makan saja yang ada, masih banyak orang yang
lebih merasa kekurangan dari keluarga kita.....”
Ayah dan Rini hanya menatap Rina yang
masih tetap cemberut. Ke esokan paginya Rina,
Rini dan ayahnya bergegas untuk memulung. Ketika dalam perjalanan, Rini dan
Rina melewati Sekolah Dasar Negri yang bernama “SDN Pelangi” mereka melihat
anak-anak yang sedang bermain di depan gerbang sekolahnya.
Rina berkata: “Pak, kapan yah.. aku sama
Rini bisa sekolah seperti mereka. Ayahnya menjawab : “Sabar ya nak, insya Allah
tahun depan” Sebenarnya sang ayah berbohong, ia hanya ingin menyenangkan kedua
anak kembarnya agar tidak bersedih. Karna ayahnya tidak memiliki uang yang
cukup untuk biaya masuk sekolah Rina dan Rini. Mendengar hal tersebut Rina dan
Rini nampak gembira.
Di
sepanjang pinggiran jalan Rina, Rini dan ayahnya mulai mengais sampah-sampah
yang ada. Selesai mencari rongsokan mereka menjual rongsokannya di pengepul.
Hasil hari ini cukup untuk makan Rina, Rini dan sekeluarga. Lalu mereka membeli
makanan dan pulang ke rumah. Sesampainya di rumah mereka beristirahat.
Sore
harinya Rina dan Rini bersama dengan teman-temannya sedang bermain petak umpet.
Saat mereka bermain, Rini bersembunyi di balik dinding rumah kontrakan,
sedangkan Rina bersembunyi di pinggir perumahan tetangganya yang dekat dengan
jalan raya. Tak sadar Rina menginjak sebuah dompet, ia pikir hanya sebuah batu
kerikil yang menumpuk. Rina pun terkejut, “Yaaa ampuuun, ini dompet siapaa??....” Rina
sangat kebingungan. Kemudian ia kembali ke tempat teman-temanya yang sedang
bermain. Ia berkata kepada Rini, “Rinii,
aku menemukan dompet Rin, tapi tak ada
pemiliknya”. Rini menjawab, “Wah ada uangnya tidak?? Kalau ada kita ambil saja
uangnya” . “ Ada sih, tapi kan kita tidak boleh mengambil barang yang bukan
milik kita. Kita harus kembalikan,”. Kata Rina.
“Baiklah kita kembalikan saja. Tapi,
kita kan tidak tahu alamat pemilik dompet ini, bagaimana dong?”, kata Rini. “
Ya kita lihat saja pada KTPnya”, kata Rina. Akhirnya mereka berdua menuju
alamat pemilik dompet itu. Ternyata alamat itu tidak jauh dari kedua rumah
mereka.
Sesampainya di alamat pemilik dompet itu
mereka mengetuk pintu. “ Assalamu’alaikum warahmatuallahhi wabarakatu”, kata
Rini. “Wa’alaikummusalam warahmatuallahhi wabarakatu, mari-mari silahkan
duduk”, kata pemilik rumah itu. “ Ya pak terima kasih”, kata Rina. “ Maaf ada
keperluan apa ya adik berdua datang kemari? “ , kata pemilik rumah itu.
“
Kenalkan pak saya Rina dan ini saudara kembar saya Rini, Pak apakah ini dompet
Bapak? “ , kata Rina sambil menunjukkan sebuah dompet. “ Wah benar dik itu
dompet saya yang hilang, oh ya kenalkan saya
Suprianto. Terima kasih banyak ya dik sudah mengantarkan dompet saya “ ,
kata Pak Suprianto. “ Oh iya pak sama-sama “ , kata Rina. “ Adik rumahnya
dimana dan sekolah di mana? “ , kata Pak Suprianto. “ Wah, rumah kami di
perkampungan pemulung Pak, ya maklumlah kami hanya seorang pemulung, saya tidak
bersekolah Pak karena masalah biaya “ jawab Rini dengan menunduk karena sedih.
Pak Suprianto merasa iba. Tiba-tiba
ia berfikir untuk menyekolahkan Rina dan Rini. “ Bagaimana kalau kalian berdua
saya sekolahkan? “ , kata Pak Suprianto. Dengan perasaan senang mereka menjawab
kompak “ Ya pak kami mau “. Akhirnya mereka pamit pulang dengan perasaan yang
sangat senang.
Setibanya di rumah Rina dan Rini memberitahukan orang tuanya bahwa mereka akan disekolahkan
oleh seorang pengusaha kaya bernama Pak Suprianto. Dan kedua orang tuanya
setuju-setuju saja. Orang tua mereka senang karena ada yang mau menyekolahkan
anak-anak mereka.
Saat Rina Rini dan keluarganya sedang beristirahat tiba-tiba datang Pak
Suprianto. Beliau di sambut baik oleh keluarga Rina Rini. Tujuan Pak Suprianto
ke rumah mereka adalah untuk mengajak Rina Rini untuk membeli seragam.
Sampainya
di toko, Pak Suprianto berkata “Silahkan
pilih seragam yang muat dan alat-alat sekolah yang bagus”. Rina Rini menjawab
dengan kompak “ Iya paaak “. Selesai memilih seragam dan alat-alat sekolah Pak
Suprianto membayar itu semua di kasir.
Setelah selesai berbelanja semuanya, Rina Rini diantarkan pulang oleh Pak Suprianto.
Di jalan Pak Suprianto berkata agar mereka besok siap-siap untuk berangkat
sekolah dan akan diantarkannya. Mereka pulang dengan hati yang senang. Sebentar
lagi keinginan mereka untuk bersekolah akan terwujud.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali, Rina Rini sudah
siap brangkat sekolah. Pak Suprianto sudah datang dan siap mengantarkan mereka
berdua. Sampainya mereka di sekolah, jantung mereka berdebar-debar. Setelah bel
sekolah berbunyi mereka diantarkan ke dalam kelas oleh seorang guru.
Guru tersebut memperkenalkan Rina dan Rini. Murid-murid di sekolah
itu sangat senang menyambut kedatangan
mereka. Bahkan baru dua minggu saja mereka sudah sangat akrab. Mereka berdua
tak lupa mengucapkan terima kasih terhadap Pak Suprianto yang telah berjasa
menyekolahkannya.
Suatu hari ada kabar, bahwa Pak
Suprianto meninggal dunia, dikarenakan sakit jantung. Mendengar berita itu Rina
dan Rini sangat sedih dan merasa
kehilangan. Mereka beserta orang tuanya langsung berangkat melayat ke rumah Pak
Suprianto. Mereka cemas jika Pak Suprianto meninggal, lalu siapa yang akan
membiayai keberlangsungan sekolah mereka.
Tetapi
mereka tak berputus asa untuk mencari ilmu. Akhirnya mereka tetap sekolah dan
sepulang sekolah Rina Rini tetap memulung untuk mencari uang dan untuk kebutuhan
sekolah mereka. Dengan usaha keras, mereka berhasil mengumpulkan uang untuk
membiayai sekolah mereka. Mereka senang karena mereka bisa membayar uang
sekolah dengan hasil keringat sendiri.
Walaupun Rina dan Rini hanyalah
seorang anak dari pemulung. Mereka tetap bersekolah demi meraih keinginan, dan cita-cita mereka.