Cerita 628
September, 2011 mulailah
perkuliahan hari pertama di kampus ini. Aku mendapat kelas di ruang 628. Ruang kelas
ini berada di lantai 6, dekat dengan tangga dan lift. Menurutku ruang ini cukup
strategis, karena toilet tak jauh dari ruang kelas ini dan mushola pun dekat
dengan kelas ini. Hari pertama kulewati dengan menaiki tangga untuk sampai di
ruang kelas 628. Keramaian di lift yang membuatku memutuskan untuk menaiki
tangga. Lelah yang kudapat karena banyaknya anak tangga yang kulewati.
Namun, lelahku sepertinya
akan terbayarkan karena aku akan bertemu dengan teman-teman baru disini. Sampailah
aku di depan pintu 628, pintu yang terbuat dari kaca berwarna hitam dan
pegangan pintunya seperti terbuat dari alumunium layaknya pintu-pintu mini market.
Dengan bertuliskan angka 628 di atas kertas berwarna putih yang ditempelkan di
pintu. Kemudian, aku membuka pintu itu seraya mengucapkan salam. Saat ku
membuka pintu mataku langsung tertuju pada kursi-kursi anak kuliahan itu yang
berwarna hitam dan mejanya berwarna putih. Lebih dari 20 kursi aku lihat di
kelas ini, kemudian aku berjalan masuk ke dalam dan memilih salah satu kursi
untukku duduki. Aku duduk di kursi barisan kedua dari depan, suasananya masih
sepi karena belum ada mahasiswa yang datang selain aku.
Kini aku seperti berada di
tengah-tengah kelas ini, sehingga aku dapat mengalihkan pandanganku kemana saja.
Ruang kelas ini tidak begitu luas, tetapi cukup untuk menaruh sekitar 50 kursi.
Aku merasa dingin di kelas ini, lalu aku menoleh ke sebelah kiri dan ternyata
AC-nya hidup entah berapa derajat. Lalu, ku alihkan pandanganku ke sebelah
kanan, ternyata ada satu buah kipas angin juga disini. Ruangan ini memiliki dua
white board yang berada di depanku, warna cat kelas ini hampir kontras dengan
warna baju yang ku pakai yaitu cream. Terdapat pula meja panjang berwarna
coklat yang aku rasa meja itu disiapkan untuk dosen. Aku mulai mengalihkan
pandanganku ke langit-langit kelas, penerangan kelas ini diterangi oleh dua
lampu neon yang panjang dan dua lampu neon biasa. Aku merasa ruangan ini begitu
pengap, setelah ku lihat aku hanya menemukan dua ventilasi udara yang terbuat
dari kaca, modelnya seperti pintu kelas hanya saja ini berukuran lebih kecil
dan berada di tengah-tengah di atas dinding, tidak ada jendela disini.
Mahasiswa lain pun mulai
berdatangan dengan berbagai macam gaya mereka berpakaian dan cara mereka bersosialisasi.
Kali ini aku duduk di sekeliling mahasiswa yang lain, hampir semua wanita dalam
kelas ini memakai hijab sepertiku. Ruang kelas ini memiliki 40 mahasiswa terdiri
dari 21 perempuan dan 19 laki-laki, aku tahu setelah aku menghitungnya. Tak lama
dosen perempuan cantik pun datang, ia memakai kemeja berwarna putih yang di
masukkannya ke dalam rok yang berwarna abu-abu, penampilannya makin terlihat
cantik dengan menggunakan hijab yang dililitkan ke belakang dengan rapih dan
wedges yang tak begitu tinggi menemani langkahnya dan ayunan tangannya yang menjinjing
tas menuju ruang 628. Karena ini perkuliahan hari pertama dosen cantik itu
mulai memperkenalkan dirinya. Dengan seksama aku memperhatikannya sambil
memegang pulpen hitam di tangan kanan ku dan buku yang ada di atas mejaku.
Setelah selesai perkenalan
dosen,tiba saatnya giliran mahasiswa yang memperkenalkan dirinya sambil berdiri
di depan mahasiswa lain termasuk aku. Perkenalan pun berlangsung dengan baik,
tapi ada satu mahasisiwa laki-laki berkulit putih, rambutnya gaya masa kini,
memakai kaos berkerah berwarna abu-abu tua dengan lambang polo yang ada di
kaosnya, serta jeans hitam dan sepatu kets yang menemaninya. Dia mulai
memperkenalkan dirinya dengan berdiri di sebelah kanan di dekat tembok sambil
mengepal-ngepal tangannya ke depan. Menurutku laki-laki ini tengil, tapi dari
sekian mahasiswa yang memperkenalkan diri hanya laki-laki ini yang memberikan
kesan dengan pengucapan namanya yang seperti logat orang jawa, walaupun
sebenarnya dia bukan orang jawa. Hari-hari kulewati di ruang 628 ini, namun tak
sedikitpun aku berpikir untuk menemukan kawan hati disini. Entah kebetulan atau
tidak ternyata laki-laki tengil itu yang menjadi kawan hatiku. Semua cerita yang
terjadi di ruangan ini aku rangkum menjadi kebahagiaan.
1 komentar:
Perhatikan penulisan di, masih ada yang salah "disini". Ohhh jadi begitu tho cerita "kawan hati" hehe. Cukup deskriptif.
Posting Komentar